Home / Pernikahan / BIDADARI YANG HILANG / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of BIDADARI YANG HILANG: Chapter 11 - Chapter 20

30 Chapters

11. Kedatangan Polisi

Senyumku hilang seketika. Kupikir dia adalah Allea, ternyata bukan. "Hai, Pak Reno!" "Ada apa, Mon?" tanyaku kepada Monica. "Saya bawa makanan untuk Pak Reno dan anak-anak."Monica menyerahkan rantang susun kepadaku. "Kenapa kamu repot-repot?" tanyaku. "Nggak repot, kok, Pak. Saya cuma ingin berbagi makanan aja." Aku menerima makanan pemberian Monica. Memang, dia sudah tahu perihal kepergian Allea. "Terima kasih," ujarku kemudian. "Di mana anak-anak? Boleh saya menemui mereka?" Aku hanya mengangguk kemudian mempersilakan Monica untuk masuk. "Hai!" Monica menyapa anak-anak. Mereka hanya menoleh kemudian mengalihkan pandangan ke arahku. Ansel menghampiriku yang membawa rantang. "Apa itu, Pa?" tanyanya penasaran. "Makanan dari Tante Monica. Mau?" tawarku. Ansel mengangguk. Afkar yang sibuk dengan makanannya pun turut mendekat. "Biar saya bantu siapkan, ya. Saya ambilkan sesuatu, ya, Pak." Monica berdiri dan entah akan ke mana. "Kamu mau ke mana?" tanyaku. "Ke dapur." "Dudu
Read more

12. Menghilang

Kenapa semua ini harus terjadi kepadaku? Di saat aku dan anak-anak sedang membutuhkan Allea, kabar buruk tengah menimpa kami. Pantas jika tadi perasaan mendadak tidak enak saat melihat mobil yang kecelakaan di dekat jembatan. Mbak Veni dan Monica berada di rumah untuk menjaga anak-anak. Aku dan Mas Bram pergi untuk mencari keberadaan Alleaku yang dikabarkan jatuh ke bawah jembatan.Pikiran dan perasaanku saat ini benar-benar tidak karuan. Segala kemungkinan buruk terus terlintas. Meski Mas Bram memintaku untuk tetap berpikir positif, tetap saja tidak bisa. Alleaku mengalami kecelakaan dan jatuh ke bawah jembatan. Bagaimana aku bisa berpikir positif?Setibanya di lokasi kejadian, pikiran semakin kacau melihat ada mobil yang terguling di tepian sungai yang mengalir. Kupikir tadi adalah kecelakaan tunggal, ternyata di bawah sini ada mobil yang katanya ditumpangi oleh Allea. Separuh jiwaku seolah hilang. Tubuh mendadak lemas apalagi saat mengetahui sungai yang mengalir di bawah sini cuku
Read more

13. Akhirnya Kumenemukanmu

(POV ARGA)Aku mengusap lembut tangan wanita cantik yang ada di hadapanku. Senyum yang dia berikan adalah senyum paling indah yang pernah kudapat. Kami memang tidak terlalu dekat saat SMP dulu. Kami hanya berbeda kelas, tetapi saling tahu.Sudah sejak SMP aku mengincarnya, tetapi tak berani mendekati. Alasannya sepele, yaitu tidak ingin mengganggu prestasinya. Dia cukup terkenal di sekolah. Dia sangat aktif di berbagai organisasi. Jangankan mendekati, mengobrol satu menit saja itu sudah syukur.Kupikir akan mendekatinya saat SMA nanti. Namun, rencana tidak sesuai ekspektasi. Aku harus pindah kota mengikuti keinginan kedua orangtua. Mereka menyekolahkan aku di sekolah ternama yang ada di salah satu kota besar di Indonesia.Rindu? Jelas sekali aku sangat merindukan Allea. Tidak ada akses untuk menghubungi dirinya. Teman-teman juga tidak tahu di mana dan berapa nomor telepon Allea. Kabar yang kudengar saat itu Allea juga pindah ke luar kota. Sudah, harapanku untuk mendapatkan Allea semak
Read more

14. Mereka Bertemu

(Kembali ke POV Reno)Sudah hampir enam bulan aku dan anak-anak hidup tanpa Allea. Apakah Alleaku mati? Tidak. Aku sangat yakin jika Allea masih hidup. Jika memang mati, sudah pasti jasadnya akan ditemukan mengapung. Namun, hingga detik ini tidak ada penemuan jasad wanita. Suara wanita yang sempat kudengar beberapa bulan lalu adalah suara Allea. Sayangnya, orang-orang menganggap aku berhalusinasi. Aku yakin jika Allea berada di tempat lain. Pasti seseorang di sana telah menolongnya dan Allea trauma untuk kembali kepadaku. Mungkin Allea memang sengaja meninggalkan anak-anak bersamaku supaya aku merasakan bagaimana menjadi dirinya.Aku memang tengah merasakan itu. Jujur, aku tidak sanggup dan mengaku kalah. Arvin diasuh oleh Mbak Veni di rumahnya, sedangkan Afkar dan Ansel tetap bersamaku dan dibantu seorang pengasuh. Ya, aku menggunakan bantuan pengasuh karena tak sanggup jika harus melakukannya seorang diri. Hebatnya Allea mengasuh tiga anak sekaligus tanpa bantuan siapapun. Ditamba
Read more

15. Rindu Menyiksa

Segera aku pamit pulang karena hari juga sudah malam. Khawatir apabila Bu Dewi kewalahan menghadapi Ansel dan Afkar yang penuh drama saat hendak tidur. Bu Dewi adalah pengasuh anak-anak. Kesabarannya hampir setara dengan Allea. ***"Papa, kenapa Mama belum pulang?" Pertanyaan itu kerap kali ditanyakan oleh Afkar saat aku hendak menidurkannya. "Mama kerja, Sayang. Mama akan pulang jika uangnya sudah banyak. Mama ingin membeli mainan yang banyak untuk kalian," kataku mencoba menghibur kerinduan Afkar kepada Allea. Sungguh, pedih hati ini melihat anak-anak yang merindukan ibunya. Kuusap lembut kepala mereka. Ansel terlihat sudah terlelap. Afkar pun perlahan mulai memejamkan mata. Allea, kembalilah demi anak-anak! Aku berjanji tidak akan bersikap seperti dulu. Usai menidurkan anak-anak, aku kembali ke kamar. Kurebahkan tubuh di sana sambil memandang foto pernikahanku dengan Allea yang tercetak dalam ukuran besar.Sayang, kamu sangat cantik! Dulu, mendapatkan Allea penuh perjuangan.
Read more

16. Itu Allea

"Allea, kamu Allea, 'kan? Kamu Allea, istriku." Aku menggenggam tangannya dan kupaksa dia untuk mendekat. Namun, dia menolak. "Siapa Allea? Saya bukan Allea, maaf," katanya. "Aku tahu kamu Allea. Buka maskermu, Sayang! Aku dapat mengenalimu dari mata dan caramu menatap. Ayo pulang, Sayang! Anak-anak rindu," ujarku. "Tolong lepaskan saya! Saya bukan Allea. Saya tidak mengenal Anda." "Lepaskan dia!" Seorang laki-laki menarik tangan Allea dan menjauhkannya dariku. "Anda ...." Laki-laki itu menatapku dengan lekat. Aku pun sama karena seperti mengenalnya. "Pak Arga?" Ya, aku baru ingat. Dia adalah Arga, rekan bisnis Mas Bram. "Pak Reno, ya? Kenapa Pak Reno menarik tangan dia? Dia calon istri saya, Pak." Pernyataan Arga membuatku terkejut. "Calon istri?" gumamku bertanya-tanya.Aku kembali melirik wanita yang bersembunyi di belakang Arga. Wanita itu enggan menunjukkan dirinya lagi. Mungkin dia ketakutan karena kutarik-tarik tadi. Entah kenapa aku merasa bahwa dia adalah Allea. "Pak
Read more

17. Bertatap Muka

Aku mengikuti mobil Arga. Tibalah kami di sebuah rumah makan. Namun, aku masih menunggu Arga dan Allea keluar dari mobil. Beberapa saat kemudian, aku terkejut sekaligus senang bercampur sedih.Wanita itu ... dia memang benar Allea. Dia adalah istriku. Segera aku turun dan menghampirinya. Kuhadang mereka yang tengah bergandengan tangan. "Allea!" Kudekap Allea dengan erat. "Kenapa kamu bisa dengan laki-laki ini? Kamu masih sah menjadi istriku. Kasihan anak-anak merindukanmu!" lanjutku. "Lepaskan saya!"Lepaskan Lia!" Arga menarik Allea dan memasang badan di hadapanku. "Berhenti mengganggu Lia! Dia adalah Lia, bukan Allea. Dia adalah calon istri saya, bukan istri Anda!" kata Arga kepadaku."Dia itu Allea. Dia istri saya yang selama ini menghilang," balasku. "Dia adalah Lia. Apa pendengaran Anda terganggu, Pak Reno? Dia itu Lia.""Ayo, Lia! Kita masuk sekarang!" Kutahan tangan Allea yang hendak diajak masuk oleh Arga. Allea menatapku penuh kebingungan. Entah kenapa Allea menjadi begi
Read more

18. Membujuk Allea

***Hari telah berganti. Kami segera menuju ke kediaman ibunya Arga sepulang dari kantor. Mobil kulajukan dengan cepat sambil mengikuti arahan dari Dani. Namun, aku terkejut ketika Dani memintaku berhenti di sebuah rumah besar yang pernah kudatangi dulu. "Di sini, Dan?" tanyaku. "Iya. Ini rumah ibunya Pak Arga," jawabnya."Apa? Berarti ... yaudah kita turun aja sekarang!" ajakku. Perihal aku yang pernah mendatangi rumah ini satu tahun lalu akan kuceritakan kepada Dani nantinya. Saat ini aku perlu bertemu dengan ibunya Arga secepatnya. Kami turun dan mendapati penjaga di sana. Penjaga di rumah itu sepertinya sudah ganti karena berbeda dengan yang kutemui dulu. "Selamat sore, Pak!""Ya, selamat sore. Ada kepentingan apa?" "Kedatangan kami kemari untuk menjenguk Bu Yeni," kata Dani. "Maaf, tapi Bu Yeni tidak bisa diganggu.""Beneran saya tidak boleh masuk? Apa perlu saya telepon Pak Arga dan mengatakan bahwa saya tidak diizinkan masuk? Soalnya Pak Arga juga menitipkan ini untuk Bu
Read more

19. Saudara Rasa Musuh

"Allea, aku Reno suamimu," kataku. Namun, Allea pergi menjauh."Allea! Ingat Arvin, Ansel, dan Afkar!" Aku terus mengejar Allea yang memasuki kamar. Dia mengunci rapat pintu sehingga aku tidak bisa membukanya. "Allea, tolong ingat bahwa kamu adalah istriku! Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.""Argh!" Dani mengerang karena tangannya digigit oleh Arga. Arga menghampiri dan hendak menghajarku, tetapi kutahan serangannya. "Jangan pernah merebut Lia dariku!""Seharusnya kamu sadar diri karena Allea adalah istriku," sahutku sambil terus berusaha menahan tangan Arga. "Dia sudah melupakanmu. Permintaannya untuk menghilangkan dirimu dari ingatannya sudah terkabul. Mau apa kamu sekarang, ha? Dia sama sekali tidak mengenalmu." "Meski dia tidak mengenaliku, tetapi dia adalah istriku. Aku akan tetap membawanya pulang.""Tidak akan bisa karena dia akan segera kunikahi.""Jangan bermimpi, Arga! Aku masih sah menjadi suaminya." Aku terkejut saat tiba-tiba penjaga menahan kami berdua. Kut
Read more

20. Kegilaan Monica

"Kamu yang gila!""Mbak Veni yang gila! Allea itu—""Stop! Berhenti menyebut nama Allea, Reno! Lupakan dan relakan! Allea sudah tena—""Mbak, dia masih hidup dan hilang ingatan!" sentakku sambil berteriak lantang. Entah kenapa susah sekali menjelaskan hal ini kepada manusia satu ini. Napasku masih memburu menatap Mbak Veni yang mendadak diam. "Hi–hilang ingatan?""Makanya kalau orang ngomong itu didengarkan sampai selesai. Jangan main potong!" sentakku kesal. Mbak Veni menggeleng pelan. "Itu nggak mungkin. Kalau memang Allea ada bersama Pak Arga, sudah pasti Pak Arga akan memberitahu Mas Bram dan aku. Nyatanya, dia tidak memberitahu apa-apa. Memang benar, ya? Kegilaanmu semakin tidak terkendali." Bibirku tersenyum miring. Rasanya percuma saja menjelaskan kepada Mbak Veni yang tidak tahu apa-apa. Kupikir dia akan percaya kepada adik kandungnya, ternyata dia masih tetap mempercayai rekan bisnis suaminya yang tidak jelas itu. "Dasar gila!" makiku lagi."Kamu yang gila! Kalau Mas Bram
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status