Semua Bab Aku Mbabu, Kau Hadirkan Madu: Bab 71 - Bab 80

185 Bab

BAB 73. Berhasil.

“Geser dikit sana, Sa!” pintaku pada Salsa yang duduk tempat bersebelahan dengan si pelakor.“Apaan sih, Teh, itu juga ‘kan di sana masih kosong dekat Teh Ocha. Kok, nyuruh-nyuruh aku geser. Teh Lisa, ganggu aja deh! Aku lagi ngerjain tugas ini!” protes Salsa. Oh rupanya dia sedang mengerjakan tugas kampus? Syukurlah. Aku kira sejak tadi dia sok cuek karena asyik berbalas pesan dengan pacarnya. Ya mudah-mudahan saja Salsa kuliah dengan benar agar dia bisa lulus cepat setelah itu kerja membahagiakan ke dua orang tuanya. Tapi, meski Salsa ngomel-ngomel dia mau geser juga. Kini posisi dudukku tepat di sebelah pelakor ini. Badannya wangi sekali seperti loundry, tapi aku tahu ini parfum murahan. Berapa botol yang dituangkan ke badannya sampai menyengat begini.Aku amati sekali lagi kalung yang melingkar di leher jenjangnya. Pakaiannya sangat terbuka bahkan dadanya separuh terlihat. Pantas saja bapaknya Teh Ocha sejak tadi curi-curi pandang ke arah sini rupanya dia memperhatikan Si Rara.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-11
Baca selengkapnya

BAB 74. Pulang kampung.

****“Kamu sudah rapi mau ke mana, Lis? Masih pagi loh, ini. Bahkan belum selesai subuh. Jangan bilang kamu mau kabur dari sini,” tegur ibu mertua. Ternyata dia sudah bangun. Tumben pagi sekali biasanya beliau akan bangun kalau matahari sudah tinggi atau kalau sudah lapar. Ini masih subuh sudah berdiri cantik di depan kompor. Mungkinkah ibu mertuaku sudah insyaf atau itu hanya sekedar cari perhatianku semata.“Ngapain aku kabur dari rumahku sendiri, Bu? Mau sampai titik darah penghabisan perang dunia ke-3 di rumah ini pun aku tidak akan pernah meninggalkan kaki dari sini. Ini rumahku, Bu, jadi untuk apa aku coba-coba kabur,” jawabku ketus seraya kuseduh beberapa helai putik bunga safron sebagai minuman hangat di pagiku.“Tidak biasanya kamu sudah rapi di subuh hari begini. Ya, kali aja kamu mau kabur dari sini ‘kan kamu sudah enggak mau lagi ngurus Eko. Bahkan kamu tidak tahu kan, kalau Ibu semalaman enggak tidur mikirin bagaimana caranya agar Eko bisa keluar dari dalam penjara sana.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-11
Baca selengkapnya

BAB 75. Maksa ikut.

“Seriuslah Bu. Selama ini kan, aku udah lama banget enggak pulang kampung. Aku kangen sama Ibu bapakku,” jawabku santai.Kukunyah gulai ayam masakan ibu. Enak juga. Ternyata masakan ibu tidak berubah sejak 7 tahun yang lalu. Dulu awal-awal menikah masakan ibu mertuaku adalah salah satu menu favoritku dan juga yang selalu aku rindukan dari beliau dan sekarang meskipun rasa masakan ini tidak berubah, tapi di hatiku tidak sama seperti dulu hambar dan aneh.“Tunggu dulu. Kamu pulang kampung tidak akan mengadu yang aneh-aneh pada kedua orang tua kamu ‘kan?” tanya ibu. Matanya langsung melotot melihat ke arahku.Aku tahu sekali bahwa ibu panik pasalnya kedua orang tuaku adalah besan yang sangat baik dan juga sangat sabar. Pasti ibu tidak mau terlihat jelek di mata mereka.“Memang kenapa kalau aku mengadu pada kedua orang tuaku? Entah cepat atau lambat mereka pasti akan tahu semuanya Bu, dan mereka juga berhak tahu masalah apa yang sedang menimpa anaknya ini. Kenapa Ibu takut ya?”“Bukan git
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-13
Baca selengkapnya

BAB 76. Jangan remehkan aku

****“Benar kata Salsa, Ibu enggak usah ikut! Aku bisa pergi dengan Mbok dan satu lagi tidak ada yang boleh tinggal di rumah ini selama aku tidak ada. Kalian silakan beresin baju-baju kalian dan pergi dari sini. Rumah ini akan aku kunci dan aku kosongkan.“Apa!” jawab mereka bersamaan bahkan Teh Oca yang sejak kemarin tidak berbicara sepatah kata pun kali ini dia ikut histeris. Mungkin dia kaget aku usir dari sini atau dia mulai menunjukkan taringnya dan diamnya selama ini hanya untuk membaca situasi saja. Aku rupanya harus berhati-hati juga padanya.“Teteh ini kebangetan, deh! Keterlaluan! Terus kita mau ke mana dong, Teh! Aku enggak betah kalau harus tinggal di tempatnya Teh Rara di sana apa-apa enggak ada semua harus beli sendiri enggak kayak di sini semua tersedia!” protes Salsa. Benar kan, pasti mereka tidak akan betah tinggal di sana karena rumah ini sudah seperti istana yang serba ada.“Terserah kalian mau atau tidak. Kalian harus tetap pergi,” jawabku santai. Kuambil koperku
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-13
Baca selengkapnya

BAB 77. Usaha Ibu.

“Bu, benar-benar ya, mertua Ibu itu luar biasa sekali. Sudah tua, sudah bau tanah bukannya banyak bertaubat malah makin menjadi,” tutur Mbok Wati saat kami dalam perjalanan.Apa yang dikatakan Mbok Wati memang benar adanya. Ibu mertuaku kelakuannya sudah seperti ABG labil yang sulit sekali dikendalikan. Dulu sewaktu pertama kali aku menjadi menantunya beliau adalah tipe ibu mertua baik yang tidak pernah meminta aneh-aneh pada anak menantunya ini, tapi setelah aku bekerja sebagai TKI di Jepang entah apa yang terjadi di sini dan akhirnya ketika aku kembali mertuaku sudah berubah menjadi nenek sihir yang pandai mengelabui semua orang dan bermain tipu muslihat.“Iya, Mbok, aku juga tidak habis pikir kenapa mertuaku jadi begitu mungkin uang sudah membutakan mata hatinya. Syukur-syukur mertuaku masih sayang pada Fia. Entah tidak bisa aku bayangkan bagaimana jadinya jika Ibu jahat padaku dan juga jahat pada Fia pasti duniaku akan bertambah hancur walau bagaimanapun juga Fia ini adalah darah
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-16
Baca selengkapnya

BAB 78. Salah alamat.

“Tolong Mbok, angkat saja. Bilang aku lagi fokus nyetir. Terus kalau ibu mertuaku tanya aneh-aneh tidak usah dijawab. Mbok tinggal bilang Iya sama enggak. Jangan lupa di loudspeaker,” jawabku. Tidak menunggu lama Mbok Wati segera mengambil ponsel yang ada di dalam tasku dan menjawab telepon.“Halo ...” sapa Mbok.“Eh, pembantu burik. Kenapa kamu yang angkat telepon Nyonyamu. Barusan aku telepon di HP-mu enggak kamu angkat giliran aku telepon di HP Nyonyamu diangkat. Kurang ajar kamu ya, sudah berani pegang-pegang benda punya majikan kamu!” cerocos ibu mencaci maki Mbok.“Kalau Ibu tidak ada kepentingan lebih baik Mbok matikan saja ya, HP-nya. Kuping jadi budek dengerin Ibu ngoceh mulu. Ingat Bu, sudah tua nanti kena stroke, loh,” jawab Mbok. Aku terkekeh mendengarnya.“Ibu-Ibu! Kamu kira aku ini ibumu eh pembantu burik mikir dong kamu sama aku tuaan mana jangan panggil aku ibu. Panggil aku nyonya besar! Aku pecat baru terasa kamu,” makinya lagi.“Iya, Nyonya. Ada perlu apa Nyonya? I
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-16
Baca selengkapnya

BAB 79. Sampai Tujuan.

“Oh, jadi rumah almarhum itu beda tempat ya, Bu? Pantas saja belum sampai,” celetuk Mbok. Aku mengangguk membenarkan.“Iya, Mbok, jauh beda kecamatan, tapi masih satu kabupaten. Terpisah sungai besar gitu, Mbok. Kalau rumah orang tuaku itu ‘kan bagian utara, nah kalau rumah bibi itu bagian selatan”.“Oh ... pantas aja perjalanan kita kok, sepertinya lebih lama dari biasanya. Ngomong-ngomong ini sudah mau sampai atau belum Bu?”“Kemungkinan 15 menit lagi sampai Mbok, jalanannya parah begini, rusak! Harusnya sih, sudah sampai dari 15 atau 30 menit yang lalu. Dari dulu jalanan di sini enggak pernah mulus seperti ini terus. Oh, ya, Mbok nanti Mbok di sana jangan katakan apa pun tentang rumah tanggaku sesuai kesepakatan kita semalam ya, Mbok. Aku yang akan katakan sendiri pada kedua orang tuaku. Itu pun kalau mereka menanyakan kalau tidak ya, sudah anggap saja semuanya baik-baik saja karena aku tidak mau orang tuaku jatuh sakit karena memikirkanku, Mbok.”“Siap, Bu, insya Allah akan Mbok
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-17
Baca selengkapnya

BAB 80. Hutang Salsa.

“Iya, Bu ... ini aku angkat teleponnya. Permisi ....” jawabku. Dengan tergesa-gesa aku ke kamar ruang depan di mana tasku diletakkan oleh mbok. Benar saja panggilan dari ibu tunggu dulu bukan hanya dari ibu, tapi juga dari Salsa. Ada apa lagi dia menghubungiku.“Halo ada apa Sa, kamu telepon. Ganggu orang aja!” jawabku sedikit membentak.“Woii, santai, Sist! Aku cuma mau kasih tahu Teh Lisa kalau ibu tadi itu nyusul. Apa sekarang sudah sampai sebab aku telepon ibu sama sekali enggak diangkat nomornya selalu sibuk,” jawab Salsa.“Kamu tanya? Kamu bertanya-tanya? Meneketehe dan ibu tidak ada bersamaku. Sudahlah Salsa aku sedang sibuk jangan kamu telepon-telepon lagi telepon saja terus ibumu itu. Lagi pula siapa yang nyuruh ibu nyusulin aku ke sini? Tidak ada, kan? Kurang kerjaan aja nyusulin aku jauh-jauh ke kampung. Baguslah kalau kamu khawatir sama ibu telepon dia dan suruh pulang!” jelasku.“Ih, apaan sih Teh Lisa ini ‘kok gitu amat jawabnya. Walau gimana pun juga ibu itu khawatir s
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-21
Baca selengkapnya

BAB 81. Tidak berani jujur.

“Kenapa, Nak? Apa itu dari mertuamu, kok, kamu terlihat kesal begitu?” tanya ibu lagi. Rupanya beliau memperhatikanku. “Bukan, Bu. Ini WA dari Salsa. Biasalah dia itu WA minta uang,” jawabku asal. “Apa mertuamu tidak hubungi kamu, Nak, sampai Mbak Yuni yang kasih tahu ke Bapak?” Kali ini giliran bapak yang sepertinya khawatir pada besannya itu. “Enggak ada telepon, Pak. Lagi pula HP aku 'tuh lowbat semalam lupa ngecas karena saking capeknya banyak kerjaan terus aku tidur. Aku juga enggak bilang sama mertuaku kalau ada kemalangan di rumah bibi, tapi cuma aku bilang mau pulang kampung aja. Mungkin mertuaku khawatir makanya nyusul aku ke sini. Pas sudah sampai rumah bapak ternyata tidak ada orang,” jawabku jujur. “Iya, bisa jadi begitu, tapi kasihan sekali loh, mertuamu itu, Nak. Katanya Mbak Yuni dari pagi di rumah bapak.” “Biar sajalah, Pak. Kalau capek juga nanti beliau itu istirahat sendiri. Kan, tetangga kita baik semua, bisa numpang istirahat di rumah tetangga sebentar,” jawabk
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-07
Baca selengkapnya

BAB 82. Pengakuan Wak Sanah.

“Makasih ya, Bu ... sudah percaya sama aku. Oh, ya, ayo kita ke depan! Enggak enak di kamar terus. Apalagi itu mulutnya Wak Sanah ‘kan kayak nenek lampir kalau ngata-ngatain aku. Dari dulu enggak peduli sedang dalam keadaan seperti apa,” ajakku.Sengaja agar aku segera keluar dari situasi rumit ini. Situasi di mana aku tidak ingin melakukan kebohongan-kebohongan selanjutnya demi menutupi kesalahanku pada ibu. Untungnya ibu mau. Gegas aku keluar terlebih dahulu agar beliau tidak merasa makin curiga padaku.“Tunggu, Lisa! Kamu enggak jadi telepon mertuamu?” cegah ibu. Aku langsung menggeleng.“Sudah aku WA, Bu. Pasti sebentar lagi juga beliau akan sampai, jadi kita tunggu saja.”“Beneran?”“Iya, Bu.”Aku langsung ikut duduk bersama saudaraku yang lain.“Ehh .... orang kota datang kapan, kok Uwak enggak lihat kamu?” Benar ‘kan, baru saja aku duduk bergabung Wak Sanah sudah kepo.“Sudah dari pagi di sini. Uwak aja yang nggak ngelihat yang lain juga ngelihat kok, tadi kita kami bertegur
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-07
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
19
DMCA.com Protection Status