Semua Bab Yang Mandul Itu Kamu, Mas!: Bab 141 - Bab 150

185 Bab

Bab 141. Perubahan Mantan Istri

POV Amar ***Aku saat ini sedang berada di toko yang menjual perlengkapan rumah tangga. Tepatnya, sedang duduk di kursi tunggu yang ada di depan toko. Ibu menyuruh untuk membeli peralatan dapur. Tetapi aku sudah lupa dengan semua peralatan yang di pesan oleh ibu. Pikiranku buyar ketika melihat Arumi. Istri yang satu tahun lalu aku ceraikan, kini sudah sangat berubah. Badan Arumi sedikit berisi, tidak sekurus saat menjadi istriku. Baju yang digunakan pun terlihat mahal. Arumi terlihat sangat cantik. Kulitnya sudah putih, jauh berbeda saat masih menjadi istriku. Dulu wajah Arumi sangat kusam, berjerawat dan dipenuhi noda hitam. Sekarang, wajah kusam itu terlihat sangat mulus. Tampak lebih muda dari usianya. Tadi sepertinya Arumi kaget saat melihatku. Aku bisa menebak dari raut wajahnya.Kenapa dia tak menyapa? Bahkan saat aku mengejar untuk mengatakan maaf, dia juga seolah tak ingin melihatku? Ya, aku mengatakan maaf. Entah kenapa, ucapan itu keluar saja dari bibirku. Padahal bukan i
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-21
Baca selengkapnya

Bab 142. Menjadi Tulang Punggung

POV AmarUang yang ada di dompet bisa habis kalau aku belanja di sini. Dari tadi bolak balik mencari barang yang harganya murah, tetapi tidak di dapat. Harga wajan paling murah tiga ratus ribu. Tidak sesuai dengan yang aku inginkan. Aku akhirnya memilih pulang. Singgah lebih dulu di warung depan jalan yang ada di dekat rumah sakit. Ingin membeli makanan untuk ibu, Mbak Mira dan Mbak Maya. Nanti saja kalau membeli panci dan wajan. Mungkin lebih murah jika membeli di pasar. "Kenapa kamu lama sekali, Amar? Ibu sudah lapar. Apa kamu pergi beli panci di luar negeri, makanya bisa sangat lama?" Baru saja aku membuka pintu penginapan, amarah ibu telah menyambut. Aku langsung masuk dan menaruh makanan yang baru saja di beli di lantai."Mana panci dan wajan yang ibu perintahkan untuk dibeli? Jangan katakan, kamu lupa beli?"Ibu kembali berujar ketika aku baru saja duduk. "Harganya mahal, Bu. Aku tidak jadi beli. Nanti saja aku cari di pasar." Aku kini memilih berbaring. Sebenarnya aku juga
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-26
Baca selengkapnya

Bab 143. Terlilit Hutang 

POV Amar "Seharusnya Mbak Mira tidak perlu ikut. Hanya menghabiskan uang saja. Kalau Mbak tidak mau makan seadanya, ya kerja. Mbak masih punya tangan untuk bekerja. Jangan hanya mengharapkan uang dari aku." Terserah jika ibu marah mendengar perkataanku. Jujur, aku juga butuh istirahat. Capek memikirkan keluarga yang rasanya tidak pernah memikirkan keadaanku. Aku sudah bekerja banting tulang. Tetapi tidak dihargai.Tak perlu melihat wajah Mbak Mira, aku yakin dia pasti kecewa mendengar ucapanku. Aku tidak merasa bersalah atas kalimat yang baru saja terucap. Perkataan Lilis dulu benar, Mbak Mira masih kuat. Dia mampu untuk bekerja. Ada banyak pekerjaan yang tidak akan mendapat hinaan jika dia melakukannya. Aku sudah pernah membahas ini pada ibu, menyuruh Mbak Mira untuk bekerja. Hanya saja, ibu justru marah padaku. Mengatakan jika aku tidak punya perasaan, telah menyuruh Mbak Mira bekerja. Aku sekarang sadar. Jika didikan orang tua pada kedua Mbakku, salah. Mereka terlalu di manja.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-26
Baca selengkapnya

Bab 144. Rasanya capek!

POV AmarLama merenung di luar penginapan, aku pun kembali masuk. Ternyata ibu, Mbak Mira dan Mbak Maya tidak menyisakan aku sedikitpun makanan. Mereka bahkan tidak mengingat atau menanyakan, aku sudah makan atau belum."Mbak, tanah Mbak yang diberikan oleh ibu kita jual saja. Sekarang kita sedang butuh banyak uang. Apalagi Mbak juga tidak mau membantuku mencari uang," ujarku setelah duduk di dekat ibu, tepat di hadapan Mbak Mira. Penginapan yang kami ambil, ukurannya tidak terlalu besar. Kami semua akan tinggal di satu kamar penginapan ini. Mau bagaimana lagi, aku tidak punya uang untuk menyewa tempat yang lebih bagus."Enak saja! Aku nggak mau! Itu harta yang diberi oleh ayah dan ibu. Kita semua 'kan dapat bagian. Kenapa kamu menyuruh untuk menjual tanah aku?" "Yang punya tanah kosong sekarang hanya Mbak. Itu satu-satunya harta yang sekarang bisa kita jual untuk mendapatkan uang." Aku berkata dengan suara yang sedikit meninggi. "Benar kata Amar. Mungkin dengan menjual tanah itu,
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-26
Baca selengkapnya

Bab 145. Tangisan ibu 

POV Amar"Waktu itu ibu pinjam untuk beli tas yang di jual oleh Bu Keni. Harga tasnya tiga puluh juta. Teman-teman arisan ibu banyak yang beli karena katanya harga tas itu seratus juta lebih, tetapi di jual murah, menjadi tiga puluh juta. Ibu juga ingin punya tas mahal. Meskipun ibu belum pernah naik haji, tapi ibu juga ingin berpenampilan seperti para ibu ibu haji." Aku langsung mengurut pelipis. Sungguh alasan yang sangat tidak masuk akal. Aku ingin marah pada ibu. Tetapi tidak ingin melukai perasaan ibu."Ya Ampun, Ibu! Maksud ibu, tas yang katanya branded, tetapi ternyata palsu. Tas yang katanya terbuat dari bahan mahal, ternyata teman ibu itu menipu." Suara Mbak Mira terdengar sangat menggelegar. "Iya. Mana ibu tahu kalau ternyata tas itu palsu. Ibu beli karena ada dua orang teman ibu juga beli. Ibu 'kan malu kalau terlihat tidak punya uang. Apalagi teman-teman ibu tahu kalau ibu punya anak yang PNS."Ucapan ibu membuat kepalaku semakin sakit. Sebenarnya apa yang harus dibangga
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-26
Baca selengkapnya

Bab 146. Teman Yang Sombong

POV Amar***"Aku ingin menjual rumahku. Apa kamu tidak berniat untuk membeli?" tanyaku pada Zali. Dia teman sekelas ku dulu saat sekolah SMA. Kami tidak terlalu dekat karena dia dulunya orang miskin. Aku malu jika bergaul dengannya. Tetapi sekarang dia sudah menjadi pengusaha yang sukses. Aku pernah dengar jika dia telah memiliki beberapa bengkel dan ada pula beberapa mebel. Semalam aku menghubunginya karena ingin bertemu. Aku ingin menjual rumahku padanya. Rencananya uang dari hasil penjualan rumah akan dipakai untuk membayar semua hutangku dan ibu. Aku tidak memiliki harta lagi selain rumah. Terpaksa aku harus menjualnya karena keadaan. Diantara semua teman-teman sekolah, Zali lah yang aku pilih untuk menawarkan. Karena melihat sekarang dia semakin sukses. Pasti juga memiliki banyak uang."Kenapa mau di jual? Kamu butuh uang?" tanya Zali setelah meminum seteguk kopi. Saat ini kami sedang berada di kafe dekat salah satu bengkel Zali."Hahaha, ternyata kamu bisa juga bercanda. Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-26
Baca selengkapnya

Bab 147. Zalim Terhadap Istri 

POV AmarAku berusaha tersenyum. Padahal hati sudah sangat panas. Percuma aku datang menemui Zali. Harapan tidak membuahkan hasil. Zali terlalu sombong. Seharusnya dia tidak perlu menceritakan jika memiliki lima unit rumah. Kalau aku mendoakan yang tidak baik untuknya, pasti akan terjadi. Aku merasa terdzolimi atas ucapannya."Oh tidak masalah. Aku bisa menjualnya ke orang lain. Aku lebih dulu menawarkan ke kamu, karena kita teman kelas. Siapa tahu kamu butuh rumah. Ternyata kamu juga sudah punya rumah." Aku berusaha tenang. Dulu aku bisa menghina Zali sesuka hari. Sekarang sudah tidak mungkin. Dia sudah lebih kaya dariku. "Iya, maaf ya. Satu rumahku yang ada di kota juga kosong. Istriku tidak ingin disewakan ke orang lain. Tetapi aku mengikut keinginan istri. Karena rumah itu aku berikan untuknya saat dia ulang tahun." Sepertinya Zalin sengaja ingin memamerkan hartanya. Dari tadi perkataan yang keluar dari bibirnya hanya kalimat yang membuatku ingin muntah. Hanya menceritakan ten
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-26
Baca selengkapnya

Bab 148. Mungkinkah Aku Di Hukum

POV Amar"Kamu masih ingat si Wawan, teman sekelas kita?" Aku mengangguk. Aku pun berucap, "ingat. Si Wawan yang sering duduk di depan 'kan? Aku tidak mungkin lupa, dia sainganku dulu.""Haha, iya. Yang selalu bersaing dengan kamu untuk menjadi juara kelas. Sayangnya kamu tidak pernah mendapat juara satu dan dua. Selalunya peringkat tiga atau empat. Hahaha … Aku selalu bisa mengalahkan kalian. Meskipun dulu aku cupu dan kalian selalu membullyku. setidaknya peringkatku di kelas selalu menjadi yang terbaik." "Sombong sekali anda. Memangnya ada apa dengan si Wawan. Bagaimana kabarnya?" ujarku disertai tawa kecil. Ucapan Zali seakan menyinggungku. Mungkin dia sengaja. Atau ingin melampiaskan dendam.Sebenarnya aku masih ingin merayu Zali agar membeli rumahku. Tetapi aku tidak tahu harus berkata apa. Sekarang aku pun tidak tahu cara untuk mencairkan suasana selain mengikuti topik pembicaraan yang dibahas oleh Zali. Selain Zali, aku tidak tahu akan menjual rumah pada siapa. Tidak mungkin
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-26
Baca selengkapnya

Bab 149. Garis Dua!

***Aku tak mampu berkata. Tangan kanan menutup mulut dan di tangan kiri ada benda kecil. Ya, benda kecil yang terdapat garis dua. Aku masih menatap sambil terduduk di lantai toilet. Air bening dari mata telah terjatuh. Hening, tak bersuara."Ya Allah, benarkah ini? Aku tidak sedang bermimpi 'kan?" lirihku. Deras Air mata telah membasahi pipi.Aku lupa kapan terakhir haid. Tetapi aku pastikan jika sudah telat. Setelah bercerai dengan Mas Amar, aku tidak pernah lagi menulis tanggal haid dan berapa lama hari haid. Bagiku, untuk apa menulis tanggal haid. Lagi pula selama ini aku selalu kedatangan tamu di setiap bulannya. Namun dibulan ini aku belum juga haid. Padahal sekarang sudah mau memasuki bulan yang baru. Aku juga merasakan keanehan di badan. Sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Badan yang terasa hangat, tetapi bukan demam. Aku juga merasa tidak enak makan. Sudah beberapa hari ini aku berpikir jika terkena penyakit lambung. Hanya saja tidak mungkin. Setelah kondisi
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-02
Baca selengkapnya

Bab 150. Diratukan Oleh Suami

"Jelaskan ke aku, ada apa sebenarnya. Apa maksud testpack garis dua itu? Sayang pernah katakan jika tidak mungkin bisa hamil. Apa yang sudah sayang sembunyikan dariku?" Yuda bertanya setelah menaruh diriku di atas sofa. Jarak wajah kami sangat dekat. Bahkan aku bisa merasakan hembusan nafas Yuda. "Maafkan aku!" Kini dada terasa sesak. Aku tak mampu menahan bulir air mata. Semua tumpah. Aku menutup wajah. Ya Allah, aku takut jika Yuda marah padaku. Takut jika dia akan menceraikan aku. "Kenapa minta maaf, sayang? Ceritakan baik-baik ke aku. Percayalah, aku tidak akan marah tentang apapun yang sayang jelaskan." Yuda berkata setelah mengangkat kembali wajahku yang telah menunduk. Kedua tangannya kini menghapus air mataku. Tatapannya yang sendu, seakan memaksa untuk membalas tatapan. "Maafkan aku karena telah berbohong. Aku tidak mandul. Dulu, aku sengaja mengatakan itu agar kamu berhenti mengejarku. Dulu, aku berkata begitu agar kamu tidak lagi memiliki niat untuk menikah denganku. A
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
19
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status