Home / Pernikahan / BIDADARI YANG HILANG / 6. Benarkah Itu Allea?

Share

6. Benarkah Itu Allea?

Author: Bintang Aldebaran
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Pak Reno, dasinya masih belum rapi," ucap Monica saat aku sudah kembali ke ruangan.

"Jika diizinkan, saya akan membantu," ujarnya lagi.

Tidak mungkin juga aku bertemu orang-orang dengan dasi berantakan seperti ini. Aku terdiam menatap Monica kemudian mengangguk. "Silakan!" kataku terpaksa.

Monica mendekat dan merapikan dasiku. Aku memintanya agar melakukan itu dengan cepat karena takut ada karyawan lain yang melihat. Bisa jadi kacau kalau sampai ada yang salah paham.

"Memangnya istri Pak Reno ke mana, sih? Pakaian kusut, dasi berantakan. Apa sibuk ngurus tiga anak sampai lupa dengan suami?"

Segera aku menjauhkan diri dari Monica. Lancang sekali pertanyaannya. "Sopan kamu bertanya seperti itu?" hardikku.

"Ma–maaf! Saya tidak bermaksud begitu."

"Kamu tidak tahu apa saja yang Allea lakukan untuk saya. Jaga bicaramu tentang Allea jika ingin tetap bekerja di sini!" ancamku kepadanya.

Monica tertunduk. Entah apa yang dipikirkan sekarang. Apakah aku berlebihan? Mungkin, tapi yang jelas aku tidak suka istriku dibawa-bawa. Allea sudah mengurusku dengan sangat baik sampai dia lupa dengan dirinya sendiri.

Setelah melakukan pertemuan, aku lekas pergi untuk mencari Allea. Namun, Gideon menghentikan langkahku. "Ada apa?" tanyaku.

"Ini Allea, 'kan?" Gideon menunjukkan foto di ponsel pintarnya. Ada seorang wanita yang tengah membawa barang belanjaan. Sayangnya, wajah wanita itu tidak nampak jelas. Foto itu diambil dari samping dan separuh wajahnya tertutup rambut.

"Mustahil kalau kamu nggak mengenali istrimu," ucap Gideon lagi.

"Dari bentuk tubuh dan model rambutnya seperti Allea. Hidungnya memang seperti hidung Allea. Tapi Allea nggak punya baju ini. Apa ada foto lain yang menampakkan wajah depan?" tanyaku sambil memperbesar dan memperhatikan foto itu lekat-lekat.

"Nggak ada. Itu pun aku dapat dari istriku yang tadi belanja ke super market. Memang, istriku mengaku kalau wajahnya mirip Allea. Sayangnya, saat ambil foto, wanita itu menghadap samping dan langsung naik ke mobil," jelas Gideon.

"Mobil warna apa?" tanyaku.

"Hitam."

"Apa wanita itu juga belanja di super market?" tanyaku menjadi penasaran.

"Iya, dia belanja sendiri."

Aku terdiam sejenak. Rasanya mustahil jika Allea pergi sendiri. Di mana anak-anak? "Mungkin itu bukan Allea. Soalnya nggak mungkin Allea pergi tanpa anak-anak," kataku kemudian.

"Mungkin, sih, tapi apa salahnya mencari tahu? Tadi istriku sempat mengikuti dan mobil itu berhenti di rumah yang besar. Wajahnya memang mirip sekali dengan Allea," jelasnya yang membuatku terkejut.

"Ada fotonya pas di rumah besar itu?"

"Sayangnya, ponsel istriku mati karena baterainya kosong."

"Di mana alamat rumah itu? Siapapun itu, aku akan cari tahu. Siapa tahu itu memang Allea," kataku.

Tidak ada salahnya mencari tahu wanita di foto tersebut. Rumah besar? Apakah Allea tinggal bersama temannya? Semoga saja begitu. Setelah mendapatkan alamat dari Gideon, aku teringat sesuatu.

"Apa istrimu pergi ke super market di Jalan Planet?" tanyaku.

"Ya. Udah langganan ke sana. Apa istrimu juga?"

"Bisa jadi itu Allea. Tadi Mas Bram juga menelepon dan melihat Allea di sana," ucapku penuh semangat.

Tanpa basa-basi, aku segera menuju ke alamat rumah besar yang dimaksud oleh Gideon. Semoga saja memang benar itu Allea. Tak sabar rasanya ingin bertemu dengan istri dan anak-anakku.

***

Aku sudah berdiri di depan rumah yang sangat mewah ini. Entah ini rumah siapa, aku tidak tahu. Bergegas aku melangkahkan kaki ke tempat penjagaan di rumah itu. Namun, pria yang mengenakan seragam hitam itu mengaku tidak ada yang bernama Allea di rumah tersebut.

Tak mau berdebat cukup panjang, aku menunjukkan foto Allea yang dikirim oleh Gideon. Pria berkumis tebal itu membenarkan jika wanita yang kutunjukkan fotonya memang tinggal di rumah tersebut. Namun, namanya bukanlah Allea. Pria itu mengaku jika wanita dalam foto itu adalah asisten baru di rumah itu.

"Saya minta tolong untuk pertemukan saya dengan wanita itu, Pak. Saya hanya ingin memastikan," ujarku.

"Memang Anda ini siapa?"

"Tolong pertemukan saya dengan wanita itu. Saya sedang mencarinya selama ini," ucapku memohon.

Pria itu akhirnya masuk setelah bertanya banyak hal. Semoga saja memang benar Allea. Sudah tak sabar aku ingin meminta maaf dan memeluknya. Beberapa saat kemudian, pria itu kembali dengan wanita tua.

"Maaf, Anda sedang mencari siapa?" Wanita berkacamata bulat itu menatapku bingung. Dari penampilannya, dia seperti pemilik rumah mewah ini.

"Apakah di sini ada perempuan bernama Allea?" tanyaku.

"Maaf, tapi di sini tidak ada perempuan bernama Allea," jawabnya.

Aku menunjukkan foto yang diduga Allea kepada wanita bersanggul itu. Dia terdiam beberapa saat sambil memperhatikan foto yang kutunjukkan. "Dia memang asisten saya," ucapnya kemudian.

"Apa namanya Allea? Boleh saya bertemu dengannya?"

"Bukan, namanya bukan Allea. Maaf, asisten saya sedang sibuk dan tidak saya perkenankan meninggalkan pekerjaannya."

"Tolong! Sebentar saja!" kataku memohon. Entah kenapa susah sekali untuk bertemu dengan wanita yang kurasa memang Allea.

"Maaf, tidak bisa. Anda salah orang karena asisten saya namanya bukan Allea."

Dengan penuh putus asa, aku meninggalkan rumah mewah tersebut. Saat memasuki mobil, aku kembali melihat ke rumah itu. Entah kenapa firasatku mengatakan jika Allea ada di sana. Mungkin saja wanita tua itu menyembunyikan identitas Allea atau mungkin Allea yang memalsukan identitasnya.

Hati terasa berat untuk pergi dari rumah mewah tersebut. Namun, jika aku berdiam di sini, penjaga rumah akan curiga. Aku putuskan untuk memantau rumah itu di tempat lain.

Hari pun berganti malam. Mataku tak sanggup lagi untuk terbuka. Sedari tadi aku juga menahan lapar demi mengetahui wanita yang ada di rumah itu. Namun, sampai malam tiba, tidak ada tanda-tanda wanita itu keluar. Aku putuskan untuk tidur di mobil saja dan menunggu pagi menyapa.

***

Hari sudah berganti, malam pun telah berlalu. Kulihat jam tangan yang menunjukkan pukul setengah delapan. Siang sekali! Untung saja hari ini libur. Aku terkejut saat membuka ponsel. Mbak Veni telah meneleponku berkali-kali. Dia juga mengirimiku banyak pesan. Dia mengaku jika mengetahui keberadaan Ansel dan Afkar.

Aku semakin bingung. Mana informasi yang benar? Apakah benar di rumah itu bukanlah Allea?

"Halo? Di mana anak-anak, Mbak?" tanyaku.

"Cepat kamu ke Taman Pelangi! Sekarang! Aku juga dalam perjalanan ke sana. Ini temanku yang ngasih tahu. Dia video call dan nunjukin anak-anak. Memang benar itu Ansel dan Afkar sedang bermain di sana."

Bergegas aku melajukan mobil ke Taman Pelangi. Saat tiba di sana, aku segera menulusuri setiap tempat. Namun, tak kutemukan dua anakku. Kulihat Mbak Veni pun datang dengan tergesa-gesa. "Gimana?" tanyanya.

"Belum ketemu. Di mana, sih, Mbak?" tanyaku.

"Tadi di sekitar kolam."

"Tapi nggak ada."

Kami berpencar mencari Ansel dan Afkar. Namun, mereka memang tidak ada di taman itu. Isi kepalaku rasanya ingin meledak. Benar-benar pusing dan stres karena tidak kudapati mereka.

"Teman Mbak Veni nggak salah, 'kan?" tanyaku.

"Memang itu mereka."

"Kenapa nggak mencegah anak-anak?" tanyaku heran.

"Temanku bawa dua anjingnya jalan-jalan. Waktu video call tadi aku lihat sendiri Ansel sama Afkar lari ketakutan saat temanku berusaha mendekat. Makanya, dia menahan diri nggak mendekat lagi supaya anak-anak tetap di sini."

Aku hanya menghela napas saat mendengar penjelasan Mbak Veni. Sudah pasti dua anakku pergi dari taman ini. Mereka memang takut dengan anjing.

"Ke mana lagi aku harus mencari, Mbak?" tanyaku lesu.

"Informasi wanita di rumah itu bagaimana?" tanya Mas Bram. Aku hanya menggeleng pelan.

"Aku butuh istri dan anak-anak. Aku ingin bertemu mereka," ujarku seraya menutup wajah. Biarlah Mas Bram dan Mbak Veni tahu jika aku sedang menangis.

"Sabar! Allea dan anak-anak pasti ketemu. Mereka pasti nggak jauh dari sini. Kamu pulang aja! Kamu kelihatan lelah. Biar aku dan Mas Bram yang melanjutkan mencari Allea." Mbak Veni berbicara dengan lembut sambil menepuk pundakku pelan.

***

Aku kembali ke rumah. Udaranya cukup pengap karena tidak terawat lagi. Banyak daun kering berjatuhan dari tanaman-tanaman yang menghiasi rumah. Sebagian bunga pun mulai layu akibat tak pernah kusirami.

Aku memasuki kamar dan membuka lemari. Kupeluk semua pakaian Allea untuk mengobati rindu. Mungkinkah Allea tidak membawa pakaian satu pun karena aku mengunci pintu kamar pada saat itu? Ya, saat aku marah besar kepadanya, aku mengunci pintu kamar agar tidak ada yang mengganggu istirahatku. Bodohnya aku dengan segala keegoisanku!

"Ya, Mas?" tanyaku saat menjawab telepon Mas Bram.

"Reno, cepat kembali ke taman! Allea sama Veni. Allea keburu pergi bawa anak-anak, cepetan!" Suara Mas Bram di seberang sana membuatku panik setengah mati.

Related chapters

  • BIDADARI YANG HILANG   7. Hampir Gila

    Tanpa menunggu lama, aku segera meluncur ke taman. Aku melaju dengan kecepatan tinggi supaya cepat sampai. Mudah-mudahan saja mereka masih di sana. Untung jarak rumah ini ke Taman Pelangi tidaklah jauh. Pandanganku langsung tertuju ke arah Mbak Veni di tempat parkir mobil. Kulihat dia seperti menghalangi Allea. Aku segera ke sana dan turun dari mobil. "Allea!" seruku. Allea berlari entah ke mana. Aku dan Mbak Veni mengejar. Sementara, Mas Bram kulihat bersama anak-anakku di mobil. Allea terus berlari ke arah keramaian sehingga membuatku susah mendapatkannya. Dia seperti orang ketakutan saat melihatku. "Argh! Sial!" Aku tak sengaja menabrak seseorang yang tengah makan sosis. Sosisnya terjatuh dan sausnya mengotori pakaianku. Dia marah dan ibunya menahanku. Sementara, kulihat Mbak Veni terus mengejarnya. Anak remaja yang sosisnya terjatuh itu minta ganti rugi. Aku memberinya selembar uang berwarna biru. Kulanjutkan langkah dan mendapati Mbak Veni tengah berhenti dengan napas tersen

  • BIDADARI YANG HILANG   8. Trauma (POV Allea)

    (POV Allea)Dia adalah pria yang mengejarku enam tahun lalu. Baru beberapa bulan menjadi sekretaris pribadinya, dia sudah melamar diriku. Dia mengungkapkan ketertarikannya kepada diri ini. Awalnya aku ragu dan tidak memberi jawaban. Namun, dia tidak menyerah dan terus mendatangi orangtuaku. Bahasa cintanya selalu tersirat. Mas Reno ibarat tokoh fiksi di dunia novel yang sering kubaca. Seorang atasan yang bucin terhadap bawahannya. Ya, itulah Mas Reno. Pada akhirnya, Mas Reno berhasil mengambil hati orangtuaku. Akhirnya, ayah dan ibu mendesakku supaya menerima lamaran Mas Reno. Mbak Veni sering menemuiku agar menerima lamaran adiknya itu. Sedikit memaksa, bukan? Ya sudah, aku terima saja karena dari berbagai pihak sudah banyak yang mendukung. Mas Reno bahkan tidak sungkan menunjukkan ketertarikannya kepadaku di hadapan teman-teman kantor. Seiring berjalannya waktu, pernikahan kami berlangsung bahagia. Kelahiran anak pertama—Afkar—semakin menambah kebahagiaan kami. Selang beberapa bu

  • BIDADARI YANG HILANG   9. Rencana Mengambil Anak (POV Allea)

    (POV Allea)Bu Yeni menemuiku dan mengajakku bicara empat mata. Wanita tua itu meminta kejelasan, sejelas-jelasnya tentang hubunganku dengan Mas Reno. Jujur, aku tidak bisa berbicara banyak karena mengingat dirinya saja sudah membuatku sangat tertekan. Lagi-lagi Bu Yeni memahamiku. Entah mimpi apa aku bisa bertemu orang sebaik Bu Yeni. ***Hari ini Bu Yeni ingin mengajak anak-anak ke Taman Pelangi. Awalnya aku keberatan dan tidak setuju karena taman itu dekat dengan rumah Mas Reno. Namun, Bu Yeni memaksa karena ingin melihat anak-anak bermain bebas dan jajan di sana. Memang, taman itu sangat luas. Cocok untuk semua kalangan dan sudah dilengkapi aneka jajanan yang cukup banyak."Sekali ini aja, Lia! Aku juga pengin jalan-jalan sama anak kecil. Aku suka iri kalau lihat seseorang main sama cucu-cucunya. Apalagi si Arga itu nggak nikah-nikah," curhatnya kepadaku. Memang, Bu Yeni hanya memiliki satu putra, yaitu Arga. Apalagi di usianya yang tak lagi muda ini sedang membutuhkan teman agar

  • BIDADARI YANG HILANG   10. Kewalahan

    (Kembali ke POV Reno)Sudah tiga hari ini, aku mengurus anak-anak seorang diri. Mbak Veni? Pulang karena si kembar mendadak sakit. Allea juga tidak datang sampai detik ini. Entah kenapa ibu dari anak-anakku itu sangat tega. Kupikir dia akan kembali. Jika tidak demi diriku, setidaknya demi anak-anak. Rumah, aku bersihkan seadanya. Makan, aku pesan melalui aplikasi. Aku tidak sanggup jika harus memasak. Selain tidak ahli, anak-anak juga selalu mengganggu. Semua pakaian mereka kusut karena aku tidak bisa menyetrikanya bahkan tidak ada waktu. Belum lagi mereka kompak mencari ibunya. Pekerjaan juga menjadi kacau. Terpaksa aku harus bekerja dari rumah. Datang ke kantor hanya beberapa saat kemudian kembali lagi. Saat pergi, anak-anak kutinggal di rumah. Seluruh pintu dan jendela aku kunci. Barang-barang yang mudah pecah dan benda tajam sudah aku amankan. Semua mainan mereka aku berikan supaya tidak mencari saat aku pergi. Pengasuh? Ya, aku saat ini sedang berusaha mencari pengasuh. Aku ti

  • BIDADARI YANG HILANG   11. Kedatangan Polisi

    Senyumku hilang seketika. Kupikir dia adalah Allea, ternyata bukan. "Hai, Pak Reno!" "Ada apa, Mon?" tanyaku kepada Monica. "Saya bawa makanan untuk Pak Reno dan anak-anak."Monica menyerahkan rantang susun kepadaku. "Kenapa kamu repot-repot?" tanyaku. "Nggak repot, kok, Pak. Saya cuma ingin berbagi makanan aja." Aku menerima makanan pemberian Monica. Memang, dia sudah tahu perihal kepergian Allea. "Terima kasih," ujarku kemudian. "Di mana anak-anak? Boleh saya menemui mereka?" Aku hanya mengangguk kemudian mempersilakan Monica untuk masuk. "Hai!" Monica menyapa anak-anak. Mereka hanya menoleh kemudian mengalihkan pandangan ke arahku. Ansel menghampiriku yang membawa rantang. "Apa itu, Pa?" tanyanya penasaran. "Makanan dari Tante Monica. Mau?" tawarku. Ansel mengangguk. Afkar yang sibuk dengan makanannya pun turut mendekat. "Biar saya bantu siapkan, ya. Saya ambilkan sesuatu, ya, Pak." Monica berdiri dan entah akan ke mana. "Kamu mau ke mana?" tanyaku. "Ke dapur." "Dudu

  • BIDADARI YANG HILANG   12. Menghilang

    Kenapa semua ini harus terjadi kepadaku? Di saat aku dan anak-anak sedang membutuhkan Allea, kabar buruk tengah menimpa kami. Pantas jika tadi perasaan mendadak tidak enak saat melihat mobil yang kecelakaan di dekat jembatan. Mbak Veni dan Monica berada di rumah untuk menjaga anak-anak. Aku dan Mas Bram pergi untuk mencari keberadaan Alleaku yang dikabarkan jatuh ke bawah jembatan.Pikiran dan perasaanku saat ini benar-benar tidak karuan. Segala kemungkinan buruk terus terlintas. Meski Mas Bram memintaku untuk tetap berpikir positif, tetap saja tidak bisa. Alleaku mengalami kecelakaan dan jatuh ke bawah jembatan. Bagaimana aku bisa berpikir positif?Setibanya di lokasi kejadian, pikiran semakin kacau melihat ada mobil yang terguling di tepian sungai yang mengalir. Kupikir tadi adalah kecelakaan tunggal, ternyata di bawah sini ada mobil yang katanya ditumpangi oleh Allea. Separuh jiwaku seolah hilang. Tubuh mendadak lemas apalagi saat mengetahui sungai yang mengalir di bawah sini cuku

  • BIDADARI YANG HILANG   13. Akhirnya Kumenemukanmu

    (POV ARGA)Aku mengusap lembut tangan wanita cantik yang ada di hadapanku. Senyum yang dia berikan adalah senyum paling indah yang pernah kudapat. Kami memang tidak terlalu dekat saat SMP dulu. Kami hanya berbeda kelas, tetapi saling tahu.Sudah sejak SMP aku mengincarnya, tetapi tak berani mendekati. Alasannya sepele, yaitu tidak ingin mengganggu prestasinya. Dia cukup terkenal di sekolah. Dia sangat aktif di berbagai organisasi. Jangankan mendekati, mengobrol satu menit saja itu sudah syukur.Kupikir akan mendekatinya saat SMA nanti. Namun, rencana tidak sesuai ekspektasi. Aku harus pindah kota mengikuti keinginan kedua orangtua. Mereka menyekolahkan aku di sekolah ternama yang ada di salah satu kota besar di Indonesia.Rindu? Jelas sekali aku sangat merindukan Allea. Tidak ada akses untuk menghubungi dirinya. Teman-teman juga tidak tahu di mana dan berapa nomor telepon Allea. Kabar yang kudengar saat itu Allea juga pindah ke luar kota. Sudah, harapanku untuk mendapatkan Allea semak

  • BIDADARI YANG HILANG   14. Mereka Bertemu

    (Kembali ke POV Reno)Sudah hampir enam bulan aku dan anak-anak hidup tanpa Allea. Apakah Alleaku mati? Tidak. Aku sangat yakin jika Allea masih hidup. Jika memang mati, sudah pasti jasadnya akan ditemukan mengapung. Namun, hingga detik ini tidak ada penemuan jasad wanita. Suara wanita yang sempat kudengar beberapa bulan lalu adalah suara Allea. Sayangnya, orang-orang menganggap aku berhalusinasi. Aku yakin jika Allea berada di tempat lain. Pasti seseorang di sana telah menolongnya dan Allea trauma untuk kembali kepadaku. Mungkin Allea memang sengaja meninggalkan anak-anak bersamaku supaya aku merasakan bagaimana menjadi dirinya.Aku memang tengah merasakan itu. Jujur, aku tidak sanggup dan mengaku kalah. Arvin diasuh oleh Mbak Veni di rumahnya, sedangkan Afkar dan Ansel tetap bersamaku dan dibantu seorang pengasuh. Ya, aku menggunakan bantuan pengasuh karena tak sanggup jika harus melakukannya seorang diri. Hebatnya Allea mengasuh tiga anak sekaligus tanpa bantuan siapapun. Ditamba

Latest chapter

  • BIDADARI YANG HILANG   30. Akhir Kisah

    "Kenapa? Anak Mas Reno, 'kan, anak kamu juga. Masa', kamu mau sama bapaknya aja?" Sindiran Allea membuatku geleng-geleng kepala. "Al, udah!" ucapku. Kulihat Monica menggeleng pelan. "M–maaf, Bu. Saya tidak bermaksud ingin menjadi sugar baby atau istri ke dua. Tadi saya hanya bercanda saja," ucapnya kemudian. "Benar, 'kan, kalau mau jadi istri ke dua?" tanya Allea lagi.Monica menggeleng cepat. "Saya hanya bercanda, Bu. Maaf!" "Bercanda?" Allea mengernyit. "I–iya Bu. Saya hanya bercanda, kok. Maaf, ya! Saya pamit pulang dulu, permisi!" ujar Monica kemudian beranjak pergi. Aku melongo, nyali Monica menciut begitu saja setelah mendapat omongan sepanjang jalan kenangan dari Allea. Sok garang di belakang Allea. Nyatanya takut juga. Setelah Monica pergi, aku segera mengajak Allea masuk. Banyak pertanyaan yang akan kuberikan kepadanya. "Bu Dewi masih bekerja di sini, kenapa kamu mengatakan itu? Kamu mau memecatnya?" tanyaku. "Nggaklah, Mas." "Terus kamu hamil beneran?" tanyaku pena

  • BIDADARI YANG HILANG   29. Allea VS Monica

    "Masuk aja, yuk!" ajak Allea kepada Monica. "Terima kasih, Bu, tapi saya di sini saja. Saya hanya sebentar, kok," jawab Monica. "Kenapa?" tanya Allea. "Tidak apa-apa, Bu. Di sini saja," jawabnya. Untungnya dia menolak. Meski dia tidak memberitahu alasan menolak ajakan Allea untuk masuk, tetapi aku dapat menebak bahwa dia takut dengan kemoceng. "Kalau gitu, aku buatkan minum dulu, ya." Allea bergegas masuk untuk membuat minum.Aku dan Monica duduk di teras. Dia terus memperhatikan Allea yang melangkah ke dalam."Ada apa, Mon?" tanyaku."Nggak apa-apa. Cuma pengin tahu keadaan Pak Reno saja. Saya juga mau ngasih tahu kalau saya sudah pindah bekerja dan pindah kontrakan.""Terus? Apa hubungannya sama saya?" tanyaku heran."Ya ... saya cuma memberitahu. Siapa tahu Pak Reno kembali bekerja di kantor yang dulu terus mencari keberadaan saya."Aku menahan tawa mendengar penuturannya yang sangat percaya diri. "Mon, mana mungkin saya nyariin kamu. Saya juga sudah tidak bekerja di sana lagi

  • BIDADARI YANG HILANG   28. Tak Ingin Berjauhan

    Allea tertawa kecil. "Kan, tadi udah," jawabnya."Peluk, dong! Aku kangen," rayuku setengah berbisik."Al, satu tahun aku cari kamu. Pulang kerja cari kamu. Malam pun cari kamu. Aku berdiam diri di tempat kamu hilang sambil menunggumu datang. Aku mengabaikan orang-orang yang menganggap aku gila," sambungku.Allea berkaca-kaca sambil menggigit bibir bawah. Dia pun mendekatkan anak-anak kepadaku. Dia memeluk kami dengan penuh cinta."Aku juga rindu kalian semua," balasnya dengan manis."Anak-anak udah makan?" tanyanya kemudian."Mereka udah makan. Aku juga udah makan tadi. Kamu pasti lapar, ya? Kamu makan dulu. Bu Dewi tadi masak banyak karena memang banyak orang berdatangan," ucapku.Perut Allea terdengar keroncongan. Aku segera memintanya makan kemudian kembali bercengkrama denganku. Dia beranjak meninggalkanku. Namun, Afkar menahan tubuh Allea. Rupanya, bocah enam tahun itu masih rindu."Kangen, ya, sama mama," kata Allea. Afkar hanya mengangguk."Biar makanannya dibawakan ke sini sa

  • BIDADARI YANG HILANG   27. Pertemuan yang Diimpikan

    (Kembali ke POV Reno)Penjelasan wanita yang sedang berada di kursi roda itu membuatku terkejut. Mbak Veni dan Mas Bram tega menggunakan Allea sebagai alat untuk kekayaan mereka. Kurang ajar memang pasangan suami istri itu. Sel tahanan adalah tempat yang cocok bagi mereka.Bu Yeni tiba-tiba mendapat kabar bahwa putranya telah ditangkap dan Allea akan tiba dalam beberapa saat. Wanita yang ada di kursi roda itu pamit pergi. Rasanya memang tidak tega melihat putra satu-satunya akan diproses hukum, tetapi itu juga keputusannya sendiri. Aku menyebut Bu Yeni sebagai wanita hebat karena mendidik anak tidak sekedar ucapan, tetapi juga tindakan.Kudengar suara orang ramai-ramai memasuki rumah. Aku masih di kamar dan belum latihan berjalan jauh. Hanya duduk dan mencoba menapak lantai sambil belajar berdiri beberapa detik kemudian maju dua langkah lalu duduk lagi."Alhamdulillah, akhirnya pulang dengan selamat." Itu seperti suara asisten Mbak Veni."Mama kangen," ucap seorang wanita yang suarany

  • BIDADARI YANG HILANG   26. Berlanjut Kesurupan (POV Allea)

    Gawat! Ada yang mencurigaiku. Namun, aku tetap tertawa layaknya Miss K. Tiba-tiba saja Arga menarik tubuhku dengan kasar dan menatapku. Aku menatapnya dengan senyum menyeringai."Kamu hanya pura-pura supaya bisa menghindar dariku? Begitu?" tanya Arga."Rawwrrrrr!" Aku mengerang dan mendorong tubuhnya. Kudekati Arga yang mulai takut. Kulingkarkan jari-jemariku di lehernya."Hihihihi ....""Lia! Le–lepas ...." Arga merintih.Aku tersenyum puas menatap Arga yang ketakutan. Kudorong tubuhnya hingga dia terjatuh. Aku menoleh ke arah anak buah Arga. Mereka semua mulai ketakutan menatapku."Hihihihi ...."Semakin aku melangkah, mereka semakin mundur. Kulempar meja kecil yang ada di hadapanku sambil tertawa. Mereka semua lari keluar rumah. Payah! Ini masih baru lempar meja. Aku pun kembali menatap Arga yang masih tidak berkutik. Kudekati dia dan betapa terkejutnya aku. Astaga! Arga ngompol."Hihihihi ...." Untung saja tawa lepas ini dapat tersalurkan melalui tawa Miss K. "Iiiiihihihihi ...."

  • BIDADARI YANG HILANG   25. Pura-pura Kesurupan II (POV Allea)

    "Terus gimana? Cuma ini tempat yang aman dari kejaran polisi," ucap Arga.Hah? Arga dikejar polisi? Kasus apa? Sungguh, aku masih bingung.Aku terus berjalan dan duduk di anak tangga. Rambut acak-acakan yang terus kumainkan dengan gaun putih yang kukenakan benar-benar mendukung sandiwara ini."Na na na ... hihihi ...."Mereka terus memperhatikan diriku. Penakut semua! Mereka tidak ada yang berani mendekat. Namun, seseorang yang memakai peci itu dilepas ikatannya dan perlahan berjalan ke arahku. Dia adalah salah satu dari orang-orang yang diikat Arga tadi."Siapa kau sebenarnya?" tanyanya.Aku tidak mengindahkan. Hanya kulirik sekejap lalu kembali memainkan rambut dan bersenandung."Keluar dari tubuh ini!"Aku menggeleng pelan. Namun, pria itu tiba-tiba memegang kepalaku. Dia membacakan doa kepadaku. Aku ini hanya pura-pura. Doa itu tidak akan berpengaruh apa-apa kepadaku. Aku ikuti saja doa yang dia bacakan. Sontak saja semua orang terkejut dan semakin takut.Arga? Nyalinya menciut. D

  • BIDADARI YANG HILANG   24. Pura-pura Kesurupan (POV Allea)

    (POV Allea)Mataku berbinar-binar. Pria yang berprofesi sebagai ojek online itu mengetahui alamat Mas Reno. Beliau mengaku bahwa Mas Reno menyebar poster di mana-mana yang menyertakan alamatnya. Beliau segera memintaku naik ke atas motornya dan melakukan perjalanan. Namun, ada yang aneh ketika di tengah-tengah perjalanan."Loh, Pak? Ini kenapa?" tanyaku yang merasa motor ini meliuk-liuk.Motor berhenti dan kami pun turun. Ban motornya kempes. "Waduh, maaf! Bocor, Mbak," jelasnya.Aku melihat ban motor itu benar-benar kempes. "Ya sudah, kita cari bengkel ayo, Pak!" ajakku."Mbak nggak apa-apa menunggu ban ini ditambal?""Nggak apa-apa.""Mbak, bengkelnya jauh. Mbak tunggu di warung itu aja! Nanti saya kemari.""Nggak apa-apa saya temani! Mari saya bantu dorong! Jalannya nanjak begini, Pak," kataku.Kami segera pergi untuk mencari bengkel. Tidak masalah meski jauh, yang penting nanti aku sampai di rumah. Namun, baru beberapa saat berjalan, sebuah mobil sedan berhenti di samping kami. Du

  • BIDADARI YANG HILANG   23. Ingatan Kembali (POV Allea)

    (POV Allea)Nama itu seperti tidak asing. Reno, Arvin, Ansel, Afkar. Siapa mereka? Kenapa aku selalu menangis saat mendengar nama-nama itu? Sejak kedatangan pria itu di rumah calon mertua, hariku selalu gelisah. Entah kenapa pikiran selalu tertuju kepada mereka, padahal aku tidak mengenalnya.Mendekati hari pernikahan, perasaanku mendadak hambar kepada Arga. Mungkin aku terlalu banyak memikirkan pria bernama Reno itu. Berulang kali aku menyadarkan diri bahwa Arga adalah calon suamiku. Harusnya Arga yang ada di pikiran, bukan pria bernama Reno.Bu Yeni, calon mertuaku itu mendesak aku kembali kepada Reno secara tiba-tiba. Padahal, aku tidak mengenal siapa itu Reno. Entah kenapa Bu Yeni jadi membela pria itu. Sempat terpikir bahwa Bu Yeni tidak mengharapkanku sebagai menantu. Namun, saat itu Arga berusaha meyakinkan diriku dan mengatakan bahwa ibunya sedang di bawah pengaruh Reno.***Detik-detik pernikahan, pikiran semakin tidak karuan. Hati selalu gelisah. Entah perasaan apa ini. Ber

  • BIDADARI YANG HILANG   22. Pertolongan

    Tengah malam pun tiba. Namun, Bu Dewi tak kunjung menemuiku. Mbak Veni? Mungkin dia sedang bertepuk tangan atas kebahagiaan si bejat itu. Aku penasaran dengan reaksi Mbak Veni setelah mengetahui bahwa yang dinikahi Arga adalah Allea.Tubuh ini seperti mati rasa karena terlalu lama berbaring. Tidak apa, lebih baik aku tiada saja daripada harus melihat Allea menjadi istri orang lain. Esok, akan kuminta Mas Bram untuk menambahkan ikatan ini atau aku akan menyuruhnya menghabisiku secara terang-terangan.Lelah rasanya hidup di tengah orang-orang munafik. Tiba-tiba aku teringat dengan ucapan Allea kala itu. Janganlah kita terlalu mempercayai orang lain meski itu saudara sendiri. Allea juga pernah mengatakan supaya kami tidak terlalu berharap kepada sesama manusia sekalipun itu sedarah sekandung. Meski tidak semua orang begitu, tetapi berjaga-jaga itu lebih baik. Dalamnya hati manusia tak ada yang tahu. Khawatir ujung-ujungnya akan mengecewakan seperti yang kualami.Tuhan. Ya, selama ini aku

DMCA.com Protection Status