Home / Romansa / Asisten Kesayangan CEO Angkuh / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Asisten Kesayangan CEO Angkuh: Chapter 81 - Chapter 90

104 Chapters

81. Siapa Yang Berkhianat?

Tim audit sudah kembali ke kantor pusat, Ritme bekerja perusahaan Raka sudah kembali ke ritme semula. Ketegangan yang mewarnai gedung itu selama satu minggu, sirna sudah. Tawa dan canda terdengar kembali. Tapi keceriaan itu tidak serta merta dirasakan oleh semua orang. Ada beberapa kepala divisi yang masih bergelut dengan keresahan mereka. Mereka masih diliputi ketegangan, karena laporan hasil pemeriksaan belum mereka terima. "Aku benci seperti ini!" Luapan kemarahan Iwan, kepala divisi keuangan, menggema dari sebuah private room di salah satu kafe terkenal di kota Jakarta. Tidak ada yang berani menenangkan pria bertubuh tambun itu. Mereka sendiri merasakan kecemasan dan kegelisahan yang tidak jauh berbeda. Rasa khawatir masih membayangi mereka. "Mengapa gadis itu bisa datang kemari? Mengapa dia tidak memeriksa kantor cabang yang lain saja?" "Mungkin mereka sudah mencium permainan kita, Pak." Salah satu staf akhirnya memberanikan diri menjawab pertanyaan penuh kekesalan atasan
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

82. Permintaan Nadhira

"Maaf, Pak. Saya tidak bisa mengatakannya. Kondisi perusahaan sudah begitu buruk, pasti itu salah satu alasan mengapa pusat melakukan audit di perusahaan. Seharusnya, perusahaan ini diaudit setiap tahun. Saya tidak tahu mengapa Pak Raka tidak melakukan hal itu." Dewa berusaha memaklumi keberatan Rara. Pembicaraan Dewa dan Rara baru selesai sekitar jam tujuh malam. Itu pun mereka harus berganti tempat karena merasa tidak enak dengan pemilik kafe yang sudah hilir mudik di depan mereka, meminta mereka meninggalkan tempat itu secara halus. "Aku akan menanti kabar baik darimu, Ra." Dewa menatap Rara dengan penuh harap. Ia merasa sedikit lega. "Bapak tidak perlu khawatir. Saya tidak akan membocorkan pembicaraan ini kepada siapa pun. Tapi mungkin saja, suatu saat saya memerlukan bantuan Pak Dewa untuk menyelesaikan permasalahan ini." "Oh, tentu. Tentu saja. Aku akan membantumu." "Kalau begitu saya pergi dulu, Pak." Rara meninggalkan Dewa yang masih harus menunggu taksi online pesanan
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

83. Tugas Diakhir Waktu

Satu minggu yang lalu. "Siapa?" Riswan mengangkat kepalanya. Suara ketukan mengganggu konsentrasinya. Ia sedang sibuk membuat laporan jumlah pasien yang berobat di klinik perusahaan hari ini. Lumayan cukup banyak. Hampir semuanya mengeluhkan hal yang sama. Sakit perut. Pintu berwarna putih itu membuka sedikit sebelum akhirnya menampakkan sosok cantik berkaca mata hitam. "Apakah aku mengganggu pekerjaanmu?" Suara lembut itu menggelitik pendengaran Riswan, hingga membuatnya melepas pena di tangannya secara tidak sengaja. "Kamu terkejut? Tidak mengharapkan kehadiranku di sini?" Nadhira melangkah masuk mendekati meja kerja Riswan. Riswan sedikit menggerakkan bahunya ke atas. "Sebuah kejutan untukku." Ia mempersilakan Nadhira untuk duduk, setelah menutup bukunya. "Ada hal penting apa hingga dirimu datang mengunjungiku hari ini? Pekerjaankah?" "Kamu tahu, aku tidak ada waktu untuk bermain-main di sini, dan bocah itulah yang membuatku harus datang kemari. Ini adalah kedatanganku ya
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

84. Undangan Widjanarko

Bukan main pegalnya punggung Rara. Hampir seharian, ia mencetak semua dokumen yang ada di laptop Raka, hingga makan siangnya pun diantar oleh Susan. Raka sepertinya sengaja mengurung Rara di ruang kerjanya. Pria itu sendiri tidak berada di ruangannya. Ia meninggalkan Rara sendirian. Di sela-sela makan siangnya, Rara dihubungi oleh Widjanarko. W: "Kamu sudah bertemu dengan Wisnu?" R: "Pak Wisnu? Ehm, saya tidak bertemu dengan Pak Wisnu, Pak. Saya sekarang ada di ruangan Pak Raka." W: "Mana bocah itu? Berikan ponselmu padanya!" R: "Pak Raka tidak ada di sini, Pak. Beliau keluar, dan saya tidak tahu beliau pergi kemana." W: "Apa kamu tahu alasan Wisnu mengajukan surat pengunduran diri?" R: "Tidak tahu, Pak. Saya juga baru tahu dari sekretarisnya, Mbak Reni." Terdengar decakan kesal Widjanarko di ujung sana. "Katakan pada bocah itu, aku menunggu telpon darinya." R: "Baik, Pak." Jam sudah menunjuk ke angka dua lebih tiga puluh menit. Rara meregangkan otot-otot tangan dan punggung
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

85. Cuti Yang Tertunda

Denting suara sendok beradu dengan piring dan garpu, menghiasi ruang makan berukuran enam kali sepuluh meter. Tidak ada percakapan yang menyelip diantaranya. Semua begitu serius dengan makanan di piring masing-masing. Dingin. Satu kata untuk menggambarkan suasana di ruangan itu. Tidak ada kehangatan sama sekali. Suasana yang tidak pernah ditemui Rara sebelumnya. Gadis itu seakan menjadi bunglon, memilih menjadi meja makan yang hanya diam menyimak semua suara di ruangan itu. Ia sendiri berusaha dengan cepat menghabiskan makanannya. Dalam diam, Widjanarko bangkit dari kursi makannya dan memberi kode kepada Rara agar segera mengikutinya. Sedangkan Raka, malam ini tidak terlihat batang hidungnya. Apakah ia sengaja menghindari undangan makan malam bersama orang tua dan mantan asistennya itu? Widjanarko mengambil satu cerutu di meja kecil, tepat di samping kursi besar utama di ruang tamu. Ia menyalakan cerutu berwarna hitam pekat dan mulai menghirup lalu menghembuskan asap-asap kecil dar
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

86. Menikahlah Denganku

Rara tergesa-gesa berjalan menuju ruangan Raka, hingga dirinya nyaris bertabrakan dengan Susan."Kenapa kamu selalu saja membuat masalah??" sungut Susan, sesaat dirinya nyaris bertabrakan dengan Rara. "Maksudnya?""Pak bos marah-marah saja sejak aku keluar dari lift. Setiap detik selalu saja menanyakan dirimu. Memangnya kamu sudah mengambil barang berharga dari ruangannya ya?""Belum makan kali, jadi ya begitu. Lagian masa iya beliau datang lebih dulu dari kamu?" Rara berjalan menjauh dari Susan."Lihat saja sendiri, dan jangan bertanya apa pun padaku!"Rara yang sudah merasa kesal sejak dari ruangan personalia, memaksakan kakinya untuk terus melangkah menujur ruangan Raka. Ia sangat membutuhkan kesabaran ekstra pagi ini. Kenyataan jika cuti yang ia ajukan disetujui tapi ditunda adalah hal yang sangat menyebalkan baginya. "Apa kamu memang lamban seperti ini?" Raka berkacak pinggang ketika Rara sudah berdiri mematung di depan meja kerjanya.Diam adalah pilihan terbaik untuk Rara saat
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

87. Pantangan Raka

"Rara kembali meletakkan tangannya di kening Raka. Panasnya semakin meningkat. Pantas saja pria ini mengatakan hal yang tidak-tidak. Jika nanti panasnya sudah turun, pasti dia akan membantah apa yang baru saja dia ucapkan. Rara mengendorkan ikat pinggang Raka, termasuk dasi dan melepas kaos kakinya. Jas hitam mengkilat pun ia lepas dan sampirkan di sisi belakang sofa. Rara kembali mengambil obat penurun panas di kotak obat. Ia menghancurkannya dengan sendok, yang ia ambil dari pantri kemarin, lalu memberinya sedikit air dan meminumkannya pada Raka dengan susah payah. Raka tergeletak tidak berdaya. Ia pasrah saja dengan perlakuan Rara. Ia menjadi anak yang patuh pagi ini. Mutiara Difa hari ini begitu berbeda di matanya. Gadis itu mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang ia tolak kehadirannya, tapi justru sangat ia butuhkan. Meski wajah keduanya sangat bertolak belakang, tapi postur tubuh yang tidak jauh berbeda, cara berjalan dan beberapa kalimat mereka, hampir sama. Terkadang
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

88. Amplop Coklat Yang Meresahkan

Sepanjang hari ini, Raka mengomel tidak jelas. Panasnya sudah berangsur turun, tapi tubuhnya masih terasa lemas. Ia ingin berbaring di kasur empuknya."Difa. Apa kamu bisa menyetir mobil?" Raka melirik Rara yang sedang membereskan meja kerjanya."Bisa, Pak tapi tidak begitu lancar. Bapak ingin pulang? Saya telpon Pak Doni saja, ya? Biar Pak Doni mengantarkan Bapak pulang sekarang.""Kalau aku pulang dengan Doni, terus kamu kemana?""Saya ya masih di sini, Pak. Kan jam kantor baru selesai jam empat sore?""Kamu itu bagaiamana sih? Kamu sekarang adalah asisten pribadiku, jadi, kemana pun aku pergi, kamu harus ikut!"Aduh. Rara mengumpat lagi dalam hati. Mengapa harus sampai ke apartemen pria itu lagi?"Baik, Pak. Saya akan ikut kemana pun Bapak pergi." Rara akhirnya pasrah. Ia harus membuang jauh-jauh mimpi untuk menikmati cuti yang diberikan oleh bos besarnya.Tak berselang lama, Doni datang dan memapah Raka. "Mengapa tidak pulang sejak tadi, Bos?""Aku baru saja minum obat dari dokter
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

89. Amplop Coklat Yang Meresahkan (2)

Raka membawa pulang amplop coklat ke apartemennya. Ia meletakkan amplop itu di meja makan, dan hanya memandanginya. Ia tahu jika isi amplop itu adalah hasil pemeriksaan audit beberapa waktu lalu. Entah mengapa, ia tidak punya nyali untuk membuka amplop itu. Kesombongannya mendadak menguap. Apa jadinya jika apa yang pernah dikatakan mantan asistennya terbukti benar? Bagaimana jika memang ada yang sudah berkhianat di perusahaannya? Raka teringat dengan salinan yang dibuat Mutiara Difa beberapa waktu lalu. Ia meminta gadis itu untuk mencetak dan membuat salinannya. Ia harus mulai menyelidiki sendiri. Gengsinya terlalu tinggi untuk meminta bantuan pada mantan asistennya, atau pada Wisnu sekali pun. Hendak ditaruh dimana wajahnya, jika ia terbukti sudah salah menilai kondisi perusahaannya? Raka menekan tombol hijau. Ponsel sengaja ia senyapkan. Ia tidak mau menerima panggilan darimana pun, kecuali dari kedua orang tuanya dan asisten pribadinya yang baru. "Sudah kamu buka amplop cokla
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

90. Laporan Kesehatan

Kedua netra Raka terbuka lebar. Ia tidak percaya dengan nama yang tertera di kertas itu. Berulang kali ia membaca, akan tetapi tetap saja nama itu yang muncul. Raka mulai membaca lembar demi lembar laporan kesehatan di tangannya, dengan perasaan gugup. Berharap tindakannya itu tidak melanggar batasan orang tuanya. Kalimat-kalimat di sana membuat Raka bertanya-tanya sendiri. Apa maksud laporan kesehatan ini? Apakah Mutiara Difa sudah resmi diangkat menjadi karyawan tetap perusahaannya? Siapa yang merekomendasikan? Ia sendiri belum memberi penilaian atas kinerja gadis itu selama bekerja di perusahaannya. Ia terhenti pada satu kalimat. Penyakit yang diderita, asam lambung akut. Gemetar seluruh tubuh Raka. Gadis yang dua hari kemarin merawatnya, memiliki penyakit yang sama dengannya. Bahkan, lebih parah dari dirinya. Tapi mengapa gadis itu terlihat baik-baik saja? Justru gadis itu terlihat lebih kuat bila dibanding dengan dirinya. Raka meneruskan membaca laporan itu. Belum pernah men
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status