Home / Romansa / Balada Duda - Janda / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Balada Duda - Janda: Chapter 121 - Chapter 130

165 Chapters

121. Tembok Yang Tinggi

Dokter baru saja keluar dari ruang ICU, ini hari kedua Ibu Widya berada di rumah sakit. Meski keadaannya sudah stabil tetapi Ibu Widya belum di bolehkan untuk di pindah ke kamar rawat biasa. "Dokter bilang apa, Mas?" tanya Rubi yang baru saja datang dengan membawa satu paper bag berisi makanan dan satu tas berisi baju ganti Ibu Widya. "Ibu baru bisa di pindahkan ke kamar rawat nanti malam, sekarang baru dimasukkan obat untuk pengencer darahnya kalo nggak salah tadi dokter bilang begitu." "Oh, syukurlah." Rubi bisa bernapas lega sekarang setelah dari kemarin dia khawatir dengan keadaan sang Ibu. "Kamar rawat ibu sudah di siapkan, sebaiknya barang-barang aku bawa kesana." Regantara meraih tas yang Rubi letakkan tadi di atas kursi tunggu kemudian mereka meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju kamar rawat inap. "Nanti malam biar aku yang jaga ibu, Mas. Kamu jaga anak-anak, ya," kata Rubi sambil membereskan barang bawaannya. "Iya, tapi kamu janji jangan terlalu capek. Kalo waktuny
Read more

122. Klien Baru

"Ayo dimakan lagi, Bu. Satu suap aja ya ...." Rubi menyendokkan kembali bubur dengan topping ayam untuk Ibu Widya. "Ibu ini ndak sakit loh, Bi ... kamu memperlakukan Ibu seperti Ibu nggak bisa makan sendiri aja." "Nanti Ibu makan sendiri, sekarang habiskan dulunya," ujar Rubi lagi. "Mulai besok terapis Ibu datang ke rumah, biar tangan Ibu yang sebelah kiri pelan-pelan bergerak lagi." "Kalo terapis yang kemarin Ibu nggak mau ah, Bi. Kok Ibu ngerasa dia kasar sekali," kata Ibu Widya. "Iya, sudah Rubi ganti mudah-mudahan yang ini cocok ya," ujar Rubi lembut. "Teh hangatnya di minum dulu." "Nak Regan pasti beberapa hari ini sibuk sekali ngurus anak-anak selama kamu urus ibu di rumah sakit." "Iya, tapi nggak apa-apa Bu toh itu juga demi anak-anak biar lebih mandiri. Oh iya, siang ini Rubi mau cek catering di kantor Mas Regan, Ibu Rubi tinggal sebentar nggak apa-apa, toh?" "Iya, nggak apa-apa kan ibu nanti di temani anak-anak." Setelah anak-anaknya berada di rumah, dan memastikan jik
Read more

123. Makhluk Alien

"Klien baru?" tanya Rubi sambil duduk di sofa ruang kerja Regantara. "Iya, sudah hampir dua minggu ini mereka mondar mandir ke kantor ini menawarkan kerjasama," jawab Regantara. "Dalam hal apa?" "Join produk, Sayang. Setahu aku perusahaan mereka ada kerjasama dengan perusahaan Papa di Jakarta, nah karena mereka sudah sekitar dua tahun ini menjalin kerjasama dengan papa sekarang mereka mencoba menawarkan kerjasama itu." "Hhmm ... menawarkan kerjasama kayak menawarkan tubuh aja," gumam Rubi. "Kenapa?" "Enggak, cuma risih aja sih liat klien kamu yang wanita tadi. Pakaiannya seperti kurang bahan, masa ke kantor rok nya sependek itu, kaya mau ke club aja." Regantara tertawa, "ternyata masih ada sisa cemburu, ya. Selama ini kamu tuh biasa aja loh kalo ketemu klien wanita di kantor aku." "Karena mereka sopan, Mas. Ada attitude nya, nah yang tadi—" "Kenapa?" Regantara meraih pinggang Rubi mendekat padanya. "Kayak mau ngajakin perang," kata Rubi kesal. "Haha, ada aja kamu. Jadi kema
Read more

124. Nasi Sudah Menjadi Bubur

Yanti terduduk di sofa, matanya sembab sudah hampir satu minggu dia tidak bekerja, dan hari ini dia memberanikan diri menemui Rubi dan Bono di ruang kerja Rubi."Ceritakan dari awal, Yan," ujar Rubi sambil mengusap punggung Yanti, sementara Bono duduk terpaku melihat dua orang yabg sudah dianggap keluarga olehnya itu saling mengasihi."Enam bulan lalu, aku berkenalan dengan seorang lelaki, Mbak. Dia kerja di sebuah perusahaan elektronik.""Lalu?" Rubi mendengarkan dengan seksama."Dia bilang dia seorang duda mempunyai dua orang anak, Mbak.""Duda?" Bono mengerutkan alisnya."Iya dia bilang di duda ... tapi nyatanya—" Yanti kembali terisak."Astaga, Yanti." Bono menepuk keningnya."Maksudnya gimana, Yan? Maksudnya dia suami orang?" Rubi kembali memastikan."Iya, Mbak." Air mata itu kembali deras menetes, Yanti mengeratkan genggaman tangannya pada kemeja besar yang dia kenakan."Terus?" Rubi semakin penasaran."Kamu ketauan istrinya, lalu di cap pelakor lalu semua orang mencaci maki kam
Read more

125. Ide Gila Yanti

"Hamil?" Regantara terkejut saat mendengarkan cerita Rubi tentang Yanti. "Iya, Mas ... lucunya lagi dia terobsesi dengan status duda seseorang." "Hah? Kok bisa?" Regantara membuka kancing kemejanya. "Dia berharap bertemu duda seperti kamu." "Astaga." Regantara tak habis pikir dengan pola pikir Yanti yang seperti itu. "Jadi, dulu saat kita baru-baru kenal satu sama lain, Yanti begitu menyukai kamu," ujar Rubi mengingat kembali masa-masa dimana baru saja mereka jatuh cinta. "Memang status dudaku kenapa?" "Menurut beberapa wanita, kamu adalah duda terkeren, baik, mapan, sayang anak dan setia." Rubi memberikan handuk mandi Regantara tanpa melihat wajah suaminya yang sudah bersemi-semi. "Masa sih?" Regantara tersenyum kecil. "Mandi dulu, ceritanya nanti lagi ... aku takut kamu ke ge er an jadi nggak jadi mandi," kekeh Rubi. "Terusin dulu, " kata Regantara menarik tangan Rubi yang akan membuka pintu. "Aku mau siapin makan malam, Mas." "Apa aku seperti yang wanita-wanita lain lih
Read more

126. Keputusan Yanti, Tanggung Jawab Bono

Rubi menghela napasnya, akhirnya Bono menceritakan niatan Yanti yang akan memberikan bayinya pada mereka. "Kenapa dia harus pergi? Kenapa dia harus jadi TKW? Kerja aja sama aku, toh meski anak itu lahir kita semua akan sama-sama merawatnya," ujar Rubi. "Pemikiran Yanti itu seperti ini, Mbak. Keluarga dia nggak ada yang tau masalah ini, dia juga nggak mau lelaki itu bertanggung jawab. Dia nggak sudi menghancurkan keluarga lelaki itu. Makanya dia perlu pergi dan menyerahkan bayinya pada kami." "Terus kamu sendiri gimana?" tanya Rubi. "Aku masih mikir, Mbak. Aku takut di kemudian hari rencana kami nggak sesuai harapan. Cinta dan kasih sayang sudah kami beri, tapi saat Yanti atau lelaki itu datang maka cerita akan lain nantinya. Drama makin panjang, Mbak." "Bener juga, Bon. Kekhawatiran pertama adalah saat mereka kembali, meski mungkin Yanti tidak menuntut, tapi bisa jadi lelaki itu tau anaknya dan akan mengambilnya begitu saja." "Ya kan, Mbak ... aku paling lelah dengan drama sep
Read more

127. Kurang Perhatian

"Gimana, Yanti?" tanya Regantara pagi itu. "Ya begitulah, Mas ... dia tetap mau resign dan pergi setelah bayinya lahir nanti," kata Rubi sambil merapikan kemeja berwarna navy yang dikenakan Regantara. "Bono akhirnya setuju mengadopsi anak Yanti, berarti?" "Iya, Menik juga sudah kepengin banget punya bayi. Kasihan juga mereka sudah lama menikah tapi belum punya anak. Mungkin sudah jalannya begini merawat anak teman sendiri." "Iya lah kalo begitu, aku kasihan sama Yanti nya. Gampang sekali terperdaya, pastikan kebutuhannya selama hamil kita juga bantu, Sayang." "Iya, pasti ... aku juga nggak akan lepas tanggung jawab. Yanti sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Kamu sampai malam lagi hari ini?" Wajah Rubi seketika cemberut, sudah tiga hari ini Regantara selalu pulang malam. "Enggak, hari ini aku pulang cepat. Semua sudah di handle oleh tim marketing. Kasihan juga Winda pulang malam terus." Ekspresi wajah Rubi kembali berubah, dia tersenyum mengingat Regantara menepati janjinya
Read more

128. Kebahagiaan Rubi

Rubi menutup pintu kamar Qiara dan Kayma perlahan. Dia baru saja selesai membacakan dongeng untuk Qiara sambil menemani Kayma menyiapkan perlengkapan kemahnya esok hari. Suara mobil Regantara pun tak lama terdengar, pukul setengah 10 malam lelaki itu baru sampai rumah. Rubi menuruni anak tangga, melangkah ke arah ruang tamu dan membukakan pintu untuk Regantara. "Hai," sapa Rubi sambil tersenyum menyambut suaminya. "Anak-anak sudah tidur?" Regantara menyematkan ciuman di kening sang istri. "Arsa dan Qiara sudah tidur, Kayma sepertinya juga sudah karena kita baru selesai beresin perlengkapan berkemah, kalo Tama sepertinya belum. Kamu mau makan? Aku siapin ...." "Aku masih kenyang, bakso siang tadi sepertinya masih memenuhi isi perutku." Sambil merangkul pundak Rubi dan Rubi merangkul pinggang Regantara mereka bersama menaiki anak tangga dan menuju ke kamar. "Mas," ucap Rubi melepaskan kancing kemeja Regantara. "Iya," jawab Regantara mengusap lembut kepala Rubi. "Tadi siang aku m
Read more

129. Perkemahan Sabtu Minggu

"Memangnya satu perkemahan?" tanya Rubi memasukkan hoodie berwarna hitam ke dalam ransel Tama. "Iya, Bun ... tempatnya kan memang khusus perkemahan cuma tempat Tama agak jauh dari tempat Kayma. Pokoknya Bunda tenang aja, Tama pasti sering liatin Kay." "Kamu sama siapa aja?" tanya Rubi lagi. "Alat mandinya di kantung belakang." Rubi kembali memasukkan alat mandi Tama. "Tama, Argo, Satrio dan Bayu, Bun." "Asal nggak aneh-aneh ya, Tam." "Iya, Bun ... Bunda kenapa sih akhir-akhir ini suka nggak percaya an sama Tama." "Kamu suka mencurigakan," kekeh Rubi. "Sudah telpon papa dulu sana ... bilang kamu jadi kemah malam ini." "Siap, Bun." Tama meraih ponselnya menghubungi Regantara. "Siap, Pa ... pasti sering Tama liatin. Ya udah kalo gitu, Tama berangkat sekarang, Pa ...." Tama mengakhiri pembicaraannya. "Pak Soleh udah nunggu di bawah, kamu hati-hati ya, inget jangan ke dekat sungai." Rubi kembali mengingatkan. "Siap, Bun ... Tama jalan, ya." Tama mencium pipi Rubi serta punggung tan
Read more

130. Sentuhan Hangat

"Ayo," ujar Tama setelah Hesti meninggalkan merekaSambil menggenggam tangan Kayma mereka berjalan mengarah ke tempat yang jauh lebih sepi hanya terlihat dua sampai tiga orang sepanjang jalan."Mas ... kita mau kemana? Kalo Kay di cariin gimana?" Kayma melangkah cepat mengikuti langkah Tama."Setelah ini acara bebas, Kay sampai jam 10 malam.""Sok tau ....""Ya tau dong, jangan lupa Mas kan kakak kelas kamu.""Mas tanggung jawab kalo Kay kenapa-kenapa ya," ancam Kayma.Langkah Tama terhenti begitu pun Kayma yang ikut berhenti tiba-tiba hingga tubuhnya berbenturan dengan punggung belakang Kayma."Mas, Bunda bilang nggak boleh dekat-dekat sungai," ujar Kayma menahan tangan Tama."Kita cuma duduk di situ kok." Tama menunjuk sebuah jembatan kecil berujung di atas sungai tanpa arus deras itu. "Ayo.""Serem, Mas." "Bawel nya Tuhan ...." Gemas Tama meraup wajah imut Kayma. "Ikut aja dan nikmati Kay pasti suka." Tama berhenti melangkah dan duduk di sisi jembatan yang terbuat dari bambu itu.
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
17
DMCA.com Protection Status