Mereka semua terdiam, mungkin termangu dengan ucapanku yang cukup berani membeberkan kesalahan masa lalu seseorang. Bukan cuma Abah dan Ambu yang merasa heran, laki-laki yang seumuran dengan Abah pun tak bisa berkutik."Maaf, Lan. Waktu itu aku gak sengaja." Jaka mengelak, aku tersenyum sinis. "Mas, ayok kita pergi!" Aku beranjak, menarik tangan Mas Bambang keluar dari dalam rumah.Enak saja sekarang setelah perekonomianku sudah stabil, mereka berusaha mendekati. Dulu saja, ketika keluargaku masih susah, mereka selalu menghina dan menganggap kami rendah. Aku bukanlah Wulan yang dahulu lagi. Yang Cuma bisa diam, menangis, mengangguk dan merunduk. Apalagi menghadapi laki-laki yang selalu merasa tidak berdosa akan tindak kejahatannya. *** Esok adalah hari pernikahan aku dan Mas Bambang. Semua warga Desa bergotong royong membantu. Bahkan Jaka adik pertama, membuat kepanitian khusus di momen bersejarah dalam kehidupanku dan Mas Bambang. Para panitia aku belikan kaos seharga tiga puluh
Read more