Home / Pernikahan / Wanita Penggoda / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Wanita Penggoda: Chapter 21 - Chapter 30

68 Chapters

Mungkin Positif Hamil

“Saya khawatir jika Anda membalas kebaikan yang telah saya lakukan, kita akan menjadi semakin dekat. Kalau sudah dekat secara otomatis Anda akan tertarik dengan saya, dan ketertarikan itu semakin hari semakin meningkat, saya tidak mau itu terjadi. Karena pasti akan menyiksa Anda.” Bambang menjeda kata, lalu menghela napas.“Cinta bertepuk sebelah tangan itu sangatlah tidak menyenangkan. Anda pasti akan tersiksa. Kenapa saya berkata demikian? Karena tak mungkin saya membalas cinta yang mulai bersemi dalam hati Anda pada saya. Mohon maaf, saya masih beristri.” Jelasnya panjang lebar.“Apaan sih? Gak ngerti deh! Percaya diri amat kalau aku benar-benar cinta sama dia.” Aku membathin. Bambang ini terkadang otaknya seperti berlian, apalagi saat bertemu klien atau melakukan presentasi. Selalu membuat orang-orang terpukau. Tapi kadang juga otaknya seperti kerikil. Kugelengkan kepala, lalu bersikap seolah mengerti dengan apa yang diutarakannya.“Oh gitu, Pak.” Sahutku seraya tersenyum.“Maaf
Read more

Memastikan Kehamilan

Pukul 05.45, aku terbangun. Kedua mata mengerjap, lalu tertuju pada bungkusan berwarna biru putih yang terletak di atas nakas samping tempat tidur. Rasa takut dan cemas menjalari tubuh. Ada keraguan untuk melakukan test urine menggunakan alat tersebut. Takut kalau hasilnya dua garis. Aku menggelengkan kepala. Tidak! Pasti hanya satu garis.Aku menghela napas, kemudian menuju toilet. Meski diliputi kecemasan, tespeck itu tetap aku bawa.Setelah melakukan tes, tanpa melihat hasilnya, aku masukan kembali tespeck ke dalam bungkusnya. Lalu membasuh sekujur badan dengan air. Mandi.*** Keluar kamar, Mbak Ratih dan Mbok Rukmi sedang berkutat di dapur. “Saras belum bangun, Mbak?” tanyaku begitu berdiri di sampingnya. Mbak Ratih rupanya tidak menyadari kehadiranku, dia memegang dada karena kaget aku menyapanya.“Aduh Wulan, Mbak ampe kaget. Kirain siapa. Jantung Mbak serasa mau copot, Lan," katanya terkekeh, menepuk-nepuk dadanya.“Jam tiga subuh dia bangun, sekarang udah tidur lagi. Kamu u
Read more

Mencari Pengganti

Aku menyusuri lorong rumah sakit dengan pikiran tak menentu. Membayangkan nasib di kemudian hari. Kehamilan yang seharusnya membuat para wanita bahagia justru menjadi petaka untuk kehidupan yang sedang aku jalani. Kehamilan yang akan menghambat karirku, Kehamilan yang akan menjadi aib, kehamilan yang akan mencoreng nama baik keluarga yang baru saja terangkat martabatnya. Kenapa semua ini harus terjadi? Kenapa harus mengenal laki-laki yang bernama Sutiyoso? Kenapa takdir seolah tak mengizinkan hidupku menjadi lebih baik?Bagaimana jika semua orang tahu, kalau aku hamil di luar nikah? Bagaimana jika kelak anak ini menanyakan siapa ayahnya? Anak ini harus tidak ada. Dia tidak boleh lahir. Lebih baik dia mati dari pada harus tahu siapa ayah yang sesungguhnya.Ambu ... Abah ... maafin Neng, karena tidak bisa menjaga diri dengan baik ....Teringat kembali pesan Ambu agar menjauhi Sutiyoso tempo hari. Andai saja waktu itu aku menuruti pesan wanita yang melahirkanku itu agar segera menjauhi
Read more

Bau

Setelah tiga hari di rumah sakit, akhirnya diizinkan pulang oleh dokter. Tak lupa aku meminta resep obat anti mual. Tujuannya supaya orang lain tidak mengetahui perihal kehamilanku.Selama tiga hari pula, ponsel aku nonaktifkan. Alhasil, begitu diaktifkan berderet pesan yang masuk. Tertera pesan dari Bang Suryadi, Pak Dewa dan dari Jaka, adik pertama. Kubuka pesan Jaka terlebih dahulu.[Teh, aktifin atuh nomorna. Ambu cemas.][Kalau besok teteh gak ada kabar, Ambu sama Jaka mau nyusulin teteh!Ya ampun, berarti hari ini. Mereka tidak boleh ke sini. Tidak mau ada keluarga yang mengetahui keadaanku saat ini. Segera kutekan nomor Ambu. “Neng, kamu teh kamana wae? Gimana kabar Neng? Sehat? Baik-baik saja? Ambu cemas pisan, Neng ....” cecar Ambu saat telepon tersambung.“Ada, Ambu ... Maaf, Neng sibuk pisan. Ambu, Abah dan Adek-Adek sehat?” tanyaku berusaha bersikap biasa-biasa saja.“Sehat. Eh, sebentar. Ini Abah mau bicara.”Terjadi keheningan beberapa saat."Hallo, Neng?"“Hallo, Abah?
Read more

Bertemu

Setibanya di apartemen, aku langsung menuju kamar mandi. Memuntahkan rasa mual yang mendera. Luar biasa baunya, berasa masih tercium bau badan si Bambang. Hadeuh ....Badanku harus segera dibersihkan. Bau badan Bambang serasa menempel pada tubuh. Usai membersihkan badan, mengecek kembali ponsel. Tadi ada beberapa pesan yang belum sempat aku baca. Pesan dari Bang Suryadi.[Lan, kamu lagi di mana? Berkali-kali Abang ke apartemen, kamunya gak ada.][Mbak Ratih cemasin kamu, Wulan. Nomornya aktifin dong! Ratih nangisin kamu terus tuh!]Benarkah? Lagi-lagi telah membuat mereka cemas. Lebih baik sekarang aku telepon. Masih jam tujuh malam.“Hallo, Bang!” Terdengar suara dentuman musik keras. Pasti Bang Sur sedang di tempat karaoke.“Hallo, Lan? Wulan?? Bicaranya yang keras, Abang gak kedengaran!!” Suara Bang Sur seperti orang yang sedang berteriak. Tanpa bicara panjang lebar, aku matikan ponsel. Lebih baik aku kirim pesan saja.[Wulan ada, Bang. Maaf Wulan gak sempat kasih kabar.][Telepo
Read more

Kebohongan

Suara itu seperti milik Bambang. Aku membalikkan badan. Memastikan siapa laki-laki yang sedang memegang pundakku.“Wulan ngapain berdiri di sini?” Melihat Bambang di depan mata, segera kutarik tangannya menuju mobil.“Cepetan buka pintu mobilnya!!”Begitu aku dan ia duduk dengan nyaman, kusuruh dirinya menancapkan gas.Aku mengembuskan napas lega. Sutiyoso benar-benar gila. Tidak waras! Rupanya dia sama sekali tidak merasa bersalah! “Kok kamu bisa tahu sih kalau aku lewat sini? Atau emang sengaja nungguin aku?” Aku menoleh melihat gelagat percaya diri yang Bambang tonjolkan. Pria ini benar-benar lucu! Selalu membuatku tersenyum.Aku duduk miring menghadapnya. Kugamit lengan kekar Bambang sambil merebahkan kepala.“Iya, Mas ... dari tadi tuh Wulan nungguin Mas Ambaaaangg ....” kataku manja.Aku mendongak melihat ekspresi wajah duren alias duda keren. Julukan khusus buat Mamas Bambang.Walau kemarin badannya mengeluarkan bau yang menyengat tapi setidaknya sekarang bau itu telah mengh
Read more

Menguping

Tatapan yang semula sendu berubah menjadi kilatan amarah. Kulihat telapak tangan Mbak Ratih mengepal kuat. Rahangnya menggeram, menahan rasa kesal.“Kalau sampai kamu melakukannya, aku gak akan segan-segan membunuhmu!!”Wow! Tak kusangka Mbak Ratih yang terlihat lembut bisa berubah garang dan menyeramkan.Aku tetap bersikap acuh tak acuh. Toples berisi keripik singkong sisa setengahnya. Kuraih cangkir berisi teh manis yang mulai dingin, menyesapnya perlahan.Mbak Ratih berdiri sambil menyilangkan tangannya ke depan dada.“Mulai besok, kamu gak boleh kerja di tempat karaoke lagi!” Ucap wanita berusia tiga puluhan itu dengan tegas. Sikap nge-bossynya mulai nampak.“Mbak tenang aja, Wulan memang mau resign kok.”“Bagus kalau gitu. Lebih baik sekarang kamu pergi dan jangan pernah menginjakkan kaki ke sini lagi!!” Suara Mbak Ratih makin meninggi.Seram juga kalau dia marah. Aku berdiri, menepuk rok ketat yang kotor karena remehan keripik singkong.“Nyantai aja, Mbak. Gak usah teriak-teriak
Read more

Rekaman

Tiba-tiba sebuah ide melintas dalam pikiran. Aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Lalu merekam pembicaraan dua lelaki tua tersebut.“Kapan kau taubat, Yos? Kita ini sudah tua. Tak elok bicara soal gituan.” Perkataan yang dilontarkan Pak Dewa ditanggapi gelak tawa.Sutiyoso terbahak. Gelak tawanya seperti orang yang kesurupan Jin Iprit. Dasar iblis tua! “Dari dulu kau ini terlalu polos, Dewa. Untuk kesekian kalinya aku sarankan,” Perkataan bandot tua terjeda. Lalu, "Sekali-kali kau cicipi rasanya perawan,” Sangat pelan suara Sutiyoso, hingga aku menempelkan telinga di pintu toilet. “Rasanya itu ... gurih-gurih enyooooyyy ..... Hahahaha.” Sutiyoso kamprett!! Aku menggeram di bilik toilet, ingin kucabik-cabik wajah tuanya. Mengebiri kelelakiannya hingga tidak ada lagi yang dia banggakan!Mungkin suatu saat nanti keinginan itu akan terjadi.Cih!! Perkasa sebab obat kuat saja bangga. Dasar tidak tahu malu! Tidak tahu diri!“Kau ini sudah menjadi budak nafsu, Yos! Kalau sudah ketemu
Read more

Lelaki Idaman

Selepas pulang kantor, aku memutar kembali rekaman percakapan dua orang yang telah bersahabat sejak sekolah menengah itu.Sungguh tak menduga sebelumnya, kalau Sutiyoso adalah seorang pembunuh yang sangat licik! Si tua bangka itu benar-benar pandai merancang pembunuhan tersebut hingga tim forensik pun terkecoh oleh hasil perbuatan kejinya.Rasa iba mengusik hati, saat membayangkan wanita atau istri si korban pembunuhan yang dilakukan oleh bandot tua.Menurut Pak Dewa, wanita itu sedang hamil ketika suaminya meninggal ditangan Sutiyoso. Apalagi sebulan sebelum kepergian sang suami, ibu kandung wanita itu pun meninggal dunia.Tak dapat kubayangkan bagaimana menjalani hari tanpa orang-orang yang kita kasihi. Hati nurani Sutiyoso sepertinya sudah mati!Kali ini aku tidak boleh menganggap Sutiyoso orang yang tidak berbahaya. Apalagi dia sempat berkata pada Pak Dewantara, jika tak dapat memiliki aku, tak segan ia membuat keluargaku menderita bahkan tak segan untuk membunuh. Seketika bulu k
Read more

Siapa Orang Itu?

Setibanya di Desa, Ambu menyambut kedatanganku dan Mas Bambang dengan wajah berseri. Jaka, Asep dan Ujang juga menyalami punggung tangan calon suamiku itu. Hanya Abah yang tidak ada di rumah. Kata Ambu, Abah masih di sawah.Rasanya senang sekali mendengar Abah tidak lagi berpangku tangan di rumah. Sekarang Abah punya kegiatan. Menjaga dan merawat sawah yang setahun lalu kami beli.“Abah teh sekarang rajin pisan, Neng. Tiap hari kerjaannya di sawah terus. Ada saja yang dia kerjain," ucap Ambu memuji Abah. Aku bahagia karena Ambu tidak membicarakan sifat buruk Abah lagi.“ Syukur atuh, Ambu.”Warga Desa yang sedang berlalu lalang mendadak berhenti. Memerhatikan aku dan Mas Bambang yang sengaja belum dipersilahkan masuk ke rumah oleh Ambu. Biar semua warga Desa tahu, kalau aku Wulandari bukan lagi perawan tua seperti yang digembar-gemborkan oleh si Minah.Sebenarnya syarat yang Ambu ajukan untuk menjadi calon suamiku tidaklah berat. “Ambu mah teu muluk-muluk neangan mantu. Nu penting ca
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status