Semua Bab Suami Terhinaku Seorang Miliuner: Bab 81 - Bab 90

110 Bab

Manusia² Berhati Malaikat

Kakek juga ikut berpihak pada kebenaran, cucunya yang berbuat salah tidak dibela olehnya melainkan kakek membela hebat kepada kami pihak yang dirugikan dan disakiti. “Maukah kamu menikah lagi denganku? Will you merry me again?” Mas Adji mengeluarkan cincin emas. Aku mengangguk mengiyakan dengan sangat senang. Aku benar-benar terkesan dengan rencana Tuhan. Begitu indahnya skenario yang dia susun. Tidak bisa ditebak oleh manusia. “Tapi, tunggu masa iddahku dulu, Mas.” “Tentu, ga lama juga kan.” “Lama, Mas. Kamu harus nunggu sampai aku lahirin anak kita.” Aku mengelus perutku. “Apa? Anak kita?” Mas Adji menaikkan sebelah kenaingnya. “Kamu hamil, Nay?” Senyumannya mengembangkan lagi. Aku tidak bisa mengulum senyumku. Anggukan penuh cinta membuatku sangat bersemangat. Sudah sangat lama Mas Adji mengharapkan keturunan, dan di akhir cerita ini dia mendapatkannya. “Aku hamil anak kamu, Mas. Sudah mau jalan tujuh bulan. Anak yang sudah lama kamu tunggu. Sekarang Allah menganugerahkanny
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-28
Baca selengkapnya

Maafkan Aher

Lina dan Mbak Lisa sedari tadi berdiri mematung menatapku. Aku memeluk mereka berdua. Jasa mereka berdua sangat besar kepadaku. Tanpa mereka, aku tidak akan keluar dari zona menyakitkan itu. Lina dan Mbak Lisa bersama Sarah memberikan selamat kepadaku. Aku meminta Mas Adji untuk mencarikan mereka pekerjaan yang jauh lebih bagus daripada menjadi seorang ART. Mas Adji tentu saja dengan mudah mendapatkan pekerjaan untuk mereka, mereka diangkat menjadi karyawan di cabang perusahaan Mas Adji yang ada di kota ini sehingga mereka tidak perlu pergi jauh dari tempat tinggal mereka. “Makasih ya, Mbak Nay.” “Aku yang berterima kasih sama kalian. Makasih ya Sarah, Lina, Mbak Lisa. Kalian baik banget sama aku.” Aku merasakan kehangatan yang penuh dengan cinta. Dikelilingi oleh orang-orang baik sungguh membuat setiap waktu menjadi indah dan berharga. “Mama,” ucapku. “Naya.” “Maafin Mama ya, Nay. Mama sudah memaksa kamu buat nikah sama Rizki lelaki baji***n itu. Ternyata dia pemilik investasi b
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-19
Baca selengkapnya

Pulang ke Rumah

Aku masih memikirkan apa yang ingin kuketahui dari Aher dan Mas Adji selama aku tidak ada. "Nay, sebaiknya kita rayakan kepulanganmu dulu.". Mas Adji meminta padaku dengan lembut. "Tapi, Mas. Aku mau tahu semuanya," desakku. Mas Adji hanya mengangguk seraya tersenyum lembut kepadaku. Tiba-tiba salah seorang pelayan di rumah ini menghampiri kami. "Pak, semuanya sudah siap." Kemudian dia berlalu. "Baik. Sekarang kita ke sana dulu. Aku janji pasti akan ceritain semuanya. Bukan begitu, Her?" Aher mengangguk. Aku pasrah saja, aku mengikuti apa yang diperintahkan Mas Adji yakni mengikutinya. Berbagai hidangan sudah tersedia di atas meja panjang, beragam makanan serta minuman telah tersaji rapi dengan aroma yang sangat memanjakan hidung dan mata. Mas Adji menarikkan kursi untukku duduk. "Silakan!" ujarnya. Aku pun duduk menghadapi hidangan yang ada di atas meja panjang ini. Mas Adji menarik juga kursi yang ada di depanku kemudian duduk yang mana di sebelahnya ada Aher. "Mari, nik
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-14
Baca selengkapnya

Terimakasih, Naya

Aku merasa sangat dihargai di dalam keluarga ini. Tidak ada yang berusaha merusak moodku yang mudah berubah ini. Terlebih Mas Adji yang tetap berusaha memperhatikanku itu. Dia sangat menjagaku dan selalu menanyakan apa inginku. Aku capek? Mau istirahat? Apapun untuk kenyamananku. Bukan hanya semata-mata karena aku sedang mengandung, Mas Adji memang begitu sejak dulu. Pak Kusuma menatap wajahku, di tangannya ada sebuah kotak kado kecil yang dia minta untuk jemariku meraihnya. "Apa ini, Pak?" tanyaku. "Sebuah hadiah kecil, Nay. Ambilah!" titahnya. Perlahan jemariku mengambil kado kecil berbentuk kotak tersebut. "Buka!" timpalnya. Aku membuka ujung pita yang membalut rapi kado. Mataku tercengang, kutilikkan mata ke arah mama yang juga tercengang sepertiku, sebuah perhiasan yang sangat indah dan sudah terkenal dengan kemewahan kepastantisan rupiah yang dikeluarkan untuk satu perhiasan kecil ini. "Pak," ujarku. Pak Kusuma mengangguk dan tersenyum saja, dia pun berjalan menuju Mas A
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-23
Baca selengkapnya

Ancaman dari Keluarga

Pagi menyapa segarnya raga yang sudah lumayan merasa lega setelah menjalani perjalanan yang cukup melelahkan kemarin. Ketukan pintu membuatku bergegas mengikat rambutku dan menutupnya dengan kain labuh berwarna abu. Aku melangkah cepat menuju pintu. Ceklek... Pintu rumahku terbuka, senyumanku melengkung saat mata bersitubruk dengan tamu yang berdiri tepat di depan mata. "Paman, Tante," ucapku, akupun meraih tangan mereka dan mencium punggung tangannya. Aku merasa bimbang saat tante tiba-tiba menarik tangannya dengan kasar. "Silakan masuk Paman, Tante!" Aku mempersilakan. Wajah angkuh tante sangat menonjol, jauh berbeda dengan ekspresinya tadi malam waktu di rumah Mas Adji. Aku berusaha melayani mereka dengan baik. "Paman, Tante. Mau minum apa?" tanyaku lembut. "Tidak perlu," sambar tante dengan ekspresi yang buruk. "Kami ke sini cuman buat ngasih tau kamu sesuatu ya, Nay. Dengerin!" sambung tante. Sekilas aku menilik ke arah paman, dia hanya diam seribu bahasa sedari tadi. "
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-26
Baca selengkapnya

Siapa Pelakunya?

"Andin!" Tiba-tiba saja mama berteriak dan memecah keheningan. Aku bergegas menuju kamar mama dengan perasaan khawatir. "Mama," ucapku saat melihat mama yang sedang berdiri di kamarnya. "Mama, ada apa?" tanyaku panik dan cemas. "Nay, Andin." Mama menangis seraya menyerahkan kepadaku ponselnya. Sepertinya dia baru saja menerima panggilan telepon sehingga membuatnya begitu histeris. Aku mengambil ponsel tersebut dan menempelkan ke telinga. "Hallo! ini siapa. Hallo!" Ternyata panggilan sudah usai tiga dua menit yang lalu. Panggilan dari nomor yang tidak dikenal. "Nay, Andin, Nay." Mama selalu menyebut nama kak Andin. "Iya, Ma. Ada apa, Kak Andin kenapa? Tadi siapa yang telpon?" Mama masih saja menangis dan menyebut nama Kak Andin. Aku tidak bisa mendesak dan memaksanya berbicara untuk menjawab semua pertanyaanku, aku memeluk mama dan mengelusnya pelan. "Ma, istighfar Ma. Istighfar." Aku terus memeluk mama dengan erat sampai suara isakannya berkurang. "Ma," panggilku seraya mele
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya

Pergi Ke Pantai

'Nay, kamu lagi sibuk?' tanya Mas Adji dari balik telpon. Aku mematung. 'Aku harus jawab apa?,' gumamku dalam hati. 'Nay. Hallo. Aku cuman mau ngajak kamu sama mama ke pantai, liburan.''Iya, Mas. Anu, kalau boleh tahu perginya sama siapa saja?' 'Cuman kita bertiga ditambah sama Aher, gimana?' 'Tapi, aku tanya sama Mama dulu ya.' 'Tentu, Nay. Silakan!' 'Tunggu sebentar!' Aku merasakan kebingungan. Antara ingin ikut dengan ajakan Mas Adji atau tidak. Aku masih teringat dengan ancaman tante serta telepon tak dikenal masuk ke ponsel mama. "Ma," panggilku. Mama duduk di bibir ranjang. Di tangannya ada foto berbingkai yakni toko Kak Andin waktu masih kecil. "Iya, Nay. Ada apa?" Mama segera menyeka air matanya dan menaruh foto berbingkai itu ke bawah bantal. "Ma. Ini Mas Adji ngajakin kita buat ke pantai. Mama mau ikut?" tanyaku lembut. "Ke pantai? Ide yang sangat manis. Silakan kamu pergi sama Adji. Mama tinggal di rumah saja." "Tinggal? Kalau Mama nggak ikut, Naya juga nggak
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-07
Baca selengkapnya

Mama Hilang

Hatiku masih terasa tidak karuan, namun sebisa mungkin aku menutupi rasa ketakutan ini degan benar agar maa tidak merasa semakin khawatir. Aku Naya,Kanaya yang tidak betah bisa berada di bawah ancaman ini sekarang merasaketaakutan. Tidak, sepertinya ini bukanlah aku. ''Nay, kamu kenapa? Apa ada yang sakit?’’ tany Mas Adji. ‘’Enggak Mas, aku baik-baik saja.’’ ‘’Kalau ada apa-apa kamu bilang ya sama aku!’’Anggukan pelan aku berikan. ‘’Sekarang, mari kita menikmati kehidupan ini!’’ Bersenang-senang, namun entah mengapa hatiku sangat sulit untuk merasakan kesenangan ini. Aher dan Mas Adji tentunya bahagia saja, karena mereka tidak mengetahui apapun tentang kegundahan hatiku dan mama kala ini. '’Mama?’’ Aku baru saja menyadari akan ketidak hadiran mama setelah dia pamit untuk ke tandas beberapa menit yang lalu. ‘’Mas!’’ teriakku memanggil Mas Adji yang sedang merendam badannya di pantai. Mas Adji sontak saja keluar dari air, mendatangiku.‘’Nay, ada apa?’’ tanya Aher dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-24
Baca selengkapnya

Jujurlah!

Kami telah berusaha mengelilingi sekitaran pantai yang juga dibantu oleh para petugas, namun hasilnya nihil. Mama masih belum ditemukan. “Mas, gimana ini, Mas?” tanyaku. “Nay. Mama bawa handphone nggak? Kita coba hubungin nomornya, siapa tahu kita dapat titik terang.”“Oh iya, Mas. Aku lupa kalau mama bawa handphone. Tunggu, aku coba hubungin. Semoga aja diangkat.” “Iya, Nay.” Dengan tangan yang gemetar aku mengeluarkan ponselku dari dalam tas kecilku. Mungkin ini adalah harapan terakhir bagiku. “Ma, angkat telpon Naya Ma. Ma, Naya khawatir,” ucapku serta menelpon mama berulang kali yang tidak ada kudapati jawaban. (Hallo) (Ma, Mama di mana? Mama jangan takut) (Takut kenapa, Nay? Mama nggak kenapa-napa. Ini Mama di rumah) (Apa? Di rumah?) Aku nggak habis pikir dengan jawaban mama yang teramat santai itu. Seperti tidak ada dosa dari tutur katanya, sedangkan kami di sini mati-matian nyariin dia. (Kok bisa, Ma. Mama pulang pakai apa? Kok nggak bilang sama kita?)
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-25
Baca selengkapnya

Hilang Lagi

“Mama beneran nggak terjadi apa-apa?” tanyaku lebih serius saat Mas Adji sudah melenggang pergi dari rumah kami. Mama diam tanpa menjawab pertanyaanku, hentakan nafasnya lambat namun lebih keras dari biasanya. “Sudah ah, Nay. Mama mau istirahat.” Mama meninggalkanku sendirian di ruang depan, melenggang pergi menuju kamarnya yang langsung dia tutup pintunya. “Aku yakin, ada sesuatu yang terjadi pada mama.” *** Shalat sudah mulai rutin aku tunaikan, yang dimulai hanya dua waktu kini telah sempurna menjadi lima waktu. Perut kini kian membesar dan masa iddah juga hampir berakhir. Dering telepon dari dalam kamar membuatku bergegas pergi mendatangi. Belum sempat aku melihat layar ponselku, deringnya telah berhenti terdengar. ‘’Nomor yang sama yang waktu itu menghubungi mama,’’ gumamku setelah melihat riwayat panggilan. Aku mnggenggam ponselku. Kuambil laptop yang telah lama tidak menyala dari dalam almari. Setelah kabel charger mengisi daya, monitor mulai bercahaya. Kutekan beberapa a
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-08
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status