Home / Rumah Tangga / Aku Mbabu, Kau Hadirkan Madu / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Aku Mbabu, Kau Hadirkan Madu: Chapter 81 - Chapter 90

185 Chapters

BAB 83. Nasihat orang tua.

Suasana makan siang jadi canggung. Ibu dan bapak sesekali melirikku. Entah khawatir atau ikut penasaran dengan ucapan Wak Sanah.Mas Eko benar-benar tidak tahu malu dia bermesraan di tempat umum apa urat malunya sudah hilang. Otak dia sepertinya sudah tergadaikan oleh pesona pelakor itu hingga mengabaikan hal-hal yang harusnya dijaga. Dasar laki-laki omes!Kalau sudah begini bagaimana aku bisa mengelak lagi jika bapak dan ibuku menanyakan kebenarannya. Wak Sanah juga bukannya ngomong baik-baik dulu berdua denganku yang ada malah buka rahasia begini, tapi tunggu Wak tadi bilang dia sudah mengadukan pada orang tuaku dan mereka tidak percaya.Mungkin mereka kira kami baik-baik saja makanya mengabaikan Wak Sanah, tapi setelah hari ini apa Ibu dan bapak akan diam saja pasalnya banyak kejanggalan yang aku tunjukkan.“Mbak Lisa dipanggil bapakmu,” kata Fitri sepupuku saat ini aku sedang membereskan piring bekas makan.“Iya, Fit, tolong ini dilanjutkan, ya?” jawabku lekas menemui bapak ya
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

BAB 84. Kedatangan Ibu mertua.

****“Nak, bangun! Sudah asar waktunya salat dan mandi itu juga di depan ada mertuamu datang ke sini," panggil Ibu seraya mengguncang-guncang bahuku. Entah tadi aku terlelap jam berapa yang jelas saat ini keadaanku jauh lebih baik karena sudah tidur siang.“Mertuaku ke sini, Bu? Kok, dia tahu alamat sini,” jawabku kaget. Pasti habis ini akan ada masalah lagi. Astagfirullah ... ibu mertuaku kenapa sih, dia itu tidak mau mendengarkan apa yang aku perintahkan. Kenapa juga harus menyusul aku ke sini. Pasti ini ulah tetanggaku si Yuni yang memberitahu bahwa kami berada di kampung bibi.“Iya, sudah dari setengah jam yang lalu. Ibu juga sejak tadi bangunin kamu, tapi kamu enggak bangun-bangun. Sepertinya kamu sangat lelah. Ayo, tunaikan salat lalu temui ibu mertuamu. Beliau sedang makan sepertinya sangat kelaparan makannya banyak,” jawab ibu terkekeh.Dengan gontai aku terpaksa menuruti perintah ibu. Segera kuambil wudu lalu kutunaikan salat asar, meski hatiku bimbang, tapi aku berusaha untu
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

BAB 85. Jangan menindasku!

“Ibu ini ngomong apa ‘sih enggak jelas banget! Jangan menindasku atau Ibu akan menyesal! Kalau uangku terpakai untuk biaya kedua orang tuaku memangnya kenapa? ‘Kan aku yang nyari. Aku yang jadi TKI, aku yang nabung. Aku yang punya segalanya. ‘Kok Ibu yang protes. Perlu Ibu tahu ya, aku sama sekali tidak mau mengeluarkan uangku sepeser pun sebagai jaminan Mas Eko ke luar dari penjara. Tidak akan Bu! Kalau Ibu mau ngeluarin Mas Eko dari penjara ya, keluarin saja pakai uang Ibu sendiri. Ibu ‘kan masih punya tanah. Masih punya rumah di kampung. Tinggal Ibu jual saja ‘tuh sisanya buat ibu beli rumah kecil di pinggiran kota untuk tempat tinggal Ibu di hari tua. Lagi pula ya, Bu, aku tidak malu kok, kalau Mas Eko itu dipenjara karena ini murni kesalahan dia. Aku yakin keluarga besarku pun akan mendukung tindakanku dan asal Ibu tahu ya, kalau Ibu berani mengancam dan mengatakan orang tuaku yang tidak-tidak maka jangan salahkan aku kalau sampai aku bertindak lebih kejam dari ini. Ibu sudah tu
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

BAB 86. Firasat Uwak Sanah.

Bapak berhasil melerai keributan antara Wak Sanah dan Ibu mertuaku. Saatnya kami pamit pulang."Bisa, tidak, sebaiknya kalian pulang besok pagi saja? Ini uwakmu yang dari Jambi ngabarin sudah ada di bandara. Sebentar lagi sampai. Nggak enak 'kan kalau uwakmu jauh-jauh dari Jambi ke sini, tapi enggak ketemu sama kamu,” ucap Ibu yang tiba-tiba saja menyuruhku untuk pulang besok pagi. Padahal, aku dan mertuaku sudah siap berangkat.“Aduh! Gimana, ya, Besan? Si Lisa ini juga, kan, banyak kerjaan di rumah. Besan, kan, tahu kalau bisnis anak-anak kita sekarang lagi maju-majunya. Nggak bisa kalau ditinggalin lama-lama. Kan, bisa uwaknya nanti main ke rumah Lisa. Bukan Lisa yang nungguin. Biasalah ... yang namanya wanita karir itu, kan emang gak bisa pergi lama-lama. Harusnya, Besan mengerti, dong! Malah nyuruh kami pulang besok. Iya, kan, Lisa?” jawab Ibu Mertuaku. Tentu saja beliau tidak setuju dengan pendapat ibuku, karena mertuaku sangat ketakutan jika masalah kami diketahui banyak orang
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

BAB 87. Bela sepuas hatimu, Bu!

“Sudah, sudah! Kenapa malah kalian yang ribut, sih? Nggak enak sama Bibi di sini lagi dalam keadaan berduka. Nggak perlu khawatir tentang Lisa. Dia sudah dewasa, sudah bisa menentukan mana yang baik dan yang tidak. Kita sebagai orang tuanya itu, doakan saja yang baik-baik untuk Lisa. Lagi pula, aku ini yakin sekali sama anakku. Jika terjadi sesuatu padanya, pasti dia akan menceritakan sejujurnya pada kami. Dan aku sebagai bapaknya Lisa, mengucapkan banyak terima kasih sekali. Uwak sampai sejauh ini adalah orang pertama yang selalu peduli pada Lisa dan untuk Besan, maafkan kakakku ini. Memang kakakku ini sayang sekali sama Lisa, jadi selalu saja memiliki perasaan was-was yang berlebihan dan andaikan was-wasnya kakakku itu benar, maka aku sebagai bapaknya Lisa tidak akan pernah tinggal diam dan yang pasti Besan harus berhadapan langsung dengan kami!” tegas Bapak. Ibu terlihat gelisah, matanya melirik ke sana ke mari. Pun, jari-jemari tangannya tremor dan memilin-milin ujung jilbabnya.“
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

BAB 88. Celaka.

"Enggak! Aku, kan, sudah bilang sama Ibu. Bahwa, keputusanku tidak bisa diganggu gugat. Dan aku sudah melupakan itu semua. Tentang cintaku ke Mas Eko. Ataupun, cintanya Mas Eko ke aku. Tentang kehidupan kami yang penuh liku-liku. Suka dan duka selama ini sudah berusaha untuk aku lupakanku. Sakit, tahu, nggak? Diduakan, dimadu itu sakit banget, Bu. Kalau Ibu yang ada di posisi aku, pasti Ibu pun sudah minta cerai dari kemarin-kemarin. Apalagi, kalau semua yang didapat dalam kehidupan berumah tangga adalah hasil jerih payah Ibu sendiri. Aku nggak yakin Ibu bisa sesabar aku. Kesabaran Ibu itu setipis tisu. Aku yakin sekali. Baru tahu slentingan gosipnya di madu saja, Ibu sudah mengajukan surat perceraian di pengadilan agama. Sudah, deh! Ibu nggak usah ceramahin aku yang nggak-nggak. Ibu fokus aja sama Mas Eko. Kalau memang Ibu mau berusaha bebasin dia, bebasin saja pakai duit Ibu. Duit Ibu, kan, banyak.”“Banyak dari mana? Ibu saja ke sini tadi minta uang sama Rara Rp 200.000. Buat bayar
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

BAB 89. Tidak terlalu parah.

“Sial bener, ya, Bu. Kalau kita itu ditumpangin setan macam mertuanya Bu Lisa,” ucap Mbok Wati. Aku tahu apa yang dirasakan beliau. Sebenarnya aku juga kesal, tapi mau gimana lagi. Ini adalah musibah. Terima atau tidak, kita harus berlapang dada dalam menjalaninya.“Yah, mau gimana lagi, Mbok? Semua sudah terjadi dan aku yakin ini adalah takdir. Andai tadi kita tidak cekcok di mobil, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Untunglah Mbok dan juga Via tidak kenapa-napa. Tapi, ini tanganku sakit sekali, Mbok. Nanti kalau sudah sampai rumah, tolong panggilkan tukang urut, ya!” Sebenarnya, sakit sekali dan ingin menangis. Hatiku lelah, jiwa ragaku lelah, tapi aku tidak mau Mbok tahu. Biarlah semua aku rasakan sendiri. Yang penting Mbok dan Via baik-baik saja. Itu sudah cukup membuatku lega.“Baik, Bu! Nanti Mbok akan panggilkan tukang urut terbaik di tempat kita. Yang penting Ibu sehat dulu. Alhamdulillah ini Non Via tidak apa-apa. Nenek lampir itu semoga saja sadar sekarang, ya, Bu,” kata
last updateLast Updated : 2023-07-08
Read more

BAB 90. Tak terduga.

“Biasalah, Mbok. Namanya juga Ibu orang paling lebai di dunia. Jangankan kecelakaan begini. Masuk angin dikerokin saja, Ibu sudah teriak-teriak mengaduh kesakitan,” jawabku.Ketika pintu terbuka, Ibu langsung melihat ke arah pintu dan matanya melotot pada kami. Aku yakin sekali jika tidak ada Suster, Ibu pasti langsung memaki-makiku.“Suster. Terima kasih, ya,” ucapku. Suster lalu mengangguk dan memeriksa keadaan Ibu sebentar, membenarkan selang infusnya yang ternyata sedikit berubah posisi sehingga menyebabkan darahnya naik ke atas.“Ibu jangan banyak gerak, ya! Kalau Ibu banyak gerak kayak gini, akibatnya infusnya tidak bekerja dengan baik dan menggeser posisinya, jadi darah Ibu naik ke atas,” ucap Suster. Ibu hanya mengangguk saja.“Iya. Aku nggak bisa nahan sakit, Sus. Kepalaku pusing, tanganku sakit, badanku seperti digebukin orang satu kampung. Tolong Suster kasih obat yang paling bagus di rumah sakit ini biar aku tidak merasakan sakit lagi! Berapa pun pasti akan aku bayar,” j
last updateLast Updated : 2023-07-08
Read more

BAB 91. VIP, ogah bayar!

"Bu, kalau Suster tadi berbohong, tentu dia tidak akan ngomong seperti itu, dong! Sama saja dengan pencemaran nama baik. Ibu bisa laporkan dia ke polisi. Ibu diam saja dan tidak menanggapi sepatah kata pun. Itu artinya kata Suster tadi itu benar adanya. Lagian Ibu untuk apa, sih, hutang 3 juta sudah bertahun-tahun? Mana menghilang dan tidak tanggung jawab banget”“Nah gitu, dong. Nanya dari tadi. Tanya buat apa? Tentu saja untuk biaya kami sehari-harilah. Biaya hidup sekarang itu, kan, mahal. Sudah itu, Eko itu kalau ngirim uang selalu telat. Ya, kamu tahu sendirilah bagaimana kehidupan Ibu sekarang ini, Lisa. Banyak arisan. Arisan emas, arisan berlian, makanya Ibu pengeluarannya banyak. Syukur, deh, kalau kamu nanya. Berarti, kan, kamu ada niatan buat bantu Ibu. Tolong, ya, Lis. Bayarin utang Ibu! please!” rengeknya.“Apa Ibu bilang? Arisan berlian, arisan emas. Ibu ini sudah melebihi istri pejabat. Istri pejabat saja enggak seperti itu, mereka bergaya hidup mewah karena punya usaha
last updateLast Updated : 2023-07-08
Read more

BAB 92. Ada tujuan apa?

“Tahulah, Lisa. Ibu ini lapar banget. Kepala Ibu sakit. Mata kunang-kunang. Mana, sih, pembantu kamu itu? Lemot banget. Suruh beli Nasi Padang aja lama banget. Ibu, kan, harus minum obat. Ibu kasih jawaban nanti setelah Ibu makan. Sekarang Ibu nggak bisa berpikir sama sekali, Lisa,” jawab Ibu berusaha untuk bernegosiasi padaku.“Iya. Baiklah. Aku kasih Ibu satu kesempatan. Ibu makan lalu minum obat. Setelah itu, tentukan mau pindah ke ruangan kelas 3 atau tetap di sini. Jika Ibu pindah, aku bayarin. Jika tetap di sini, bayar sendiri. Aku nggak sudi, ya, bayarin biaya rumah sakit mahal-mahal. Mendingan uangnya aku kasihin ke panti asuhan.”“Jahat kamu, Lisa. Lebih mementingkan Panti Asuhan dari pada ibumu.”“Bukan jahat, Bu, tapi Ibu itu bisa di kelas 3. Lagian ini Rumah Sakit Swasta, Bu. Kelas 3 juga bagus ada tv-nya, ada kipas anginnya, ruangannya bersih dan plusnya itu banyak temennya. Jadi Ibu nggak perlu takut, kan? Ibu bisa ngobrol sama mereka. Dari pada di sini sendirian, loh,
last updateLast Updated : 2023-07-08
Read more
PREV
1
...
7891011
...
19
DMCA.com Protection Status