Beranda / Romansa / Balada Duda - Janda / 121. Tembok Yang Tinggi

Share

121. Tembok Yang Tinggi

Penulis: Chida
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Dokter baru saja keluar dari ruang ICU, ini hari kedua Ibu Widya berada di rumah sakit. Meski keadaannya sudah stabil tetapi Ibu Widya belum di bolehkan untuk di pindah ke kamar rawat biasa.

"Dokter bilang apa, Mas?" tanya Rubi yang baru saja datang dengan membawa satu paper bag berisi makanan dan satu tas berisi baju ganti Ibu Widya.

"Ibu baru bisa di pindahkan ke kamar rawat nanti malam, sekarang baru dimasukkan obat untuk pengencer darahnya kalo nggak salah tadi dokter bilang begitu."

"Oh, syukurlah." Rubi bisa bernapas lega sekarang setelah dari kemarin dia khawatir dengan keadaan sang Ibu.

"Kamar rawat ibu sudah di siapkan, sebaiknya barang-barang aku bawa kesana." Regantara meraih tas yang Rubi letakkan tadi di atas kursi tunggu kemudian mereka meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju kamar rawat inap.

"Nanti malam biar aku yang jaga ibu, Mas. Kamu jaga anak-anak, ya," kata Rubi sambil membereskan barang bawaannya.

"Iya, tapi kamu janji jangan terlalu capek. Kalo waktuny
Chida

Gimana ini???

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (16)
goodnovel comment avatar
Nury
wahh ternyataaa kay juga sukaa mas tamaaaaaaa
goodnovel comment avatar
Claresta Ayu
angel wes angeeeeel....
goodnovel comment avatar
Retno Yanti
bingung jg jd kayma
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Balada Duda - Janda   122. Klien Baru

    "Ayo dimakan lagi, Bu. Satu suap aja ya ...." Rubi menyendokkan kembali bubur dengan topping ayam untuk Ibu Widya. "Ibu ini ndak sakit loh, Bi ... kamu memperlakukan Ibu seperti Ibu nggak bisa makan sendiri aja." "Nanti Ibu makan sendiri, sekarang habiskan dulunya," ujar Rubi lagi. "Mulai besok terapis Ibu datang ke rumah, biar tangan Ibu yang sebelah kiri pelan-pelan bergerak lagi." "Kalo terapis yang kemarin Ibu nggak mau ah, Bi. Kok Ibu ngerasa dia kasar sekali," kata Ibu Widya. "Iya, sudah Rubi ganti mudah-mudahan yang ini cocok ya," ujar Rubi lembut. "Teh hangatnya di minum dulu." "Nak Regan pasti beberapa hari ini sibuk sekali ngurus anak-anak selama kamu urus ibu di rumah sakit." "Iya, tapi nggak apa-apa Bu toh itu juga demi anak-anak biar lebih mandiri. Oh iya, siang ini Rubi mau cek catering di kantor Mas Regan, Ibu Rubi tinggal sebentar nggak apa-apa, toh?" "Iya, nggak apa-apa kan ibu nanti di temani anak-anak." Setelah anak-anaknya berada di rumah, dan memastikan jik

  • Balada Duda - Janda   123. Makhluk Alien

    "Klien baru?" tanya Rubi sambil duduk di sofa ruang kerja Regantara. "Iya, sudah hampir dua minggu ini mereka mondar mandir ke kantor ini menawarkan kerjasama," jawab Regantara. "Dalam hal apa?" "Join produk, Sayang. Setahu aku perusahaan mereka ada kerjasama dengan perusahaan Papa di Jakarta, nah karena mereka sudah sekitar dua tahun ini menjalin kerjasama dengan papa sekarang mereka mencoba menawarkan kerjasama itu." "Hhmm ... menawarkan kerjasama kayak menawarkan tubuh aja," gumam Rubi. "Kenapa?" "Enggak, cuma risih aja sih liat klien kamu yang wanita tadi. Pakaiannya seperti kurang bahan, masa ke kantor rok nya sependek itu, kaya mau ke club aja." Regantara tertawa, "ternyata masih ada sisa cemburu, ya. Selama ini kamu tuh biasa aja loh kalo ketemu klien wanita di kantor aku." "Karena mereka sopan, Mas. Ada attitude nya, nah yang tadi—" "Kenapa?" Regantara meraih pinggang Rubi mendekat padanya. "Kayak mau ngajakin perang," kata Rubi kesal. "Haha, ada aja kamu. Jadi kema

  • Balada Duda - Janda   124. Nasi Sudah Menjadi Bubur

    Yanti terduduk di sofa, matanya sembab sudah hampir satu minggu dia tidak bekerja, dan hari ini dia memberanikan diri menemui Rubi dan Bono di ruang kerja Rubi."Ceritakan dari awal, Yan," ujar Rubi sambil mengusap punggung Yanti, sementara Bono duduk terpaku melihat dua orang yabg sudah dianggap keluarga olehnya itu saling mengasihi."Enam bulan lalu, aku berkenalan dengan seorang lelaki, Mbak. Dia kerja di sebuah perusahaan elektronik.""Lalu?" Rubi mendengarkan dengan seksama."Dia bilang dia seorang duda mempunyai dua orang anak, Mbak.""Duda?" Bono mengerutkan alisnya."Iya dia bilang di duda ... tapi nyatanya—" Yanti kembali terisak."Astaga, Yanti." Bono menepuk keningnya."Maksudnya gimana, Yan? Maksudnya dia suami orang?" Rubi kembali memastikan."Iya, Mbak." Air mata itu kembali deras menetes, Yanti mengeratkan genggaman tangannya pada kemeja besar yang dia kenakan."Terus?" Rubi semakin penasaran."Kamu ketauan istrinya, lalu di cap pelakor lalu semua orang mencaci maki kam

  • Balada Duda - Janda   125. Ide Gila Yanti

    "Hamil?" Regantara terkejut saat mendengarkan cerita Rubi tentang Yanti. "Iya, Mas ... lucunya lagi dia terobsesi dengan status duda seseorang." "Hah? Kok bisa?" Regantara membuka kancing kemejanya. "Dia berharap bertemu duda seperti kamu." "Astaga." Regantara tak habis pikir dengan pola pikir Yanti yang seperti itu. "Jadi, dulu saat kita baru-baru kenal satu sama lain, Yanti begitu menyukai kamu," ujar Rubi mengingat kembali masa-masa dimana baru saja mereka jatuh cinta. "Memang status dudaku kenapa?" "Menurut beberapa wanita, kamu adalah duda terkeren, baik, mapan, sayang anak dan setia." Rubi memberikan handuk mandi Regantara tanpa melihat wajah suaminya yang sudah bersemi-semi. "Masa sih?" Regantara tersenyum kecil. "Mandi dulu, ceritanya nanti lagi ... aku takut kamu ke ge er an jadi nggak jadi mandi," kekeh Rubi. "Terusin dulu, " kata Regantara menarik tangan Rubi yang akan membuka pintu. "Aku mau siapin makan malam, Mas." "Apa aku seperti yang wanita-wanita lain lih

  • Balada Duda - Janda   126. Keputusan Yanti, Tanggung Jawab Bono

    Rubi menghela napasnya, akhirnya Bono menceritakan niatan Yanti yang akan memberikan bayinya pada mereka. "Kenapa dia harus pergi? Kenapa dia harus jadi TKW? Kerja aja sama aku, toh meski anak itu lahir kita semua akan sama-sama merawatnya," ujar Rubi. "Pemikiran Yanti itu seperti ini, Mbak. Keluarga dia nggak ada yang tau masalah ini, dia juga nggak mau lelaki itu bertanggung jawab. Dia nggak sudi menghancurkan keluarga lelaki itu. Makanya dia perlu pergi dan menyerahkan bayinya pada kami." "Terus kamu sendiri gimana?" tanya Rubi. "Aku masih mikir, Mbak. Aku takut di kemudian hari rencana kami nggak sesuai harapan. Cinta dan kasih sayang sudah kami beri, tapi saat Yanti atau lelaki itu datang maka cerita akan lain nantinya. Drama makin panjang, Mbak." "Bener juga, Bon. Kekhawatiran pertama adalah saat mereka kembali, meski mungkin Yanti tidak menuntut, tapi bisa jadi lelaki itu tau anaknya dan akan mengambilnya begitu saja." "Ya kan, Mbak ... aku paling lelah dengan drama sep

  • Balada Duda - Janda   127. Kurang Perhatian

    "Gimana, Yanti?" tanya Regantara pagi itu. "Ya begitulah, Mas ... dia tetap mau resign dan pergi setelah bayinya lahir nanti," kata Rubi sambil merapikan kemeja berwarna navy yang dikenakan Regantara. "Bono akhirnya setuju mengadopsi anak Yanti, berarti?" "Iya, Menik juga sudah kepengin banget punya bayi. Kasihan juga mereka sudah lama menikah tapi belum punya anak. Mungkin sudah jalannya begini merawat anak teman sendiri." "Iya lah kalo begitu, aku kasihan sama Yanti nya. Gampang sekali terperdaya, pastikan kebutuhannya selama hamil kita juga bantu, Sayang." "Iya, pasti ... aku juga nggak akan lepas tanggung jawab. Yanti sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Kamu sampai malam lagi hari ini?" Wajah Rubi seketika cemberut, sudah tiga hari ini Regantara selalu pulang malam. "Enggak, hari ini aku pulang cepat. Semua sudah di handle oleh tim marketing. Kasihan juga Winda pulang malam terus." Ekspresi wajah Rubi kembali berubah, dia tersenyum mengingat Regantara menepati janjinya

  • Balada Duda - Janda   128. Kebahagiaan Rubi

    Rubi menutup pintu kamar Qiara dan Kayma perlahan. Dia baru saja selesai membacakan dongeng untuk Qiara sambil menemani Kayma menyiapkan perlengkapan kemahnya esok hari. Suara mobil Regantara pun tak lama terdengar, pukul setengah 10 malam lelaki itu baru sampai rumah. Rubi menuruni anak tangga, melangkah ke arah ruang tamu dan membukakan pintu untuk Regantara. "Hai," sapa Rubi sambil tersenyum menyambut suaminya. "Anak-anak sudah tidur?" Regantara menyematkan ciuman di kening sang istri. "Arsa dan Qiara sudah tidur, Kayma sepertinya juga sudah karena kita baru selesai beresin perlengkapan berkemah, kalo Tama sepertinya belum. Kamu mau makan? Aku siapin ...." "Aku masih kenyang, bakso siang tadi sepertinya masih memenuhi isi perutku." Sambil merangkul pundak Rubi dan Rubi merangkul pinggang Regantara mereka bersama menaiki anak tangga dan menuju ke kamar. "Mas," ucap Rubi melepaskan kancing kemeja Regantara. "Iya," jawab Regantara mengusap lembut kepala Rubi. "Tadi siang aku m

  • Balada Duda - Janda   129. Perkemahan Sabtu Minggu

    "Memangnya satu perkemahan?" tanya Rubi memasukkan hoodie berwarna hitam ke dalam ransel Tama. "Iya, Bun ... tempatnya kan memang khusus perkemahan cuma tempat Tama agak jauh dari tempat Kayma. Pokoknya Bunda tenang aja, Tama pasti sering liatin Kay." "Kamu sama siapa aja?" tanya Rubi lagi. "Alat mandinya di kantung belakang." Rubi kembali memasukkan alat mandi Tama. "Tama, Argo, Satrio dan Bayu, Bun." "Asal nggak aneh-aneh ya, Tam." "Iya, Bun ... Bunda kenapa sih akhir-akhir ini suka nggak percaya an sama Tama." "Kamu suka mencurigakan," kekeh Rubi. "Sudah telpon papa dulu sana ... bilang kamu jadi kemah malam ini." "Siap, Bun." Tama meraih ponselnya menghubungi Regantara. "Siap, Pa ... pasti sering Tama liatin. Ya udah kalo gitu, Tama berangkat sekarang, Pa ...." Tama mengakhiri pembicaraannya. "Pak Soleh udah nunggu di bawah, kamu hati-hati ya, inget jangan ke dekat sungai." Rubi kembali mengingatkan. "Siap, Bun ... Tama jalan, ya." Tama mencium pipi Rubi serta punggung tan

Bab terbaru

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 15 : Takdir Cinta

    Sudah hampir setahun keluarga Regantara tak datang kembali ke Jakarta, dan khusus tahun ini bertepatan dengan hari ulang tahun almarhum Debby mereka kembali datang. Sebelum sampai di rumah mantan mertuanya, Regantara menyempatkan diri berkunjung ke makam istri pertamanya. Regantara dan Rubi beserta ke empat anak mereka duduk bersimpuh bersisian dengan gundukan tanah berbalut rumput yang di rawat dengan baik. "Apa kabar, Ma?" Suara lirih Kayma membuka keheningan diantara mereka. Sambil mengusap nisan sang Ibu, mata gadis itu pun berkaca-kaca. Ingin rasanya dia bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini. Terlebih tentang cerita antara dia dan Tama, jika pun waktu bisa kembali dan berjalan tidak seperti saat ini, bisa jadi jodohnya adalah Tama. "Arsa, pimpin doa," ujar Regantara. Beberapa saat Arsa memimpin doa, Rubi ikut menaburkan bunga di atas gundukan tanah itu lalu dia merangkul pundak Kayma mengusapnya lembut. "Papa tinggal sebentar ya, Bunda dan anak-anak jika ingin men

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 14 : Menutup Masa Lalu

    "Sudah berapa lama kenal Kayma?" tanya Tama dengan napas memburu sambil men-dribel bolanya."Setengah tahun," jawab Saka berusaha meraih bola yang berada di dalam kekuasaan Tama."Sejauh apa?" tanya nya lagi memutar tubuhnya menghindari gerakan Saka."Sampai saat ini masih berteman dan mungkin sebentar lagi akan lebih dari sekedar teman."Tama menghentikan gerakannya, matanya menatap tajam ke arah Saka. Denga satu kali gerakan dia melambungkan bola basket dan tepat masuk ke dalam ring."Benar kata Arsa, permainan Mas Tama keren juga," ujar Saka bergantian memainkan bola yang sudah berada di tangannya.Tama mengindahkan perkataan Saka, masih terngiang di telinganya ucapan Saka yang baru saja terlontar."Lalu menurut kamu, Kayma suka sama kamu?" Tama sekarang bergantian memperebutkan bola di tangan Saka."Ibarat kata orang tua dulu, alon alon waton kelakon. Semua melalui proses Mas, dan kami sedang dalam proses itu," jawab Saka memutar tubuhnya dan memasukkan bola ke dalam ring."Keren

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 13 : Pertanyaan Di Hati

    Pukul sembilan lebih lima belas menit Tama berdiri di ambang pintu rumah besar milik Regantara. Kehadiran dirinya membuat kaget seisi rumah. Rubi berlari memeluk anak pertamanya itu, tangis rindunya tak dapat lagi di bendung."Kenapa nggak bilang kalo pulang, Nak?" Rubi masih memeluk tubuh tegap itu."Surprise, Bunda." Rubi melepaskan pelukannya, memberi ruang pada Tama untuk melepas rindu juga pada Regantara. "Sebenarnya Papa sudah tau dari Ayah kamu," ujar Regantara memeluk erat tubuh putra tirinya. "Tapi Papa nggak tau kamu sampainya hari ini." Regantara menepuk pundak Tama. "Sudah besar kamu, Nak." Mata binar memancarkan kebanggaan dari mata Regantara."Mas Tama," ucap Qiara yang juga menangis karena haru."Adik Mas Tama sudah besar, peluk dong.""Mas Tama ...." Qiara menangis karena rindu, saat di tinggal oleh Tama umurnya masih 6 tahun masih terlalu muda melepas kepergian kakak kandungnya itu."Kangen, ya?" Qiara pun menjawab dengan anggukan. Mata Tama mengarah pada sosok tubu

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 12 : Kangen Rumah

    Ghea duduk menunggu di taman kota tak jauh dari apartemen mereka, tadi sepulang dari kampus dia mengabari Tama untuk menemuinya di sana. Alasannya, agar bisa langsung makan untuk malam ini di luar. Karena minggu ini dia berjanji akan mentraktir Tama."Hai." Suara Tama mengagetkan Ghea. Gadis berambut sebahu itu menoleh. Hari itu, entah mengapa dia melihat Tama lebih tampan dari biasanya."Kok ganteng ...." Kali ini Ghea memutar tubuhnya memastikan Tama memang benar-benar beda hari itu."Kan mau di traktir, emang nggak boleh ganteng?""Jangan ganteng-ganteng, kalo aku naksir gimana?" candanya."Haha ... jadi ada kabar apa?" tanya Tama sambil menyodorkan minuman kaleng oeghangat tubuh."Duduk sini." Ghea menepuk sisi sebelah kirinya lalu mengeluarkan amplop dari tas punggungnya. "Ini.""Apa?""Masih ingat kan kalo aku pernah cerita aku mengajukan beasiswa lagi untuk melanjutkan belajar di negara ini?""Iya," jawab Tama sambil membuka amplop itu dan perlahan membacanya. "Ghe, ini serius?

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 11 : Pilihan Aku Jatuh Di Kamu

    "Jadi?" tanya Hesti sambil menunggu Kayma membereskan buku-bukunya."Jadi sih, tapi kamu temenin ya. Enggak enak kalo sendirian, nanti kesannya aku ada apa-apa.""Ya ampun, Kay. Ada apa-apa juga enggak apa-apa, selagi dia masih single bukan milik siapa-siapa. Ya lanjut aja," kata Hesti ikut meraih tas punggungnya."Emang enggak ada apa-apa, Hes. Kamu jangan mulai deh.""Kamu mau sampe kapan sih mikirin Mas Tama?"Kayma masih terus berjalan di koridor sekolah, kakinya selalu berat melangkah jika nama Tama di sebut."Enggak ada hubungannya sama Mas Tama, Hes.""Ya jelas ono, wong kamunya aja gagal move on. Pangeran di depan mata aja ketutup," sungut Hesti. "Sing tak pikirke ki Bunda, pasti sedih lihat kalian seperti ini. Saudara bukan, kekasih juga bukan tapi masih memendam cinta. Ayolah, Kay ... Saka juga nggak jauh lebih baik dari Mas Tama. Mas Tama boleh saja jadi cinta pertama kamu tapi, mungkin Saka atau lelaki-lelaki di luar sana yang akan menjadi masa depan kamu."Kayma menghenti

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 10 : Masih Ingat Dia

    Ghea beranjak dari tempat tidurnya, sudah dua hari ini dia merasakan tubuhnya sedang tidak baik-baik saja, apalagi di tambah dengan halangan yang biasa setiap bulan kaum wanita dapatkan. "Just a minute," ujarnya dengan suara yang sedikit berat. Ghea membukakan pintu apartemennya. Tama sudah berdiri membawa beberapa paper bag makanan. "Masih pagi, Tam ... masuk," ucapnya mempersilahkan Tama untuk masuk. "Aku bawain sarapan pagi," kata Tama yang langsung menuju dapur. "Setelah makan minum obatnya." Tama menyalakan kompor untuk memasak air. Sejak dua hari lalu saat Ghea mengatakan dia sakit, Tama lah yang mondar-mandir memastikan keadaan gadis itu. Maklum saja Ghea adalah perantau luar negara yang tidak mempunyai siapa-siapa. Dan Tama merasa mempunyai kewajiban karena mereka hidup sendiri di negara orang. Ghea menguncir rambutnya hingga tinggi menampakkan leher jenjangnya, dia masih terduduk lemas di sofa. "Di minum teh nya, makan ini." Tama memberikan sebungkus sandwich pada Ghea

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 9 : Membuka Hati

    Kayma masih mengenakan piyamanya pagi itu, dia berdiri di sandaran pintu kaca besar yang menghubungkan ruang makan pada taman samping rumah. Suara riuh Qiara yang bersorak tadi membangunkannya. Pandangannya jatuh pada tubuh atletis Saka yang tak mengenakan kaos, hanya dengan celana pendek Tama yang dia berikan semalam. Saka sedang asyik men-dribel bola basket dan mengecoh gerakan Arsa. "Yeay ... Qia tim Abang Saka. Semangat Abang," sorak Qiara. "Abang?" Kayma bergumam. "Eh Kak Kay udah bangun." Qiara menghampiri Kayma lalu menggandeng tangan sang Kakak dan duduk di kursi panjang. "Iya, soalnya kamu berisik," kekeh Kayma sambil mengusak rambut Qiara. Saka menghentikan permainannya, matanya menatap Kayma lalu tersenyum. Tubuh berpenuh peluh itu begitu terlihat silau terkena pantulan matahari. "Qiara kalo udah gede pengen punya pacar kayak Abang, ganteng baik lagi." "Anak kecil, mikirnya." Kayma meraup wajah Qiara. "Emang Kakak nggak suka ya? Kalo Kakak nggak suka nanti Qia bilang

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 8 : Menginap

    "Apa kabar, Kay?" Saka mengulurkan tangannya pada Kayma."Baik," jawab Kayma masih tak percaya lelaki berseragam itu ada di supermarket. "Kok ada di sini?" tanya Kayma sambil mengerutkan keningnya."Mm ... belanja," jawab Saka bohong."Hah?""Aku ... itu, belanja ... iya belanja.""Oh ....""Kamu, sendirian?""Sama Bunda di sana ... oh iya aku butuh butter dan mayonaise." Cepat-cepat Kayma meraih barang yang di minta oleh Rubi. "Saka, maaf ya aku harus pu—""Saka? Wah kebetulan sekali ketemu di sini. Sedang libur tugas?" Rubi berjalan menghampiri mereka."I-iya Tante, libur.""Kapan masuk?""Besok, Tante ....""Kalo gitu ikut Tante, makan malam di rumah, ya.""Tapi—""Tante nggak terima penolakan loh, kamu pulang sekarang juga ngapain, kan libur?""Iya, tapi—"Mata Saka sekilas menatap Kayma, rasanya kemarin saat Rubi menelponnya skenarionya hanya makan malam tidak ada menginap di rumah keluarga mereka."Kay, ayo kita antri di kasir. Saka, bisa minta tolong di dorongan troli nya ya,"

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 7 : Suatu Kebetulan

    "Hah? Cowok berseragam ... si Mas-mas Taruna? Serius?" Hesti terkejut saat Kayam menceritakan bahwa dia dan pemuda berseragam bernama Saka saling kenal. "Oh, bapaknya siap namanya?" "Saka." "Nah iya si Saka itu ternyata bapaknya satu komunitas dengan Papa Regan?" "Iya, kemarin sebelum mereka pulang, Papa mengundang keluarga Saja untuk makan siang di resto Bunda." "Ya ampun, Kay. Jodoh emang nggak kemana ya." "Jodoh apaan?" "Jodoh Mas Taruna lah .... Terus ada kelanjutannya?" tanya Hesti penasaran. "Kemarin minta nomer hp." "Aduh duuuh, Kay. Mbok kamu kasih?" "Enggak." "Laaah ... yo ngopi, Kay. Di kasih to yah, emang kenapa sih? Buka hati Kay, anggaplah berteman dulu kan nggak harus pacaran. Emang kamu bisa pastiin Mas Tama di sana nggak punya pacar?" Kayma terdiam, apa pula haknya memikirkan Tama. Bahkan lelaki yang pernah mengisi hatinya itu pun tak pernah sedikitpun menanyakan kabarnya atau sekali saja menelpon untuk mendengar suaranya. "Tapi dia kasih nomer hp nya?" H

DMCA.com Protection Status