Home / Pernikahan / BIDADARI YANG HILANG / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of BIDADARI YANG HILANG: Chapter 1 - Chapter 10

30 Chapters

1. Tak Mau Tahu

Seperti biasa, aku selalu disuguhkan oleh pemandangan yang tak aku suka. Bukannya dandan cantik saat suami pulang, Allea justru menyambutku dengan penampilan yang berantakan. Rambut dicepol satu, wajah tak sedap dipandang, daster yang kedodoran, itulah istriku. Meski aku datang dengan raut wajah tak suka, tetapi dia selalu tersenyum seolah tak tahu jika aku membenci penampilannya ini. "Kamu belum mandi?" tanyaku seraya menahan aroma tubuh istriku."Aku baru selesai masak dan memandikan anak-anak. Sebentar lagi aku akan mandi, tapi kamu gantian jaga mereka, ya!" balasnya enteng."Kamu nggak tahu aku capek kerja? Aku pulang ke rumah untuk istirahat. Ini malah disuruh jaga anak-anak. Gimana, sih?" gerutuku kesal. "Lagian, kenapa kamu belum mandi jam segini?" tanyaku."Tadi Arvin mecahin banyak telur. Waktuku tersita untuk membersihkan telur-telur yang berceceran di lantai," jawabnya.Seketika aku naik pitam. "Bagaimana bisa? Kamu jadi ibu itu gimana? Kenapa bisa Arvin mecahin banyak tel
Read more

2. Semakin Kesal

Selesai menerima pijatan dari Allea, aku memutuskan menonton televisi seraya bermain ponsel. Kulihat dia sedang sibuk di dapur. Baguslah! Biar dia ada kesibukan dan tidak tidur terlalu awal. Aku segera bangkit dan menghampiri Allea ketika tiba-tiba teringat sesuatu. "Al, besok aku akan ada pertemuan penting. Siapkan kemeja hitam yang baru kubeli beberapa waktu lalu! Jas hitam juga sudah harus siap! Bersihkan juga sepatuku! Jangan sampai ada kotoran sedikit pun!" pintaku. "Iya, Mas," jawabnya tanpa menoleh ke arahku. "Al, kamu dengar, tidak?" tanyaku geram. Aku tidak suka jika lawan bicara tidak memperhatikanku. Allea mematikan kran kemudian mengusap tangan dengan lap yang menggantung di dinding. Dia mendekatiku dan tersenyum. "Iya, aku dengar. Aku akan siapkan setelah ini, sekalian menyetrika pakaian," jawabnya lembut. "Ya udah, aku mau tidur," ujarku kemudian pergi meninggalkan Allea. Sudah menjadi kebiasannya beraktivitas di malam hari. Entah itu cuci piring, cuci baju, dan me
Read more

3. Saran Memasang CCTV

Allea pergi begitu saja. Aku pun bergegas pergi ke ruang tamu untuk menemui teman-teman. Entah apa yang sudah mereka katakan terhadapku. Allea benar-benar mengacaukan semuanya. Setelah berbincang-bincang, aku mengajak mereka ke ruang makan. Untung saja mainan di ruang tengah sudah tidak lagi berserakan. Kali ini kerja Allea sudah benar. Tanpa diperintah, dia sudah mengerti apa yang harus dia lakukan. Entah di mana dia sekarang. Tidak ada lagi suara anak-anak. Mungkinkah Allea menidurkan mereka? "Di mana istrimu?" tanya Dani. "Mungkin nidurin anak-anak," jawabku. "Panggil, dong! Kasihan dia. Ajak makan bareng-bareng!" kata Dani. Aku bergegas mencari Allea dan mendapati ia menidurkan tiga anak kami. Baguslah jika begitu. Aku memberi isyarat kepada Allea agar segera keluar dan bergabung dengan teman-teman. Makan malam kali ini dipenuhi pujian dari teman-teman. Mereka memuji kesuksesanku, kelezatan masakan istriku, dan kehebatan istriku yang mampu mengurus rumah serta tiga anak tan
Read more

4. Ke Mana Allea?

Segera aku membawa Allea rumah sakit. Entah kenapa dia begitu lemah. Awalnya dia sangat sehat, tetapi justru pingsan saat di pesta pernikahan temanku. Pasti besok akan jadi bahan perbincangan. Sungguh, Allea membuatku malu! Dokter mengatakan jika ada masalah di lambung Allea. Selain itu, tekanan darahnya juga rendah. Dokter menasehatiku panjang lebar supaya menjaga kesehatan Allea. Aku hanya mengangguk kemudian mengajak Allea pulang. "Kamu malu-maluin banget, sih? Kenapa harus pingsan di acara pernikahan temanku?" protesku kepada wanita yang mengenakan dress hitam itu. "Maaf!" Singkat sekali jawabannya. Hanya maaf, itu saja. Sepanjang perjalanan pulang, aku memang memarahi Allea. Tak kupedulikan dia yang tengah sakit. Itu hanya sakit biasa. Tadi, dokter sempat mengatakan jika Allea terlalu stres. Memangnya stres kenapa dia? Uang bulanan juga selalu aku kasih lebih. Mana mungkin stres?!Allea hanya diam. Menjawab pun hanya anggukan kepala. Dia pikir, dengan pura-pura lemah seperti
Read more

5. Hampa Tanpamu

Sekarang aku tahu kenapa Gideon memaksa memasang kamera tersembunyi. Sekarang aku paham kenapa Gideon menyebut istriku gila. Aku mengerti kenapa Gideon memintaku untuk menjaga kewarasan Allea. Layar di hadapanku telah menunjukkan semua aktivitas Allea. Apa itu wanitaku selama ini? Wanita yang bertahun-tahun meminta pengasuh atau asisten, tetapi tidak pernah kupenuhi. Di sela-sela kesibukan Allea sebagai ibu rumah tangga, kulihat rambutnya ditarik, tubuh kecilnya diperebutkan anak-anak untuk dinaiki. Namun, aku tidak melihat Allea marah dalam posisi itu. Dia justru menggoda anak-anak dan membuat mereka tertawa. Satu hal yang membuatku terkejut, yaitu Allea makan hanya saat anak-anak tidur, tepat di malam hari. Memang, saat libur kerja, aku pernah melihat Allea diganggu anak-anak ketika makan. Apakah itu berlangsung setiap hari sehingga membuat Allea baru bisa mendapatkan waktu makan saat malam? Bodoh! Aku sangat bodoh! Kenapa aku tidak bisa memahami istriku selama ini? Cukup! Aku ti
Read more

6. Benarkah Itu Allea?

"Pak Reno, dasinya masih belum rapi," ucap Monica saat aku sudah kembali ke ruangan. "Jika diizinkan, saya akan membantu," ujarnya lagi. Tidak mungkin juga aku bertemu orang-orang dengan dasi berantakan seperti ini. Aku terdiam menatap Monica kemudian mengangguk. "Silakan!" kataku terpaksa.Monica mendekat dan merapikan dasiku. Aku memintanya agar melakukan itu dengan cepat karena takut ada karyawan lain yang melihat. Bisa jadi kacau kalau sampai ada yang salah paham. "Memangnya istri Pak Reno ke mana, sih? Pakaian kusut, dasi berantakan. Apa sibuk ngurus tiga anak sampai lupa dengan suami?"Segera aku menjauhkan diri dari Monica. Lancang sekali pertanyaannya. "Sopan kamu bertanya seperti itu?" hardikku. "Ma–maaf! Saya tidak bermaksud begitu.""Kamu tidak tahu apa saja yang Allea lakukan untuk saya. Jaga bicaramu tentang Allea jika ingin tetap bekerja di sini!" ancamku kepadanya. Monica tertunduk. Entah apa yang dipikirkan sekarang. Apakah aku berlebihan? Mungkin, tapi yang jelas
Read more

7. Hampir Gila

Tanpa menunggu lama, aku segera meluncur ke taman. Aku melaju dengan kecepatan tinggi supaya cepat sampai. Mudah-mudahan saja mereka masih di sana. Untung jarak rumah ini ke Taman Pelangi tidaklah jauh. Pandanganku langsung tertuju ke arah Mbak Veni di tempat parkir mobil. Kulihat dia seperti menghalangi Allea. Aku segera ke sana dan turun dari mobil. "Allea!" seruku. Allea berlari entah ke mana. Aku dan Mbak Veni mengejar. Sementara, Mas Bram kulihat bersama anak-anakku di mobil. Allea terus berlari ke arah keramaian sehingga membuatku susah mendapatkannya. Dia seperti orang ketakutan saat melihatku. "Argh! Sial!" Aku tak sengaja menabrak seseorang yang tengah makan sosis. Sosisnya terjatuh dan sausnya mengotori pakaianku. Dia marah dan ibunya menahanku. Sementara, kulihat Mbak Veni terus mengejarnya. Anak remaja yang sosisnya terjatuh itu minta ganti rugi. Aku memberinya selembar uang berwarna biru. Kulanjutkan langkah dan mendapati Mbak Veni tengah berhenti dengan napas tersen
Read more

8. Trauma (POV Allea)

(POV Allea)Dia adalah pria yang mengejarku enam tahun lalu. Baru beberapa bulan menjadi sekretaris pribadinya, dia sudah melamar diriku. Dia mengungkapkan ketertarikannya kepada diri ini. Awalnya aku ragu dan tidak memberi jawaban. Namun, dia tidak menyerah dan terus mendatangi orangtuaku. Bahasa cintanya selalu tersirat. Mas Reno ibarat tokoh fiksi di dunia novel yang sering kubaca. Seorang atasan yang bucin terhadap bawahannya. Ya, itulah Mas Reno. Pada akhirnya, Mas Reno berhasil mengambil hati orangtuaku. Akhirnya, ayah dan ibu mendesakku supaya menerima lamaran Mas Reno. Mbak Veni sering menemuiku agar menerima lamaran adiknya itu. Sedikit memaksa, bukan? Ya sudah, aku terima saja karena dari berbagai pihak sudah banyak yang mendukung. Mas Reno bahkan tidak sungkan menunjukkan ketertarikannya kepadaku di hadapan teman-teman kantor. Seiring berjalannya waktu, pernikahan kami berlangsung bahagia. Kelahiran anak pertama—Afkar—semakin menambah kebahagiaan kami. Selang beberapa bu
Read more

9. Rencana Mengambil Anak (POV Allea)

(POV Allea)Bu Yeni menemuiku dan mengajakku bicara empat mata. Wanita tua itu meminta kejelasan, sejelas-jelasnya tentang hubunganku dengan Mas Reno. Jujur, aku tidak bisa berbicara banyak karena mengingat dirinya saja sudah membuatku sangat tertekan. Lagi-lagi Bu Yeni memahamiku. Entah mimpi apa aku bisa bertemu orang sebaik Bu Yeni. ***Hari ini Bu Yeni ingin mengajak anak-anak ke Taman Pelangi. Awalnya aku keberatan dan tidak setuju karena taman itu dekat dengan rumah Mas Reno. Namun, Bu Yeni memaksa karena ingin melihat anak-anak bermain bebas dan jajan di sana. Memang, taman itu sangat luas. Cocok untuk semua kalangan dan sudah dilengkapi aneka jajanan yang cukup banyak."Sekali ini aja, Lia! Aku juga pengin jalan-jalan sama anak kecil. Aku suka iri kalau lihat seseorang main sama cucu-cucunya. Apalagi si Arga itu nggak nikah-nikah," curhatnya kepadaku. Memang, Bu Yeni hanya memiliki satu putra, yaitu Arga. Apalagi di usianya yang tak lagi muda ini sedang membutuhkan teman agar
Read more

10. Kewalahan

(Kembali ke POV Reno)Sudah tiga hari ini, aku mengurus anak-anak seorang diri. Mbak Veni? Pulang karena si kembar mendadak sakit. Allea juga tidak datang sampai detik ini. Entah kenapa ibu dari anak-anakku itu sangat tega. Kupikir dia akan kembali. Jika tidak demi diriku, setidaknya demi anak-anak. Rumah, aku bersihkan seadanya. Makan, aku pesan melalui aplikasi. Aku tidak sanggup jika harus memasak. Selain tidak ahli, anak-anak juga selalu mengganggu. Semua pakaian mereka kusut karena aku tidak bisa menyetrikanya bahkan tidak ada waktu. Belum lagi mereka kompak mencari ibunya. Pekerjaan juga menjadi kacau. Terpaksa aku harus bekerja dari rumah. Datang ke kantor hanya beberapa saat kemudian kembali lagi. Saat pergi, anak-anak kutinggal di rumah. Seluruh pintu dan jendela aku kunci. Barang-barang yang mudah pecah dan benda tajam sudah aku amankan. Semua mainan mereka aku berikan supaya tidak mencari saat aku pergi. Pengasuh? Ya, aku saat ini sedang berusaha mencari pengasuh. Aku ti
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status