Semua Bab Saat Istri Tak Lagi Cantik: Bab 61 - Bab 70

77 Bab

61. Masuk Ke Kandang Singa

Sepeninggal Mas Damar ke kantor, Rasti pun mulai beraktivitas seperti biasa. Namun kali ini tanpa terdengar sepatah kata pun darinya.Aku tentu kembali masuk ke kamar untuk membuat video-video panas terbaru.Namun belum sempat aku memulai, ponselku sudah berdering duluan tanda ada panggilan masuk.Terlihat pada layar nama Om Daniel tertera di sana. Om Daniel adalah orang yang membeli video-video panas dariku."Ada apa, Om?" Tanyaku begitu panggilan terhubung. Tak biasanya ia menelpon jika bukan karena urusan yang begitu mendesak."Bell, ada seorang pria bule yang ingin memakai jasamu. Dia pelanggan setia semua video-videomu. Dan sudah sejak lama pula dia meminta Om supaya mempertemukanmu dengannya," ujar Om Daniel tanpa basa-basi."Wait, Om! Maksud Om gimana? Dia ingin membookingku begitu? Om kan tahu, kalau aku ini sudah menikah dan sedang hamil pula. Aku sudah jarang menerima bookingan orang-orang, Om," cetusku langsung menolak."Tapi, Bell ... Kali ini ia berani membayar mahal han
Baca selengkapnya

62. Kehancuran Bella

"Me-mereka siapa?" Aku bertanya gugup pada Steve yang masih terus memandangiku dengan tatapan datar."Mereka teman-temanku, juga pelangganmu."Tubuhku bergetar hebat mendengar penuturan Steve. Air mata meleleh begitu saja karena ketakutan dan amarah. Apa semua ini rencana Om Daniel? Atau bahkan Om Daniel tak tahu menahu soal hal ini.Aku berusaha mengusap air mata dengan kasar. Aku tak boleh terlihat lemah di hadapan mereka. Walau aku kalah jumlah jika pun harus melawan, tapi tak ada salahnya juga mencoba."Steve, bukankah ini tak sesuai perjanjian? Kembalikan ponselku! Aku akan mencoba menghubungi Daniel terlebih dahulu untuk merundingkan soal ini. Aku tak masalah melayani kalian bertiga, tapi yang jadi masalah ini tak sesuai dengan perjanjian."Selarik senyum sinis tersungging di bibir tipis pria itu. Perlahan ia berjalan mendekatiku yang masih meringkuk di sudut ranjang."Kau pikir Daniel mau menerima teleponmu setelah menerima banyak uang dari kami? Kau itu wanita bo*doh, yang bis
Baca selengkapnya

63. Ikrar Talak

"Dok, saya mohon tolong rahasiakan semua ini dari siapapun. Termasuk dari suami dan keluarga saya. Saya mohon, Dok," pintaku pada dokter berwajah teduh itu.Ia yang seolah mengerti bagaimana syoknya aku menerima kabar itu, terlihat mengangguk dengan penuh tatapan iba. Ia lalu mengangsurkan sebuah ponsel padaku."Ini ... Hubungilah keluarga Mbak dahulu. Supaya mereka tak gelisah. Sebab sudah hampir dua hari Mbak di rumah sakit."Aku terhenyak mendengar penjelasan dokter tersebut. Jadi sudah dua hari aku tak sadarkan diri. Bagaimana ini? Pasti Mas Damar mencari-cariku, karena ponselku tak bisa dihubungi. Alasan apa yang harus kuberikan agar ia tak curiga?Selagi aku berpikir, dokter tersebut pun pamit keluar. Dan setelah berpikir keras, akhirnya aku pun mendapat alasan yang tepat untuk kuberikan pada Mas Damar. Bahkan sepertinya alasan ini akan sangat menguntungkanku.Aku segera mengetik nomor Mas Damar pada ponsel tersebut, dan langsung menghubunginya. Tak berapa lama, terdengar suara
Baca selengkapnya

64. Anak Tunggal Yang Malang

POV RastiAku tertegun mendengar ikrar talak yang diucapkan oleh Mas Damar. Kaget, sudah pasti. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja Mas Damar menceraikanku.Tapi menilik dari sikap Mas Damar maupun Bella, sepertinya ada fitnah baru yang dihembuskan oleh wanita itu. Dan sepertinya fitnah kali ini begitu keji, hingga Mas Damar sampai semarah ini.Aku mengumpulkan semua kekuatan yang kupunya, dan meraih koper yang tadi Mas Damar lemparkan ke hadapanku.Aku tak ingin bertanya apa salahku, dan aku juga tak ingin mengiba lagi pada lelaki dzolim di hadapanku ini. Karena aku tahu, apapun yang kulakukan agar rumah tangga kami bertahan hanya akan sia-sia saja. Lelaki ini sudah buta mata dan hatinya karena Bella.Tak usahkan aku yang orang lain, bahkan Ibu dan saudaranya sendiri saja tak lagi ia percayai."Baiklah, Mas, jika itu keputusanmu. Semoga kau bahagia bersama istri tercintamu itu," ujarku sembari menatap tepat di manik mata Mas Damar. Terlihat memang tak pernah ada cinta di sa
Baca selengkapnya

65. Kekacauan di Jalanan

Masih POV Rasti"Masih nanya lagi kamu salah apa? Kesalahan kamu itu jelas fatal, Rasti! Berulang kali Ibu udah bilang, cari aman kalau masih mau jadi istri Damar, tapi kamu malah gali lubang untuk kamu sendiri jatuh. Buat apa sih kamu celakai Bella? Sampai dia harus kehilangan anak dalam kandungannya."Deg!Kata-kata Ibu bak kilat yang menyambar di atas kepalaku. Ternyata fitnah inilah yang dibuat oleh Bella. Pantas saja Mas Damar jadi semarah itu padaku."Bu, aku berani sumpah, aku gak ngelakuin semua itu. Harusnya Ibu lebih percaya padaku, yang anak Ibu sendiri. Bukan malah percaya pada mereka," ujarku begitu nelangsa."Halah! Gimana Ibu mau percaya sama kamu? Kalau kamu selalu cerita kalau kamu benci dengan istri kedua Damar itu."Aku menelan ludah yang terasa pahit. Ternyata curhatku selama ini ke Ibu pun bisa menjadi bumerang buatku sendiri. Padahal kupikir meluahkan isi hati yang paling aman itu adalah dengan orang tua sendiri. Tapi ternyata aku salah."Cepat kamu pergi dari ru
Baca selengkapnya

66. Iri dengan Anak Kecil

Kembali ke POV Bella."Mas, sekarang kan Rasti udah gak ada, kamu carikan orang untuk bantu-bantu aku di rumah dong, ngurus Ibu dan Mas Danis," rengekku pasca kepulangan orang tua Rasti.Ya, orang tua Rasti baru saja datang. Awalnya mereka mengamuk dan tak terima dengan keputusan Mas Damar yang menceraikan Rasti. Tapi setelah Mas Damar menjelaskan bahwa Rasti sudah membuatku kehilangan kandungan, mereka pun langsung kalah malu dan meminta-minta maaf pada kami.Bahkan mereka mengemis-ngemis meminta agar Mas Damar kembali pada Rasti. Benar-benar memalukan kedua orang tua itu! Tentu saja Mas Damar menolak itu mentah-mentah, karena memang pada dasarnya ia tak mencintai Rasti."Iya, Sayang. Nanti pasti bakal Mas carikan. Lagi pula Mas juga gak mau kalau kamu terlalu capek, supaya kamu bisa cepat hamil lagi."Deg!Kata-kata Mas Damar sukses membuat aku ketar-ketir sejenak. Bagaimana aku bisa hamil lagi? Sedangkan aku saja tak lagi punya rahim."Kamu kenapa, Sayang? Kok gelisah?" Tanya Mas D
Baca selengkapnya

67. Temuan Rafis

POV DamarAku dan Hilman terkejut saat baru saja menapakkan kaki di depan rumah. Terdengar suara ribut-ribut antara Dista dan Bella di dalam, juga terdengar tangisan Rafis.Dengan sedikit tergesa, kami pun masuk untuk melihat apa yang sedang terjadi."Kalau gak diapa-apain gak mungkin Rafis sampai nangis kejer begini!" Dista berteriak dengan kesal pada Bella yang langsung tertunduk saat melihat kedatanganku.Tak terima rasanya, saat orang yang kucintai dibentak-bentak oleh mantan istri. Walau aku sempat terkagum karena Dista kini makin cantik, tapi bukan berarti aku kembali mencintainya. Cintaku hanya pada Bella seorang kini."Ada apa sih ini?" Tanyaku pada keduanya."Nih, Mas! Istri tercinta kamu bikin Rafis nangis. Rafis bilang dia dimarahi dan gak boleh dekat-dekat sama kamu."Aku mengerutkan dahi mendengar jawaban Dista. Sedikit tak percaya Bella berkata begitu pada anak-anak, karena yang aku tahu sikap Bella selama ini begitu lemah lembut."Benar begitu, Bell?" Aku beralih bertan
Baca selengkapnya

68. Terbongkarnya Rekayasa Terapi Ibu

Aku berusaha mendengarkan percakapan mereka. Tapi tak terdengar jelas. Yang jelas dapat kulihat bagaimana frustasi dan marahnya Bella pada sang penelpon.Akhirnya seharian itu kulalui dengan penuh ketidak tenangan. Berkali-kali mengecek rekaman video cctv, namun tetap tak ada sesuatu yang berarti."Bro, ngapa kok keliatan galau?" Aku terkejut mendengar sapaan Hardi yang tiba-tiba sudah ada di ruanganku. Dasar anak ini tak tahu sopan santun, masuk ke ruang atasan seenaknya saja. Namu tetap saja, sepertinya aku butuh dia untuk mencurahkan isi hati."Di, menurut lu kalau orang sudah berubah lebih baik, apa mungkin bisa kembali ke masa lalu?"Hardi mengernyit heran menatapku."Lu ini ngomong apaan sih, Mar? Ngomong itu yang jelas napa. Berbelit-belit amat." Aku menghela napas sejenak. Menimbang baik buruknya jika aku menceritakan semua masalah rumah tanggaku pada Hardi.Tapi biasanya memang hanya pada Hardi lah aku menceritakan semua keluh kesahku."Mungkin gak ya, Di, kalau Bella kemba
Baca selengkapnya

69. Tak Lagi Punya Rahim?

Aku terkesiap mendengar perkataan lelaki itu. Jangan-jangan Bella yang ditelponnya saat ini adalah Bella istriku. Tak mungkin semua hal yang saling berkaitan ini hanyalah kebetulan.Diam-diam aku mengikuti langkah lelaki itu. Dan lagi-lagi aku dibuat terkejut saat melihatnya masuk ke ruang poli neurologi. Namun detik selanjutnya, ia kembali keluar.Aku yang masih mengintainya, pura-pura duduk di bangku tunggu sembari bermain ponsel. Terlihat ia kembali menelpon seseorang."Aku belum bisa membuat buktinya sekarang. Jam praktek dokter belum habis. Kemungkinan sore baru aku bisa memberimu bukti itu."Mendengar kata-kata lelaki itu, tanganku tanpa sadar mengepal menahan geram."Ya pandai-pandai kamu lah, bagaimana ngasih alasan ke suamimu. Tapi kan tadi kamu sudah kirim foto ruang poli neurologi, masa dia masih gak percaya?"Entah apalah yang dikatakan orang di seberang sana. Yang jelas pasti ia tak terima jika bukti itu bisa didapatkan sore hari. Pasti ia takut aku pulang dan bertanya m
Baca selengkapnya

70. Kepergian Ibu

Aku yang sedang tidur terbangun begitu mendengar suara pintu ruang rawat Ibu terbuka. Sembari memegang kepala yang pusing karena kurang tidur, aku menoleh ke arah pintu.Terlihat sudah ada Bella di sana, berdiri dengan senyum manis tanpa dosa seraya menenteng kotak bekal makan."Mas, kamu kok gak ngabarin aku kalau Ibu masuk rumah sakit?" Ucap Bella dengan sedikit memanyunkan bibirnya sok manis.Jika dulu aku selalu suka sikapnya yang seperti itu, berbeda pula dengan sekarang saat aku sudah tahu semua kedoknya.Tanpa menggubris perkataannya, aku kembali memejamkan mata."Kamu pasti capek sekali ya, Mas? Tapi sarapan dulu ya, baru tidur. Nanti kalau telat makan malah kamu yang jadi sakit." Terdengar lagi ia bersuara membujukku."Memangnya ada jaminan kalau makanan itu aman tak ada racunnya?" Balasku masih enggan membuka mata. Entah bagaimana ekspresi wajahnya saat mendengar perkataanku ini, aku tak lagi peduli."Maksud kamu apa sih, Mas? Racun apa? Jangan bercanda deh."Aku langsung me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status