Semua Bab Dewi Kultivator Langit: Bab 151 - Bab 160

177 Bab

151. RENCANA PANGERAN SHANG CHI

Xian Ling berdiri tegak, tubuhnya kaku seperti baja, tetapi sorot matanya tetap tenang. Cahaya lentera bergoyang pelan, menyoroti wajahnya yang tak menunjukkan sedikit pun ketakutan. Udara dalam ruang arsip terasa lembap, aroma kertas tua dan tinta memenuhi hidungnya. Di sampingnya, Sakuntala Dewa tampak lebih waspada. Jemarinya yang lentik sudah melingkari gagang belati di balik lengan bajunya, siap menerjang kapan saja. Pintu berderit pelan saat Pangeran Shang Chi melangkah masuk. Gerakannya tenang, nyaris santai, seakan ruangan ini adalah miliknya. Dengan satu gerakan ringan, ia menutup pintu di belakangnya, membiarkan keheningan yang menekan merayap masuk. "Pangeran Shang Chi," Xian Ling menyapa, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. "Aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang sejarah keluarga istana. Sayangnya, aku menemukan sesuatu yang lebih menarik." Shang Chi tersenyum tipis, senyuman yang sulit dibaca. "Aku selalu mengagumi kecerdasanmu, Putri. Sayang sekali, keingintahuan t
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-31
Baca selengkapnya

152. BANTUAN JENDERAL WU HAN

Malam merayap perlahan di atas langit istana, melukis bayangan pekat yang menjalar di lorong-lorong panjang. Udara dingin berbisik melewati celah jendela berukir naga, membawa serta aroma kayu gaharu yang terbakar di lentera-lentera besar. Wangi samar bunga plum yang mulai bermekaran di taman dalam terseret angin malam, bercampur dengan keheningan yang seolah mengandung rahasia.Xian Ling melangkah nyaris tanpa suara di atas lantai batu yang dingin. Jubah sutranya yang panjang menyapu lembut permukaan itu, bergelayut mengikuti setiap gerakan tubuhnya yang luwes. Cahaya remang dari obor di dinding menyoroti siluetnya, menampakkan sorot matanya yang tajam dan penuh kehati-hatian.Di balik salah satu pilar marmer, Sakuntala Dewa bersembunyi, tubuhnya menyatu dengan bayangan yang menari-nari akibat nyala api yang goyah. Mata elangnya mengamati setiap sudut, mencari tanda-tanda bahaya yang mungkin mengintai dalam keheningan. Nafasnya teratur, meskipun ketegangan menggantung di udara. Ia su
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

153. SIASAT JENDERAL WU HAN

Malam masih menyelimuti langit istana dengan pekatnya, sementara keheningan semakin menebal di sekitar halaman bambu tempat Xian Ling, Shang Chi, dan Sakuntala Dewa berdiri berhadapan dengan Jenderal Wu Han. Tatapan tajam Wu Han tak beranjak dari Xian Ling, menimbang kata-kata sang putri yang penuh keberanian. Dalam kegelapan malam, nyala lentera yang redup memantulkan kilatan di mata jenderal itu, mencerminkan pemikiran yang sulit ditebak. "Kau berani," akhirnya Wu Han berkata dengan nada datar. "Tapi keberanian saja tidak cukup. Liu Shan adalah pria licik yang telah lama merancang perebutan kekuasaan ini. Jika kita ingin menjatuhkannya, kita harus lebih licik dari dirinya." Xian Ling mengangguk. "Itulah sebabnya aku membutuhkanmu, Jenderal. Kau lebih mengenalnya daripada siapa pun. Kau tahu kebiasaan dan kelemahannya. Jika kita bergerak dengan tepat, kita bisa membuatnya jatuh ke dalam perangkapnya sendiri." Wu Han terdiam sesaat. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit di
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

154. KETAHUAN

Dalam bayang-bayang istana Ching, lorong-lorong panjang menjulang sunyi, diterangi lentera redup yang memancarkan cahaya temaram. Udara dingin merayap di antara pilar-pilar megah, menyusup ke setiap celah seperti desisan ular yang mengintai mangsanya. Suara langkah-langkah halus bergema samar, hampir menyatu dengan hembusan angin malam. Sosok bertudung menyelinap, tubuhnya bergerak lincah di antara bayangan, nyaris tak terlihat.Ia adalah mata-mata Liu Shan, seorang pengawal bayangan yang telah lama menanamkan dirinya di lingkaran kekuasaan. Malam ini, ia bukan sekadar mendengar bisikan biasa—ia telah mencuri percakapan antara Xian Ling, Shang Chi, Wu Han, dan Sakuntala Dewa. Setiap kata yang ia dengar mengukuhkan satu hal: pengkhianatan sedang bersemi di jantung istana.Kembali ke ruang rahasia di kediaman Liu Shan, pengawal itu berlutut di atas lantai kayu yang dingin, napasnya tertahan. Aroma dupa cendana memenuhi ruangan, bercampur dengan hawa tegang yang menggantung di udara.“Yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

155. KEPUTUSAN JENDERAL WU HAN

Di dalam kamar rahasia yang remang-remang, cahaya lilin-lilin kecil menari di permukaan dinding batu, menciptakan bayangan yang bergetar seperti nyala api di tengah badai. Aroma kayu cendana yang terbakar samar memenuhi udara, tetapi bagi Xian Ling, bau itu terasa seperti asap dari rencana yang mulai terbakar perlahan. Ia berdiri dengan tubuh tegang, tatapannya tak lepas dari Sakuntala Dewa yang duduk di hadapannya. Mata perempuan itu tenang, nyaris tak terbaca, seolah dirinya adalah samudra yang tak terusik angin ribut. "Ia bilang akan berada di sini sebelum tengah malam," gumam Xian Ling, suaranya nyaris tenggelam dalam dentingan jemarinya yang mengetuk meja kayu dengan ritme gelisah. Sakuntala Dewa hanya mengangkat alis sedikit sebelum menjawab, suaranya sehalus embusan angin di antara bambu. "Mungkin ia sudah ditangkap." Ia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menggantung seperti pedang yang siap jatuh. "Atau lebih buruk, ia telah berkhianat." Xian Ling mengepalkan tan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

156. MEMBEBASKAN PANGERAN SHANG CHI

Pintu ruang bawah tanah berderit pelan, seakan mengisyaratkan rahasia yang lama terkubur. Wu Han menahan napasnya, hati berdegup kencang di tengah kegelapan yang pekat. Ketika sinar redup dari lentera memantul di lantai batu yang dingin, bayangan Liu Shan terhampar panjang, menari di antara kerikil yang basah. Dengan langkah yang terukur dan penuh kewaspadaan, Wu Han memasuki ruangan tersebut. Matanya yang tajam menelusuri setiap sudut hingga akhirnya tertuju pada Shang Chi yang tergantung dengan rantai besi, terjepit dalam posisi yang menyiksa. Wajah Shang Chi dipenuhi bekas darah kering, seolah menghiasinya dengan aura keteguhan yang tak mudah pudar, meski luka menganga seolah berbisik tentang penderitaan yang telah dialaminya. Di sudut ruangan, Liu Shan berbalik, menatap Wu Han dengan mata yang menyipit penuh kecurigaan. Suaranya tenang namun menyimpan ancaman, "Wu Han, akhirnya kau memilih sisi yang mana?" Wu Han hanya membalas dengan senyum tipis yang sarat arti, "Aku selalu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

157. MENGHADAPI JENDERAL ZHAO

Wu Han memutar pedangnya dengan lincah, gerakannya bak tarian maut di tengah kegelapan ruang bawah tanah. Mata tajamnya tak pernah lepas dari Liu Shan, yang menyeringai penuh keangkuhan seolah kemenangan sudah menjadi miliknya. Di belakang, lorong sempit yang gelap menyimpan bayang-bayang prajurit yang semakin mendekat; setiap langkah mereka, dentuman sepatu besi, menggema memecah keheningan, membuat lantai batu yang dingin bergetar di bawah tekanan kekuatan yang mendekat.Shang Chi, meski tubuhnya terasa lemah dan setiap ototnya seolah menolak bergerak, bangkit perlahan. Wajahnya menyala dengan semangat perlawanan yang membara, seperti bara api di tengah kegelapan malam. "Aku harap kau punya rencana, Wu Han," ucapnya dengan suara bergetar, namun penuh keyakinan, sembari merenggangkan otot-otot yang kaku bak benih yang siap tumbuh kembali.Wu Han hanya tersenyum tipis dan menjawab dengan nada yang dingin dan tegas, "Kita harus bertahan cukup lama." Suaranya seolah menggantung di udara,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

158. PASUKAN ELITE KULTIVATOR EMAS

Di balik asap dan bara yang masih menyelimuti medan pertempuran, Liu Shan mundur perlahan. Langkahnya terasa berat seakan setiap jejak di atas kerikil yang terbakar membawa kenangan pahit kekalahan. Wajahnya masih tersungging senyum sinis meskipun mata itu menyimpan keputusasaan. "Kalian mungkin menang di sini, tetapi ingatlah, perang belum selesai," bisiknya seraya tatapannya menembus asap. Di depannya, Wu Han berdiri dengan pandangan tajam bak elang mengamati mangsanya. "Tidak, perang ini berakhir malam ini," tegasnya dengan suara yang menggelegar, seolah seluruh ruang bergema oleh tekadnya. Tanpa menunggu jawaban, Wu Han melesat ke depan. Pedangnya memantulkan kilatan cahaya dari kobaran api di sekitarnya, menari-nari seperti bayangan maut yang siap menghantam. Liu Shan, yang jelas sudah lelah dan kehilangan tenaga, mencoba menangkis serangan itu. Namun, tangannya yang bergetar gagal menghentikan kecepatan serangan. Dengan satu gerakan lincah dan penuh presisi, Wu Han menyayat bah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

159. KULTIVATOR RANAH NASCENT SOUL

“Bersiaplah!” teriak Xian Ling, suaranya menggema di antara reruntuhan yang terbakar. Ia menghunus belatinya dengan gerakan presisi, matanya menyala penuh tekad, seakan menjadi pembawa ajal bagi musuh-musuh yang berani menghalangi mereka. Pertempuran yang semula tampak mendekati akhir seketika berubah menjadi kekacauan total. Wu Han melompat ke samping, menghindari serangan tombak yang hampir menembus dadanya. Ia berputar cepat, pedangnya menebas tanpa ragu, darah musuh mengalir di tanah yang telah berkarat oleh pertempuran. Xian Ling dan Sakuntala Dewa bergerak dalam harmoni, saling menutupi, mengapit musuh, dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Setiap tebasan, setiap langkah, seolah telah dirancang sempurna, memotong habis pertahanan lawan yang jumlahnya jauh lebih banyak. Dentingan pedang beradu, raungan perang menggema, dan bisikan mantra terdengar bagaikan senandung kematian yang menusuk hingga ke sumsum tulang. Bau darah bercampur dengan asap kebakaran memenuhi udara, membua
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

160. INFORMASI SUN WU LONG

Sun Wu Long telah menghabiskan seminggu di Negeri Ching, membantu Raja Shang Fu menumpas pemberontakan yang mengguncang negeri itu. Selama itu, ia menyaksikan darah yang tertumpah, pengkhianatan yang merajalela, dan ketakutan yang menghantui setiap sudut istana. Udara dipenuhi aroma besi dan abu, dan suara jeritan masih terngiang di telinganya. Namun, setelah pertempuran berakhir dan ketertiban dipulihkan, ia dan Xian Ling memutuskan untuk kembali ke Istana Benua Timur.Di gerbang utama istana, Raja Shang Fu dan Pangeran Shang Chi berdiri dengan ekspresi kaku, sorot mata mereka tak bisa menyembunyikan ketegangan yang masih tersisa. Udara pagi itu terasa berat, meski matahari bersinar cerah, seakan berusaha menghapus jejak kekacauan yang baru saja berlalu.Xian Ling duduk tegap di atas kudanya, memandangi Raja Shang Fu tanpa ekspresi. Matanya yang dingin menyiratkan keteguhan hati. Tak ada salam perpisahan, tak ada kata-kata penghormatan, hanya tatapan yang penuh ketegasan. Baginya, Ne
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status