All Chapters of Gadis Kembar Membuat Cinta Kembali Berlayar: Chapter 21 - Chapter 30

51 Chapters

21. Aku sudah kembali

Saat ini, matahari berada pada posisi dimana masih menyebarkan sinar yang pagi yang sejuk untuk bumi. Mobil Erlangga sudah berhenti di tempat parkir depan toko tanaman hias Sabrina. Setelah pintu mobil terbuka otomatis, Bulan langsung berlari keluar. "Mama… Mama Sabrina…." panggil gadis mungil itu berteriak. Matanya masih sembab dan masih mengeluarkan tetesan air mata. Berkali-kali gadis itu memanggil Sabrina. Akan tetapi, Sabrina masih menangis di kamar Tari. Jadi dia tidak mendengarnya. Luna yang sedang menyiram bunga terkejut melihat Bulan yang berlari sembari menangis. Dia mengira itu adalah Tari. "Mama Sabrina? Sejak kapan Neng Tari manggil mamanya 'Mama Sabrina'? Terus itu kapan ganti bajunya? Tadi 'kan sudah pakai dress, kapan ganti piyamanya?" Namun, Luna tidak berniat menghampirinya. Dia memilih melanjutkan menyiram bunga. Sementara Bela dan Ilham yang berada di dalam toko juga terkejut dan mengira itu Tari, tapi saat hendak buka suara, Bulan tidak menanggapinya. "Mam
Read more

22 Kalian melupakan aku!

Di ruang makan, Sabrina duduk berhadapan dengan Erlangga. Sementara Bulan bermain di kamar Tari sendirian. Tari dan Susi belum pulang. "Kamu tahu alasan Mama melakukan ini?" tanya Erlangga lirih seraya menatap mata Sabrina. Kedua tangannya menggenggam erat tangan Sabrina. Sesekali dia mencium punggung tangan Sabrina. "Aku tidak tahu pasti. Tetapi, Mama pernah bilang kalau beliau punya dendam dengan almarhum orangtuaku," jawab Sabrina yang juga menatap mata Erlangga. Tatapan mereka menyiratkan rindu yang sangat dalam. "Lalu, kenapa kamu lebih percaya padaku daripada dengan cerita Mama?" "Hati yang sudah lama terpaut, pasti akan tertarik kembali oleh benang yang menyatukan." ***"Tante,maaf ya jika menunggu lama. Aku baru saja selesai syuting. Huft, melelahkan sekali memiliki profesi seperti ini," ujar seorang wanita yang baru saja masuk ke ruangan privasi pada sebuah kafe, kepada seorang wanita paruh baya yang sudah berada di dalam. Wajah seukuran telapak tangan lelaki dewasa de
Read more

23. Selangkah di depan

Sabrina berdiri dan menghampiri Tari. Bulan berada di samping Tari. "Sayang, kenapa kamu berbicara seperti itu?" "Kenapa? Tidak boleh? Kalian asyik bercengkrama dan mengungkap rindu tanpa aku. Jika aku tidak pulang, apa kalian akan mencariku?" Tari berkata sembari melipat kedua tangan di dada. Erlangga menggela napas dan berusaha menahan tawa melihat Tari yang merajuk. Padahal, Sabrina dan Bulan sedikit panik. Lalu Erlangga berjongkok di samping Sabrina dan menghadap Tari. Otomatis, Sabrina menggeser tubuhnya ke hadapan Bulan. "Sini peluk, Papa! Kamu tidak kangen sama Papa?" Tari bertahan pada sikapnya yang marah. "Maafkan, Papa, karena telah membuatmu hidup berdua dengan Mama. Ini semua salah Papa. Kamu mau 'kan memaafkan Papa?" Wajah Tari sedikit melunak. Tetapi dia masih bergeming. "Bagaimana kalau kita pergi ke pantai hari ini? Papa, Mama, Bulan dan Tari. Kita berempat. Mau?" "Horeee! Kita ke pantai!" sorak Bulan lalu melompat–lompat kegirangan. "Mau ya, Kak? Please!" tam
Read more

24. Kamu mau saya cium?

"Silahkan bilang saja pada Santoso! Aku tidak takut! Aku tidak sepertimu yang takut dengan kemiskinan!" Ratna menghentakkan kakinya, lalu keluar dari ruangan Fredy. Sementara Fredy mengacak rambutnya yang sedikit bercampur uban dengan kasar.Setelah Fredy mengatur napas dan mendongak ke atas. Pintu ruangan kembali terbuka. Seorang wanita memakai setelan kemeja dengan rok yang panjangnya di atas lutut masuk. Dia memeluk beberapa map. dokumen berwarna biru. Dandanannya natural dan terkesan sederhana namun elegan. "Tuan, maaf. Ini ada beberapa dokumen lagi yang harus di cek." Wanita itu bercicit ragu–ragu seraya menunduk. "Baiklah! Letakkan di atas meja." Usai menunaikan apa yang dipinta bosnya, wanita bernama Dewi itu berbalik dan keluar. Namun langkahnya terhenti saat tangannya sudah memegang knop pintu. "Tunggu!" Dewi berbalik, "Iya, Tuan? Ada hal yang lain?" "Kamu masih single 'kan?" tanya Fredy yang membuat Dewi tertegun. Sekaligus membuat wanita itu berpikir macam–macam.
Read more

25. Dendam yang mengakar

Mata Dewi melebar dan tubuhnya mematung. Rasanya seperti tersengat listrik beberapa volt saat Fredy mengatakan itu. Otak Fredy juga sulit diajak kerja sama untuk saat ini. Dia tergoda dengan perempuan yang berada di depannya. Bibir ranum merah muda dengan polesan lipstick warna senada membuat naluri kelelakian Fredy ingin melahapnya. Setelah mengatakan itu, Fredy menegakkan kembali tubuhnya pada posisi kemudi. Lalu berdehem beberapa kali. Tanpa mereka ketahui, sebenarnya hati keduanya sama–sama berdebar tak karuan. "Maaf!" ujar Fredy setelah mobil melaju. Dewi diam dan masih menata degupan hati juga jantung. "Biar saya antar kamu pulang. Dimana alamat rumahmu?" "Komplek Escendol, nomor rumah 19, Tuan." Setelah itu, tidak ada perkataan lain yang meluncur dari bibir kedua manusia itu. Bahkan saat sampai di depan rumahnya, Dewi buru–buru turun tanpa mengucapkan terima kasih. "Astaga, Fredy! Apa yang sudah kamu lakukan?" Pria itu memukul stir cukup keras. Dia marah pada diriny
Read more

26. Kebakaran Toko

"Uhuk! Uhuk!" Bela yang tidur di kamar mes terbangun karena merasa ada banyak asap dan membuatnya terbatuk. Sedangkan Luna masih nyenyak karena dia tidur di kasur lantai. Dia memang gadis desa asli, yang tidak bisa tidur di kasur busa empuk."Asap apa ini?" Saat matanya terbuka, dia melihat asap hitam mengepul dan menerobos celah-celah. Tak lupa dia mengecek jam dinding, rupanya masih jam 02.00 pagi."Lun, bangun!" Bela bangun dan mengguncang tubuh Luna."Ada apa?" jawab Luna yang matanya masih merem."Lihat deh, asapnya banyak banget menerobos melalui celah itu. Ayo kita lihat!""Ck! Dasar! Siapa sih yang bakar–bakar tengah malam seperti ini? Ganggu orang tidur aja," gerutu Luna. Lalu matanya membelalak dan seketika dia duduk saat otaknya mencerna perkataan mulutnya. "Bela, ini jam berapa?" tanya Luna yang beralih menatap Bela. "Jam dua." "Hah?! Jangan-jangan… itu hantu, Bel?" "Hust! Jangan ngaco deh! Ayo kita lihat!" Karena Luna takut, dia berjalan di belakang Bela. Mereka ja
Read more

27. Nona, maafkan saya!

Pagi–pagi sekali, Sabrina sudah berada di depan. Semalam setelah api berhasil dipadamkan, matanya sangat sulit terpejam. Akhirnya, dia memutuskan untuk keluar ke halaman setelah adzan Subuh. Matanya menatap nanar tanaman yang sebagian hangus dan sebagian menjadi abu. Dari mulai aglonema, anggrek, begonia, anthurium, sukulen, gloxinia, episcia, dan peperomia. "Ya Tuhan, hamba yakin, kalau ini adalah teguranMu karena hamba lalai dalam berbagi pada orang yang lebih membutuhkan. Maafkan hamba!" Sabrina berjongkok dan tangannya menjulur untuk memegang daun tanaman aglaonema ungu. Namun daunnya yang itu gosong dan berkerut. Tak sengaja, dia melihat sebuah batu seperti batu akik di dekat pot yang penyok. Warnanya biru sapphire polos. Sepertinya itu adalah mata cincin yang terlepas. "Sepertinya tidak asing, tapi dimana ya?" **Matahari di ufuk timur malu-malu untuk keluar dari peraduannya. Menampilkan semburat jingga yang indah disana. Erlangga sudah bersiap. Hari ini, dia sangat baha
Read more

28. Dasar pelakor!

Alis Sabrina hampir menaut melihat karyawan toko yang tadi bersikap pongah kini berlutut di hadapannya. Dia merasa tak enak karena menjadi pusat perhatian pengunjung lain. Tangannya langsung menuntun gadia di depannya untuk berdiri. "Bangunlah! Kenapa Anda malah berlutut di depan saya?" "Nona, saya tidak ingin dipecat! Tolong maafkan saya!" Setelah mengatakan itu, muncul sosok pria yang berjalan dari pintu yang sama saat Nela datang. Setelan jas hitam, sepatu pantofel hitam mengkilap, serta jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pria itu diikuti sosok pria lain berbadan agak tambun. Perutnya buncit dan kepalanya bagian atas botak. Pria tambun itu juga memakai setelan jas hitam. "Aldo?" guman Sabrina melihat pria itu. "Mas, bukankah itu Aldo yang satu tim basket denganmu?" tanyanya pada Erlangga memastikan. "Iya. Dia adalah Aldo temanku, sekaligus pemilik toko perhiasan ini." "Maafkan gue, Bro!" bisik Aldo pada Erlangga saat mereka sudah dekat. Kedua i
Read more

29. Rencana Si Kembar

"Mama, hentikan!" Sabrina langsung menoleh ke Erlangga. "Kenapa? Kenapa Mama harus berhenti? Dia telah merebutmu dari Mama!" "Ck!" Erlangga menyisir rambutnya ke belakang dengan frustasi. Lalu dia menghampiri Ratna dan memegang kedua tangannya. "Ma, tidak ada yang merebutku dari Mama. Selamanya aku tetap anak Mama. Kenapa Mama berpikir seperti itu?" Ratna tidak menjawab. Dia menghentakkan tangannya agar cekalan Erlangga terlepas. Lalu dia masuk ke dalam. "Ratna!" panggil Fredy yang sedari tadi diam dan kini mengejarnya. Erlangga berbalik menghadap Sabrina. Matanya sekilas melirik Tari dan Bukan yang bersembunyi di belakang Sabrina. "Aku minta maaf atas perlakuan Mama, Bia!" "Tidak masalah, Mas! Aku tidak apa-apa!" Lalu mereka semua masuk. Tepat bersama dengan sebuah mobil mewah yang berhenti di depan. Zaskia dan ayahnya–Santoso yang datang. Di dalam gedung, Erlangga terus menggandeng Sabrina. Bahkan saat dia berbincang dengan para investor. Sedangkan Tari dan Bulan sedang
Read more

30. Rumah Mertua

Brakkkk! "Pak, tolong jangan tangkap mereka. Kita selesaikan dengan cara baik–baik. Zaskia dan Erlangga memang akan meni–!" Kalimat Ratna menggantung. Matanya membelalak saat melihat Aldo yang tidur bersama Zaskia dan bukannya Erlangga. Dia datang bersama beberapa satpol PP. Di ikuti Fredy dan juga Santoso. "Bangun! Ikut kami ke kantor satpol PP jika tidak punya buku nikah!" teriak salah satu petugas itu hingga membuat Aldo dan Zaskia yang tidur saling berpelukan terkejut. Sebenarnya… Beberapa jam sebelum kejadian panas–panasan. "Tante punya rencana lain!" Ratna berbisik pada Zaskia, "Tante juga akan menjebak wanita kampungan itu. Tetapi dengan temannya Erlangga. Itu si Aldo. Sementara wanita itu dengan Aldo, kamu dengan Erlangga." Zaskia tersenyum licik mendengarnya. "Bagaimana? Bagus 'kan rencana Tante?" Zaskia hanya mengangguk tanpa menghilangkan senyum di wajahnya. "Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui." Setelah itu, Ratna mengambil segelas lagi dan memberikannya p
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status