Home / Rumah Tangga / Yang Mandul Itu Kamu, Mas! / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Yang Mandul Itu Kamu, Mas!: Chapter 161 - Chapter 170

185 Chapters

Bab 161. Peristirahatan Terakhir

POV Amar Aku berhenti berkata. Tidak ingin membuat ibu semakin sedih karena mendengar aku dan Mbak Mira berdebat. Aku kini menyadari, uang bisa menampakan karakter asli seseorang. Selama aku selalu menanggung kebutuhan Mbak Mira, dia sangat baik padaku. Namun setelah aku berhenti menanggung kebutuhannya, dia banyak berubah. Banyak karakter yang aku baru tahu tentang dirinya. Salah satunya adalah sifat kikir. Aku pernah meminjam uangnya. kebetulan saat itu dia baru saja menerima uang penjualan tanah. Tetapi tidak sepersen pun dia memberi.Aku sangat kecewa. Padahal kalau dihitung-hitung, telah banyak uang yang aku keluarkan untuknya. Mbak Mira memang kakakku, tetapi kini dia sudah menjadi seperti orang lain. Hampir setiap saat kami bertengkar. Ada-ada saja alasan yang membuat kami harus berdebat."Mas Amar, yang sabar ya." Aku menoleh ketika mendengar suara seseorang yang aku kenal. Suara yang tidak asing. Dia sudah berdiri di sampingku. Tepat di depan liang lahat.Lilis ternyata da
last updateLast Updated : 2023-07-05
Read more

Bab 162. Jangan Menjual Rumah

POV Amar Perdebatan ku dengan Mbak Mira belum berakhir hingga kami tiba di rumah Mbak Maya. Aku sungguh tidak menyangka dengan pola pikir Mbak Mira yang masih ngotot dengan keinginannya."Kenapa, Amar? Kenapa kamu yang melarang? Ini bukan rumah kamu! Ini rumah Maya! Kalah aku menyuruh untuk menjualnya, tidak masalah dong!" Aku dan Mbak Mira sedang berada di kamar Karin. Aku sengaja duduk di sini untuk menenangkan hati anak-anak Mbak Maya. Ternyata Mbak Mira masuk dan kembali memulai perdebatan."Ya Allah, Mbak? Kamu punya hati atau tidak? Hari ini kita sedang berduka. Belum cukup sehari Mbak Maya di makamkan. Mbak sudah membahas tentang keinginan menjual rumah ini. Otakmu di simpan di mana, Mbak? Pikiranmu terlalu jahat!" Aku sangat geram melihat Mbak Mira. Apalagi dia membahas tentang penjualan rumah di hadapan anak-anak Mbak Maya. Karin yang sudah mengerti tentang maksud ucapan Mbak Mira, pasti akan sangat kecewa."Ya, karena aku yang akan merawat Karin! Bagaimana dengan biaya hid
last updateLast Updated : 2023-07-05
Read more

Bab 163. Si Perempuan Rakus

POV Amar ***Setelah memikirkan matang-matang, aku akhirnya tinggal di rumah Mbak Maya, menjaga anak-anaknya. Ibu juga sudah ikut tinggal di sini. Kasihan anak-anak Mbak Maya jika tidak ada yang mengurus mereka.Mbak Mira sekarang sudah bekerja di pabrik roti. Dia sudah memiliki penghasilan sendiri untuk kebutuhannya sehari-hari. Tanah yang dulu tidak ingin di jual, akhirnya dijual beberapa meter. Uang hasil penjualan tanahnya sebagian dia belikan motor sebagai kendaraan untuknya pergi bekerja. Tetapi aku pikir Mbak Mira memberikan sedikit uang hasil penjualan tanah pada ibu. Ternyata tidak! Ibu bercerita padaku ketika kami sudah tinggal bersama di sini, uang hasil penjualan tanah dipakai sendiri oleh Mbak Mira. Padahal jika Mbak Mira berbaik hati, aku juga ingin mendapat bagian karena butuh uang. Aku sudah beberapa kali menemui orang untuk menawarkan rumahku, tetapi hingga kini belum ada yang membeli. Setidaknya jika rumah sudah laku, uangnya akan dipakai untuk membayar sebagian ut
last updateLast Updated : 2023-07-05
Read more

Bab 164. Perempuan Keras Kepala

POV Amar Aku langsung berdiri dan meninggalkan dapur. Saat ingin masuk kamar suara Karin menghentikan aku."Tante Mira kenapa, Om?" "Tidak kenapa-napa, Nak. Dia datang untuk melihat keadaan nenek kalian. Kalian main dulu ya. Om ingin istirahat." Karin dan kedua adiknya hanya mengangguk mendengar ucapanku.Tak lama setelah aku berbaring di atas kasur, aku mendengar suara Mbak Mira yang sudah ingin pulang. Kebetulan aku tidur di kamar depan. Yang langsung berhadapan dengan ruang tamu.Baru saja ingin tertidur, suara teriakan Karin mengagetkan aku."Nenek! Nenek!" "Ada apa itu?" lirihku yang langsung terbangun. Aku tergesa-gesa menuju dapur. "Ya Allah, ibu!" Aku berlari mendekati ibu. "Ibu kenapa, Bu?" ujarku sambil mengguncang pelan badan ibu. Ya Allah, ada apa lagi ini? Kenapa badan ibu jadi kaku begini. Ibu sudah terjatuh dari kursi. Aku langsung menggendong ibu untuk di bawa ke kamar. Badan ibu terasa berat dan tidak lentur. Aku seperti mengangkat batang pohon. Ada apa dengann
last updateLast Updated : 2023-07-05
Read more

Bab 165. Penyesalan!

POV Amar***Aku sedang menunggu Zali di kafe yang dulu pernah bertemu dengannya. Semalam aku menghubunginya ingin bertemu, sekedar untuk nongkrong.Sejujurnya aku ingin bertemu dengan Zali karena berharap untuk di bantu. Entah apa yang nanti akan aku katakan padanya agar dia mau membantu. Aku sudah memikirkan, tetapi Zali orang yang cerdas. Aku takut dia bertanya banyak dan membuatku sulit untuk menjawab.Sekarang, hanya dia satu-satunya harapan. Aku sudah tidak mungkin meminta bantuan pada teman-teman di kantor. Mereka sudah memberikan aku label sebagai pengutang kelas kakap. Mustahil dengan label itu, mereka masih mau membantuku."Hei, Bro. Dari tadi kamu di sini?" suara Zali terdengar. Dia berkata sambil memukul pelan bahuku. Aku langsung berbalik dan tersenyum.Aku tidak menyadari kedatangannya. Saat ini aku duduk membelakangi pintu masuk dan menghadap pemandangan di depan jendela. Sengaja ingin menyegarkan pikiran dengan melihat pemandangan yang indah."Aku juga belum lama tiba,
last updateLast Updated : 2023-07-06
Read more

Bab 166. Maaf, Aku Berbohong

POV Amar Percakapan kami terhenti saat seorang pelayan membawa minuman yang dipesan oleh Zali. Setelah pelayan pergi, Zali kembali mengulang pertanyaan. Sepertinya aku harus bercerita agar mendapatkan simpati dari Zali. Berharap dengan aku merendahkan diri, dia mau membantu."Aku sebenarnya belum memiliki anak, Bro. Maaf waktu itu sudah berbohong."Zali tampak sangat kaget mendengar ucapanku. Terserah, jika dia akan menganggapku pembohong. Aku sudah tidak peduli. Memang kenyataan, aku pernah membohonginya demi harga diri yang tidak ingin diinjak."Bukan kah dulu kamu sudah lama menikah? Aku pernah dengar dari teman. Kalau tidak salah, saat aku masih merintis usaha, kamu sudah menikah. Dan kalau tidak salah ingat, kamu yang lebih dulu menikah daripada aku."Aku pun mulai merangkai cerita tentang masa lalu yang belum ingin di lupa. Masa lalu bersama Arumi sangat indah. Aku masih belum rela jika masa itu kini telah menjadi kenangan. Masa yang sangat menyimpan rasa penyesalan. Masa yang
last updateLast Updated : 2023-07-06
Read more

Bab 167. Arumi Hamil

POV Amar ***Aku kembali mendatangi rumah sakit yang ada di kota. Namun kali ini bukan lagi karena mengantar Mbak Maya, tetapi mengantar ibu. Dokter umum yang ada di rumah sakit daerah merujuk Ibu ke rumah sakit kota karena rumah sakit daerah tidak memiliki dokter spesialis saraf.Aku tak menyangka, teman yang dulu sering aku hina, kini dialah yang membantu saat susah. Tanpa dendam dan terlihat tulus. Semua biaya berobat ibu ditanggung oleh Zali tanpa aku harus melunasi. Dia juga melunasi biaya tunggakan BPJS ibu.Aku tidak tahu akan membalas kebaikan Zali dengan apa. Dia sudah terlalu baik. Ya, meskipun dia tidak membantuku melunasi hutang. Bagiku membantu pengobatan ibu sudah lebih dari cukup."Ibu, aku tinggal bentar ya. Mau mengambil obat di Apotik," ibu hanya mengangguk. Entah kenapa, sekarang ibu sudah jarang bicara dan tidak seceria dulu. Aku terpukul melihat keadaan ibu yang sekarang. Dulu, awal terkena stroke, ibu masih mau aku ajak bicara. Setidaknya setiap kali aku beruca
last updateLast Updated : 2023-07-06
Read more

Bab 168. Mbak Mira Melihat Arumi

POV Amar Saat masuk ke dalam kamar, ibu ternyata masih berbaring. Aku menghampirinya."Bu, makan dulu ya. Sekarang sudah waktunya untuk makan. Setelah itu ibu minum obat supaya cepat sembuh," ujarku lembut pada ibu. Aku mengusap rambut ibu yang sudah memutih sebagian. Ibu menggelengkan kepala. Aku tersenyum untuk merespon. Beberapa hari ini, ibu memang agak susah disuruh untuk makan. Aku harus membujuk ibu dengan sangat sabar agar mau makan."Kalau ibu tidak makan, kapan akan sembuh? Ibu bisa kehabisan tenaga. Ibu juga tidak bisa minum obat kalau belum makan. Karena obat yang diresepkan dokter harus diminum setelah makan. Sekarang ibu makan, ya," ujar ku lembut masih dengan tangan yang mengusap puncak kepala ibu. "Ingin mati," ujar ibu dengan terbata. Bibirnya masih sulit untuk berkata dengan jelas. Kemarin dokter sudah melakukan pemeriksaan pada ibu. Setelahnya ibu diperbolehkan untuk rawat jalan. Hanya saja setelah pulang dari dokter, badan ibu panas tinggi. Aku tidak ingin gega
last updateLast Updated : 2023-07-06
Read more

Bab 169. Mbak Mira Iri

POV Amar Aku tersenyum sinis mendengar ucapan Mbak Mira. Dia terlalu percaya diri mengatakan dirinya cantik. Kalau Mbak Maya, aku akui dia cantik. Tetapi Mbak Mira tidak secantik Mbak Maya. Entah apa yang sudah terjadi denganku. Kini pikiranku tentang Mbak Mira sangat buruk. Mungkin karena terlalu membencinya. Sehingga apapun yang dia katakan, aku tidak suka."Arumi menikah dengan lelaki kaya raya, wajar kalau sekarang dia cantik. Kalau dulu 'kan, aku hanya memberinya uang satu juta. Itu pun hanya cukup untuk makan sehari-hari. Mana bisa merawat diri? Uang yang aku kasih saja kurang. Apalagi kedua kakakku sering mengambil makanan di rumahku. Untung Arumi perempuan yang penyabar, tidak pernah mengeluh dengan sedikitnya uang yang aku kasih. Jangankan mau perawatan, bahkan aku tidak pernah membelikannya baju baru. Uangku habis untuk menyenangkan hati Mbak Mira dan Mbak maya." "Kamu apa-apaan sih, Amar? Kenapa sekarang ucapanmu sangat baik terhadap Arumi. Dia itu perempuan tidak baik.
last updateLast Updated : 2023-07-06
Read more

Bab 170. Tidak Mengindahkan Keinginan Ibu

POV Amar "Maafkan aku, Bu. Aku tidak bisa mengendalikan emosi mendengar ucapan Mbak Mira."Aku memahami kondisi ibu. Pasti sangat terluka melihat dua orang anaknya selalu bertengkar. Tetapi aku juga tidak bisa mengalah. Perkataan Mbak Mira selalu saja membuat emosiku memuncak."Amar, apakah benar Arumi sudah menikah? Benarkah sekarang dia telah hamil?" tutur ibu dengan suara yang sangat pelan dan terbata.Aku menatap sendu perempuan di depanku. Aku lalu mengangguk. "Sudah, Bu. Aku tidak tahu sudah berapa bulan dia hamil. Perut Arumi sekarang sudah besar.""Kamu lihat Arumi dimana?" Ibu kembali bertanya. "Sebenarnya dulu waktu Mbak Maya berobat di sini, aku pernah bertemu Arumi. Dia jalan bersama suaminya. Tadi juga aku bertemu dengannya."Cukup sampai di situ penjelasanku. Tidak perlu menceritakan semuanya ke ibu.Aku teringat di waktu itu. Saat suami Arumi memukulku membabi buta. Saat itu aku berbohong pada ibu jika jatuh dari motor. Tidak mungkin berkata jujur jika telah dipukul o
last updateLast Updated : 2023-07-06
Read more
PREV
1
...
141516171819
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status