All Chapters of Istri yang Kabur di Malam Pertama: Chapter 121 - Chapter 130
183 Chapters
Bab 76 Baik Hati
Bab 76Keesokan harinya Ana sudah mulai bekerja membantu Rahma. Ia sudah selesai menyuapi Aira dan memberi minum susu. Setelah itu, Aira digendong sebentar sudah pulas dan ditidurkan di kasur kecil yang sibawa di ruang keluarga. Di sana sudah ada Gita yang menunggu sambil menonton televisi. Ana mengulas senyum melihat respon baik dan ramah yang ditunjukkan tuan rumah ini. Berbeda dengan ART dan satpam yang kurang menyukai dirinya, Ana tetap berlaku sopan pada mereka. Teringat percakapan semalam, Ana bersyukur tidak dicecar lebih jauh tentang ayah Aira. Ana menjawab kalau ayah Aira bekerja di ibukota dan ia sedang mencarinya. Tidak ada lagi pembicaraan mengenai masalah itu, makan malam pun berlangsung lancar. "Bu, nanti kalau Ai bangun, saya ada di sebelah ya," ucap Ana meminta izin meninggalkan Aira. "Tenang saja, nanti saya panggil kamu, Na. Di sini ada bibi juga yang bisa jagain Aira. Iya kan, Bi?" "Eh, hmm, iya Nyonya." Bibi hanya ngedumel sendiri sambil menatap sinis ke arah
Read more
Bab 77 Mobil Itu
Bab 77"Ini kurang ke sini, proporsi kalimat dan gambar disesuaikan. Warnanya juga dibuat kontras agar lebih menarik. Masak kayak gini aja kamu nggak paham. Anak TK aja tahu warna apa aja yang menarik." Ana mendecis kesal Sakha membandingkannya dengan anak TK. Sepertinya laki-laki itu sengaja membuat dirinya tidak betah bekerja di sini. "Iya, Mas. Nanti saya otak-atik lagi. Terima kasih," ucap Ana penuh penekanan. Sakha hanya mengulas senyum penuh kemenangan karena berhasil membuat Ana kesal. "Benar kan, Mas? Ana pasti bisa kerja dengan baik." "Iya, Sayang. Semoga kerjaanmu semakin ringan dibantu Ana. Aku berangkat dulu ya!Sakha mengecup kembali kening Rahma membuat ana memalingkan muka ke arah layar komputer. "Ishh, bukannya kasih apresiasi biar aku semangat malah meremehkan aku lebih jelek dari anak TK." "Na, kamu kenapa menggerutu begitu?" "Eh enggak, Mbak. Aku berusaha mengkombinasikan warna nih." "Sudah, jangan dimasukkan hati ucapan Mas Sakha. Dia itu baik hati kok. Cuma
Read more
Bab 78 Belanja
Bab 78Ana selesai mandi telah berganti dengan pakaian santai dan sopan. Ia hendak keluar menggantikan Gita momong Aira. Baru beberapa langkah kaki menginjak ruang tamu, ada Sakha yang berjalan bergandengan dengan Rahma. Ana segera menghentikan langkahnya dan menundukkan pandangan. "Aku buatin minum dulu ya, Sayang." Rahma melepaskan tangannya yang mengamit mesra lengan Sakha. Ia lalu mendekati Ana supaya menemani mamanya di depan. "Aira sama mama dan papa di teras, Na." "Iya, Mbak." Rahma berlalu, menyisakan Sakha dan Ana yang saling bersitatap dalam keheningan. Ana melangkah kembali dan menundukkan kepala di depan Sakha. "Bagaimana kerjaanmu hari ini?" tanya Sakha dengan suara datar. "Lancar, Mas." "Syukurlah. Aira gimana?" Ana terkesiap. Ia tidak menyangka Sakha akan menanyakan kabar anaknya. "Baik, Mas. Hari ini tidak rewel." "Kalau sudah sehat betul, sebaiknya kalian kembali ke rumah." Mendengar ucapan Sakha dengan wajahnya yang serius membuat Ana harus menelan ludahnya
Read more
Bab 79 Terungkap
Bab 79"Nanti malam antar aku belanja bulanan bisa, Mas?" Sakha menyeruput minuman hangat yang membuat tenggorokannya lega. "Tentu, Sayang. Tapi ada imbalannya," celetuk Sakha dengan kerlingan mata kanannya. "Apa?" tanya Rahma penasaran. "Aargh! Mas Sakha!" "Kasih imbalannya dulu ya." Sakha sudah membuat istrinya seolah terbang ke awan. Sentuhan penuh cinta menemani keduanya meneguk nikmatnya dunia. "Mas mandi dulu!" protes Rahma. Namun laki-laki itu tidak mengindahkan omongannya. "Habis ini pasti mandi." Gelak tawa keluar dari mulut Sakha yang melihat istrinya kesal dan mengerucutkan bibir. Tidak ada penolakan hingga akhirnya keduanya larut dalam aktivitas yang menjadi candu. Sakha memberikan sebuah kecupan di kening istrinya sebagai tanda kasih sayangnya yang mendalam. Malam tiba, sehabis salat Isya Rahma sudah bersiap dengan gamis marun kesukaannya dipadukan jilbab floral. Sementara itu Ana juga mengenakan dress lengan panjang selutut. Rambutnya sebahu dibiarkan tergerai.
Read more
Bab 80 Bertemu Empat Mata
Bab 80Kepalan tangan Sakha menonjok meja hingga mengeluarkan darah segar. "Mas Sakha!"pekik Ana ngilu. "Lalu gimana kondisi Ratih, Na?' Mendapat pertanyaan itu, Ana hanya bergeming. Pikirannya terbang mengingat keadaan menyedihkan kakaknya. Tak terasa air mata luruh membasahi pipinya. Ia menangis tersedu hingga membuat Sakha kebingungan. Sakha jelas tidak tahu apa-apa, karena mengira Ratih sudah bahagia dengan laki-laki lain. "Tenanglah, Na. Ceritakan padaku, apa yang terjadi dengan kakakmu?' Menunggu beberapa menit, Ana kembali tenang setelah minum segelas air yang disodorkan Sakha. “Mbak Ratih depresi, Mas. Dia sempat dirawat di rumah sakit, tapi aku nggak punya biaya cukup. Aku berusaha mengumpulkan biaya supaya Mbak Ratih bisa dirawat rutin. Surat keterangan tidak mampu bisa kami pakai tapi pengobatannya tidak bisa rutin. Sekarang kondisinya hanya suka meracau nggak jelas. Mbak Ratih selalu bilang minta maaf karena telah menyakiti. Entah siapa yang disakiti.” Kini gantian S
Read more
Bab 81 Ternyata
Bab 81“Arga! Kenapa kamu bisa ada di sini?”tanya Ana gugup. Ia takut Arga melihat dirinya bersama Sakha. “Kebetulan tadi lewat trus lihat kamu jalan kaki. Ayo naik, aku antar.” “Tidak usah, terima kasih, Ga.” Ana mencoba menolak. Ia ingin segera menghindar dari laki-laki yang pernah mencurigainya itu. “AKu tidak terima penolakan. Buruan naik, atau perlu aku gendong?” Ancaman Arga berhasil juga. Dengan berdecak kesal, Ana terpaksa menuruti pintanya. Arga melajukan motornya bukan ke arah kontrakan Ana, tetapi justru masuk ke sebuah restoran besar. Ana heran tetapi tidak bisa menghentikan Arga yang seenak jidat memaksanya. “Ga, kita mau kemana?” tanya Ana heran seraya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran. Baru kali ini, Ana mengunjungi restoran tergolong mewah ini. Ia mengekori saja Langkah Arga. Laki—laki itu memesan ruang VIP membuat nyali Ana semakin menciut. “Nggak usah taku, ayo masuk!’ “Tapi, Ga.” Ana ragu melangkah masuk ke sebuah ruangan kosong dengan pintu b
Read more
Bab 82 Lebih Sakit
“Apa katamu?! Jadi benar Aira anak Mas Sakha?” “Ya, Aira anak Mas Sakha.” Ana beranjak dari duduknya dan berniat pergi meninggalkan Arga yang masih mematung di tempat. Aura kemarahan jelas terlukis di wajah laki-laki itu. Pun tangannya turut terkepal di atas meja. "Tunggu!" teriak Arga. Laki-laki itu geram hingga tangannya meraih kasar lengan Ana. "Aargh, sakit Ga!" pekik Ana yang lengannya sudah dicengkeram erat oleh tangan Arga. "Lebih sakit mana, ini dengan yang akan dirasakan Mbak Rahma kalau suaminya bersama wanita lain?!" terang Arga dengan tatapan tajam hingga terasa menusuk jantung Ana. Rembesan titik bening pun mulai mengumpul di pelupuk mata. "Siapa sebenarnya di sini yang sakit? Mbak Rahma? Bagaimana dengan Mbak Ratih?" Dada Ana meletup-letup ingin meneriakkan kalimat yang hanya tertahan dihati. Ia tidak ingin menjadikan kakaknya yang depresi sebagai kambing hitam. Biarlah yang diketahui Arga dirinya yang ingin mendekati Sakha. "Aira butuh ayah, bukan? Jangan dekati M
Read more
Bab 83 Sindiran
"Mbok Darmi mana, Mbak?" Ana melongok ke pintu kamarnya tetapi tertutup. "Kamu mau masuk? Ini kuncinya dititipin aku. Mbok Darmi mulai jualan keliling sejak kamu dan Aira tinggal di rumah orang kaya itu." "Astaghfirullah, Mbak. Mbok Darmi jualan keliling lagi." Aira yang sempat beranjak kini terduduk kembali dengan kedua tangan meraup wajah. Tak lama kemudian terdengar isakan hingga membuat Rita terkejut. "Kamu kenapa, Na?" Ana tak menjawab justru semakin tergugu. Dadanya sesak, bukan hanya karena kasian dengan wanita tua yang dianggapnya sebagai keluarga seolah neneknya sendiri. Akan tetapi, Ana sedih karena hanya dengan Mbok Darmi ia bisa berkeluh kesah. Ia biasa mendapat pelukan dari wanita itu disaat kondisi terpuruk seperti saat ini. Rita duduk di samping Ana sambil mengusap punggungnya. "Apa kamu ada masalah? Aku siap mendengarkan, Na. Atau kamu butuh bantuan apa saja, aku juga siap bantu." Ana membuka kedua tangannya yang menutupi wajah. Reflek ia menghambur ke pelukan R
Read more
Bab 84 Wangi Bayi
Bab 84"Ingat, Na. Jangan lama-lama tinggal di sini! Karena keberadaanmu hanya menjadi duri bagi Mbak Rahma." Deg, Ana merasakan nyeri di dadanya semakin menjadi bagai teriris sembilu. Ia justru memancing amarah Arga dengan sebuah rasa percaya diri yang tinggi. "Aku bilang tidak ya tidak. Demi Aira, aku bisa melakukan apa saja." "Aargh!" Arga menarik Ana ke dalam pelukannya hingga perempuan itu meronta. "Lepasin!" "Kamu kurang belaian, huh? Aku bisa memberi apa yang kamu butuhkan. Jangan ganggu Mas Sakha!" Ana dengan sekuat tenaga mendorong dada Arga. Ia menoleh ke sana kemari tidak ingin ada ART yang suka julid padanya memergoki posisi tadi. Gegas Ana lari menuju kamarnya lalu masuk dan menutup pintunya rapat. Sementara itu, Arga tersenyum penuh kemenangan setelah mampu memberi ancaman pada Ana. Ia berniat ke dapur untuk mengambil minuman di kulkas. "Mas Arga. Mas." Arga menoleh mencari sumber suara, ternyata dari arah kamar ART. "Ada apa, Bi?" "Mas Arga ngapain peluk-pel
Read more
Bab 85 Kecurigaan
"Eh ngomong-ngomong, tumben kamu bau wangi, Ga. Kamu ganti parfum ya?" Rahma mencoba mengendus wangi yang sama dengan tadi saat bersama Ana."Hah, enggak. Parfumku masih sama seperti yang Mbak Rahma jual, cuma hari ini aku lupa pakai." Rahma hanya beroh ria, lalu menuju dapur. "Oya, makasih ya Mbak. Cemilannya gratis, kan?" "Iyalah." Rahma duduk di meja makan sambil mencomot kue yang ada di wadah. Terdengar langkah kecil semakin mendekat. "Mbak, Mbak Rahma." Rahma berjengit kaget setelah sebuah ketukan mendarat di pundaknya disertai bisikan di telinga kanan. "Astaghfirullah, Bibi. Ngagetin aja, sih. Bikin aku jantungan." "Sttt, Mbak Rahma tadi tanya-tanya Mas Arga sudah punya pacar atau belum ya?" "Eh, memangnya bibi tahu kalau Arga punya pacar baru?" Rahma memasang wajah berbinar begitu tahu iparnya dekat dengan perempuan. "Itu, Mbak. Tadi bibi lihat Mas Arga pelukan sama perempuan kampung itu." "Hah, perempuan kampung mana?" "Itu lho, yang dikasih kerjaan sama Mbak Rahma."
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
19
DMCA.com Protection Status