Home / Romansa / Asisten Kesayangan CEO Angkuh / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Asisten Kesayangan CEO Angkuh: Chapter 91 - Chapter 100

104 Chapters

91. ICU

Ruangan ICU itu terlihat sepi. Hanya ada dua pasien yang dirawat di sana. Tidak ada yang berjaga di depan ruangan itu. Hanya beberapa perawat yang masuk ke dalam, lalu keluar lagi setelah beberapa menit melakukan pemeriksaan di dalam. Widjanarko berjalan tergesa, diikuti Ratih yang sejak di mobil terus saja mengusap ujung kedua matanya. Ia berusaha meredam isak tangisnya. Tidak ingin menambah keresahan suaminya. "Aku akan membuat perhitungan dengan putra kesayanganmu itu! Kali ini, dia sudah benar-benar melampaui batas.! Aku sudah tidak bisa lagi memaklumi sikapnya." Ratih tidak menjawab. Ia terus saja mengusap cairan yang tak kunjung berhenti mengalir dari ujung matanya. Pikirannya kosong. Ia tidak pernah membayangkan hal buruk seperti ini akan terjadi karena sikap putranya. "Dimana dia dirawat?" tanya Widjanarko ketika ia melihat Doni di lobi rumah sakit. "Di ICU, Pak." Baik Widjanarko maupun Ratih kaget bukan kepalang. "Ap-Apa kau bilang? Ulang sekali lagi! Kau pasti sedang
last updateLast Updated : 2023-10-26
Read more

92. Just Rara?

"Sudah minta maaf?" sindir Widjanarko begitu mendapati putranya itu tertunduk lemas, di samping Ratih. Raka bergeming. "Kamu tahu siapa yang sedang berjuang di dalam sana?" Widjanarko terus saja menatap tajam putranya itu. Raka hanya menganggukkan kepalanya, tidak berani bersuara. "Siapa?" "Rara." "Rara? Just Rara?" Sekali lagi Raka hanya menganggukkan kepalanya. "Kamu yakin?" Raka kembali menganggukkan kepalanya. Memang siapa lagi selain gadis itu? Mantan asisten pribadinya, asisten kesayangan orang tuanya. "Dia Mutiara Difa." Syok. Raka langsung menengadahkan kepalanya. "Apa kata Papa?" "Dia adalah Mutiara Difa. Mutiara Difa adalah Rara, dan Rara adalah Mutiara Difa." Raka nyaris terperosot dari duduknya. Tubuhnya yang sejak keluar dari ICU sudah lemas, kini bertambah lemas. "Rara, Mutiara Difa. Mutiara Difa, Rara. Haha. Papa jangan bercanda." Tawa Raka terdengar sumbang. "Belum percaya juga. Doni, kamu ambil map hijau itu." Doni segera mengambil map dari kartun
last updateLast Updated : 2023-10-26
Read more

93. Pindah Kamar

"Riswan yang akan menemani Rara selama dia berobat di luar negeri." "Apa?! Mengapa dia? Mengapa bukan yang lain? Wisnu mungkin atau biar Raka saja yang menemaninya?" Raka tidak setuju dengan rencana itu. Mengapa dokter menyebalkan itu yang dipilih papanya? "Karena dia seorang dokter, yang pasti lebih tahu dan paham cara paling cepat untuk membantu proses penyembuhan pasiennya." Tangan Raka mengepal erat. "Kamu sendiri, apa alasanmu melarang dokter Riswan menemani Rara? Kamu bukan siapa-siapa Rara yang berhak ikut campur masalah ini," tegur Widjanarko. "Tapi, Pa ... Dia itu..." Raka bingung menyampaikan pendapatnya. "Papa tahu, dan Papa menyetujuinya. Dokter Riswan adalah orang yang baik, tampan pula. Mereka pasangan yang serasi" "Cih! Serasi dilihat darimana?" Raka berdecih. Ada sesuatu dalam dirinya yang merasa panas dan terbakar setiap kali mendengar nama dokter muda itu. Ratih yang sedari tadi diam saja, sekarang sudah tidak dapat menahan rasa kesalnya. "Mama tidak paham d
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more

94. Pergantian Pimpinan

Raka hanya mampu menatap dari jauh kepergian Rara. Ia tidak berani bergabung dengan rombongan keluarganya, yang mengantarkan Rara di bandara. Rara tidak hanya berobat, tapi ia diberi waktu oleh Widjanarko untuk berlibur, selama yang ia mau. Widjanarko tidak mau jika sampai sakitnya kambuh lagi di kemudian hari. Ia harus memastikan jika asisten kesayangannya itu benar-benar sembuh total. "Ingat, Dokter. Kalau anak ini belum seratus persen sembuh, jangan ijinkan dia untuk pulang ke Indonesia." "Loh, Jangan begitu, Pak. Tidak ada yang mengurus rumah saya." "Aku akan mengirim seseorang untuk mengurus rumahmu. Kamu fokus pada kesembuhanmu. Tidak perlu memikirkan yang lain." Rara kembali diam. Ia tidak bisa membayangkan apa jadinya dia di sana nanti. Hanya duduk, makan, tidur. Tidak melakukan aktifitas lainnya. "Tenang, Pak. Saya akan mengawasinya dengan ketat." "Kamu satu minggu saja di sana, lalu segera kembali kemari. Perusahaan tetap memerlukan tenagamu." "Siap, Pak." Keduany
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more

95. Bertukar Tempat

Rara, tidak perlu meminta pengulangan atas ucapan Widjanarko barusan, langsung mengangkat tangan kanannya ke atas. "Pak. Maafkan saya. Saya menolak keputusan Bapak. Saya sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin perusahaan. Lagipula, saya seorang wanita, yang selalu mengedepankan perasaan lebih dulu daripada pikiran. Saya takut kelemahan saya ini akan berpengaruh dalam mengambil keputusan. Mohon dipertimbangkan lagi." "Raka mohon untuk diulangi lagi, Pa. Raka tidak paham dengan apa yang baru saja Papa sampaikan." Giliran Raka yang mengangkat tangannya. Widjanarko sudah menduga akan ada penolakan dari Rara, atas keputusannya itu. Namun, tekad Widjanarko sudah bulat. Ia tidak akan merubah keputusannya. "Dengarkan baik-baik. Kedudukanmu sebagai pimpinan perusahaan yang bergerak di bidang fashion, akan digantikan oleh Rara. Apakah cukup jelas?" Raka menatap tajam Widjanarko. "Papa yakin?" "Mengapa tidak yakin? Bukankah kamu sudah menerima hasil audit kemari
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more

96. Siapa Yang Kamu Pilih?

Pintu ruang rapat dewan direksi terbuka dari luar. Doni datang menghampiri Rara. "Sekarang waktunya untuk cek kesehatan. Dokter Riswan sudah menunggu di klinik." "Biarkan dia yang datang kemari." Wisnu memberi titah kepada Doni. "Rara sekarang bukan karyawan biasa. Sudah selayaknya dia yang datang kemari, melayani atasannya." "Biar. Tidak apa-apa, Pak. Biar saya yang datang ke sana." "Tidak boleh! Bagaimana mungkin aku membiarkan direktur mendatangi klinik seperti yang karyawan biasa? Aku akan menyuruhnya datang kemari." Wisnu langsung menelpon klinik, meminta orang klinik untuk datang ke ruang direktur. "Sekarang saatnya kamu kembali ke ruanganmu." Wisnu menarik tangan Rara, berjalan meninggalkan ruang rapat. "Sudah kamu bereskan semua barang-barang di sana?" tanya Wisnu pada Raka yang berjalan di belakangnya. "Kalau aku tidak salah, sudah. Tapi tidak tahu kalau sudah berantakan lagi." Sikap Raka terhadap Wisnu tetap tidak berubah. Ia semakin menganggap sepupunya sebagai riva
last updateLast Updated : 2023-10-28
Read more

97. Kamu Tidak Sendiri

"Jadi, katakan padaku, apa keputusanmu?" Wisnu mengulangi pertanyaannya untuk ke sekian kalinya. "Tidak mengapa kita membahas ini tanpa Raka?" "Tergantung yang akan kita bahas apa dulu? Jika yang akan kita bahas adalah tentang perasaan kita berdua, maka tidak perlu ada orang lain di sini." Aaiihh! Semburat merah jambu langsung menghiasi pipi Rara. Ingin rasanya ia menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya, tapi Rara terlalu malu untuk melakukan itu. Senyum bahagia menghiasi wajah Wisnu. "Apakah itu yang ingin kamu bahas sekarang?" "Ti-dak. Tidak. Tentu saja tidak. Ini bukanlah waktu dan tempat yang tepat untuk membahas masalah yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan." Wajah Rara terasa semakin panas. Tidak tega melihat Rara yang semakin salah tingkah, Wisnu mengurungkan niatnya untuk menggoda Rara lebih jauh. "Baiklah. Karena aku tidak mau orang lain melihat wajahmu yang seperti ini, kita ganti saja topiknya sekarang. Oke?" Rara dengan cepat menganggukkan
last updateLast Updated : 2023-10-28
Read more

98. Pengembalian Wewenang

Widjanarko berdiri menghadap jendela besar di belakang kursi kerjanya. Ia baru saja menerima telpon dari Rara jika gadis itu ingin bertemu dengannya. Rara ingin membahas soal kelanjutan hasil audit kemarin. Ada sesuatu yang dikhawatirkan Widjanarko. Ia takut jika mereka-mereka ini akan menaruh dendam pada Rara, karena telah membongkar kejahatan mereka dan membuat mereka kehilangan ladang uang mereka. Ini sangat mengganggu Widjanarko. "Pak. Mbak Rara sudah di sini." Irwan, sekretaris Widjanarko datang memberitahu soal kedatangan Rara. "Langsung kamu suruh masuk." Irwan mengangguk dan kembali keluar. Menit berikutnya Rara sudah berada di ruangan Widjanarko. "Siang, Ra. Apakah semuanya baik-baik di sana?" "Baik, Pak. Semua aman terkendali." "Syukurlah kalau begitu. Bagaimana dengan putraku? Apakah dia sangat merepotkanmu? Pasti sangat susah membimbing orang dewasa dengan sifat keras kepala seperti Raka." "Jujur, sangat susah, Pak. Akan tetapi, Pak Raka sudah mulai berubah sedikit
last updateLast Updated : 2023-10-29
Read more

99. Tamu Tak Diundang

"Kamu ada waktu malam ini?" Keduanya, tanpa sengaja, mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan. Rara tergelak. Begitu juga dengan Raka. Keadaan kemudian menjadi hening. Mereka berdiri di depan pintu lift, menunggu datangnya lift yang baru saja bergerak dari lantai satu. "Silakan. Pak Raka dulu, ada yang mau ditanyakan?" Rara mempersilakan Raka berbicara lebih dulu. "Tidak. Kamu saja dulu. Lady first, pria belakangan." "Tidak. Bapak saja dulu. Saya tidak begitu penting." "Hmm. Ya sudah kalau begitu." Raka berdeham sebentar. "Apakah kamu ada waktu luang malam ini?" Rara berpikir sejenak. Tidak mungkin ia langsung memberi jawaban. "Kelihatannya saya punya waktu kosong nanti malam. Ada apa?" "Hmm. Aku ingat-ingat, selama kita berhubungan satu dengan yang lain, kita belum pernah sekalipun makan malam bareng'kan?" Rara diam sambil berpikir. "Perasaan kita pernah keluar makan bareng, Pak. Ada Pak Wisnu juga."" "Tsk. Itu bukan makan malam. Kopi bareng itu. Kopi anti ngantuk k
last updateLast Updated : 2023-10-30
Read more

100. Saingan Yang Tidak Sepadan

Rara memilih untuk menghindar dari pertengkaran kecil itu. Ia sama sekali tidak berminat untuk ikut campur. Tidak ada untungnya sama sekali. Rara hendak menelpon Wisnu tapi ia ternyata salah memilih nama. Yang ia tekan justru nama Widjanarko. Tanpa sengaja, Rara menekan tombol video, dan menyorot langsung ke arah Raka dan gadis itu. Raka yang yang berjalan ke arahnya dan gadis bernama Icha itu terlihat jelas dalam video. Kejadian dimana dirinya disiram air oleh Icha juga terekam hingga akhirnya air membuat ponselnya basah. Rara yang terkejut dan panik langsung meraih ponsel dan mengelapnya dengan ujung tuniknya. Malang nian dirinya. Apa ini resiko yang harus ia terima karena berjalan bersama Raka? "APA YANG KAMU LAKUKAN??!!! seru Raka begitu keras. Pria itu mendorong Icha hingga terjungkal nyaris menabrak meja makan di belakangnya. Raka langsung menghampiri Rara yang terlihat begitu kaget dan masih mengelap ponselnya dengan ujung tuniknya. "Ayo, kita pergi dari sini!" ajak Raka.
last updateLast Updated : 2023-10-30
Read more
PREV
1
...
67891011
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status