Home / Pernikahan / Wanita Penggoda / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Wanita Penggoda: Chapter 31 - Chapter 40

68 Chapters

Dilanda Penasaran

Tidak mungkin! Orang itu tidak mungkin Sutiyoso. Mana mau laki-laki bergaya borjouis seperti dia mau turun ke sawah. Tapi ... kalau benar yang mengobrol adalah si tua bangka, bisa terancam nasib keluargaku. Apalagi Pak Dewantara pernah berkata kalau Sutiyoso tidak segan-segan membunuh orang yang telah membuatnya kecewa.Aku menutup mulut dengan sebelah tangan kanan. “Kamu kenapa, Lan?” Mas Bambang menatapku heran. “Enggak kenapa-napa, Mas.” Mataku beralih kembali memandang Abah dengan laki-laki yang masih misterius itu.“Sawah Abah Lalan yang mana?” “Kita pulang saja, Mas. Perut Wulan tiba-tiba mules. Ingin buang air besar,” kataku penuh kebohongan. Biarlah, yang penting sekarang harus pulang dulu. Jangan sampai Abah memergoki kami lalu menyuruh menghampirinya.Aku mempercepat langkah, berjalan lebih dahulu ketimbang Mas Bambang. “Lan, tunggu! Jalannya cepat amat? Udah mules banget emang?” Mas Ambang berusaha mensejajarkan langkah. Aku menarik tangannya agar cepat-cepat tiba di ru
Read more

Cerita Masa Lalu

Aku terhenyak saat Abah mengatakan kalau besok orang kota itu akan ke rumah. Bagaimana jika orang kota itu ternyata Sutiyoso? Ya Tuhan ... jangan sampai dugaanku benar. Semoga saja salah. “Kamu kenapa, Neng? Mukanya tegang gitu?” Gelagapan saat Ambu menyentuh pundakku. “Oh, enggak-gak Ambu. Neng gak kenapa-napa. Mas Ambang, kita nonton tivi yuk!” Aku menarik lengan Mas Bambang guna menghindari tatapan menyelisik Ambu. Sudah hampir setengah jam menunggu Abah keluar kamar. Ingin memastikan siapa sebenarnya laki-laki itu. Terdengar suara deheman Abah dari dapur. Aku bergegas menghampiri. Rupanya Abah hendak makan. “Kenapa, Neng?” tanya Abah begitu aku berdiri tak jauh dari meja makan. “Si Neng dari tadi sikapnya aneh. Ada apa atuh, Neng?” Ambu ikutan bertanya sambil tangan kanannya menyendokkan nasi ke atas piring yang berada di hadapan Abah. “Gak ada apa-apa, Ambu," jawabku menyembunyikan rasa curiga lelaki yang berbincang dengan Abah di sawah tadi.“Masalah orang kota tadi?” Pert
Read more

Kedatangan Teman Lama

Mereka semua terdiam, mungkin termangu dengan ucapanku yang cukup berani membeberkan kesalahan masa lalu seseorang. Bukan cuma Abah dan Ambu yang merasa heran, laki-laki yang seumuran dengan Abah pun tak bisa berkutik."Maaf, Lan. Waktu itu aku gak sengaja." Jaka mengelak, aku tersenyum sinis. "Mas, ayok kita pergi!" Aku beranjak, menarik tangan Mas Bambang keluar dari dalam rumah.Enak saja sekarang setelah perekonomianku sudah stabil, mereka berusaha mendekati. Dulu saja, ketika keluargaku masih susah, mereka selalu menghina dan menganggap kami rendah. Aku bukanlah Wulan yang dahulu lagi. Yang Cuma bisa diam, menangis, mengangguk dan merunduk. Apalagi menghadapi laki-laki yang selalu merasa tidak berdosa akan tindak kejahatannya. *** Esok adalah hari pernikahan aku dan Mas Bambang. Semua warga Desa bergotong royong membantu. Bahkan Jaka adik pertama, membuat kepanitian khusus di momen bersejarah dalam kehidupanku dan Mas Bambang. Para panitia aku belikan kaos seharga tiga puluh
Read more

Tak Kunjung Bangun

Dari kejauhan kulihat tiga orang banci berlari ke arah kami. Mereka semua mengenakan rok mini, kaos ketat, dan mengenakan sepatu high heels. Tetapi, tadi salah satu dari mereka ada yang memanggil Mayang. Siapa gerangan orang yang bernama Mayang?Ketiga banci semakin mendekati kami. Aku harap-harap cemas, takut nantinya menjadi bahan cemoohan warga desa."Maayaaang ... astaganaga ... kenapa yey tidak mengundang kami, Yang?"Astaga, ternyata Mayang itu adalah nama lain Mas Bambang. Apakah dulunya suamiku seorang banci? Oh, Tidak, tidak! Mas Bambang lelaki tulen, dia bukan banci!"Ka-kalian siapa? Mau apa kalian ke sini?"Kudengar suara Mas Bambang yang bergetar. Entah karena dia ketakutan atau karena memang benar kalau suamiku mengenalnya."Aku ini temanmu dulu, Mayang ... Oh my God ... yey, sekarang sombong! Eike Mince, Mayang ... Mince!"Mataku mengitari tamu undangan. Mereka memerhatikan ketiga waria yang datang dengan begitu heboh ingin mendapat pengakuan dari Mas Bambang kalau ket
Read more

Berharap Impoten

Hari ini aku dan Mas Bambang kembali lagi ke ibu kota. Mas Bambang memintaku untuk tinggal di rumahnya. Tidak masalah, asalkan selalu ada dia di sisi, aku pasti bersedia dengan senang hati. Meski malam pertama Mas Bambang tidak dapat mencetak gol, aku tidak boleh berputus asa. Bagaimana pun suamiku itu harus bisa melakukannya. Minimal satu kali.Di tengah perjalanan, aku melihat pamflet obat kuat yang tokonya cukup besar. Kusuruh Mas Bambang berhenti dan memarkir mobil di sisi jalan. “Mau ngapaian, Lan?”“Mas tunggu di sini, ya? Sebentar kok.” Mas Bambang mengangguk walah kutahu di wajahnya jelas ada rasa penasaran. Biarkan saja, aku sedang malas memberi tahu. Setelah berdiri di depan toko, seorang Bapak-bapak tua bermata sipit menyapa. Sebenarnya aku malu beli obat kuat. Tapi mau bagaimana lagi, sepertinya burung Mas Bambang kesulitan untuk berdiri.“Mau beli apa, Mbak?” Bapak yang berwajah Cina itu bertanya. “A-anu, Pak ... saya mau beli obat kuat.” “Obat kuat untuk laki-laki a
Read more

Burung Tidak Bangun

Mobil Sutiyoso membuntutiku dari belakang. Entah maunya apalagi si bandot tua itu. Apa mungkin tempat tinggal dia memang bersebelahan dengan rumah Mas Bambang. Lebih baik aku keliling dulu. Melewati jalan yang terlihat ramai agar Sutiyoso tidak nekat berbuat macam-macam.Ancaman bandot tua teringang. Dia akan membunuh Mas Bambang jika aku tidak memperlakukan suamiku itu selayak pembantu. Ah, yang benar saja.Kulihat dari spion, mobil si tua bangka tidak lagi mengikuti. Aku belokan stir ke arah kanan, menuju perempatan rumah Mas Bambang.Melirik arloji sudah menunjukkan jam sepuluh lewat. Tak terasa sejam sudah aku mengemudi dengan tujuan tak jelas.Memasuki perumahan Mas Bambang, aku dikejutkan oleh kehadiran mobil Sutiyoso yang berhenti di depan pos satpam kompleks.Sudah tidak dapat lagi mengelak. Aku akan ikuti permainanmu bandot tua! Tapi lihat saja akibat dari kelakuanmu ini! Ternyata benar, Sutiyoso tinggal berjarak dua rumah dari kediaman Mas Bambang. Tapi rumah itu bersebrang
Read more

Apa Mungkin Melahirkan?

“Kayaknya gak mungkin lagi, Om. Bisa jadi sekarang udah impotent. Mungkin karena keseringan minum obat kuat. Inget lho Om, salah satu efek samping obat kuat itu bikin burung Om gak bangun lagi. Apalagi umur Om udah gak muda lagi," kataku ringan. Padahal aku sendiri tidak tahu apa saja efek samping obat kuat . Sejenak laki-laki itu tercenung. “Omongan kamu ada benarnya.” Kini Sutiyoso duduk di tepi ranjang. Matanya nanar menatap dinding. Membenarkan ucapanku.“Sudah beberapa hari ini ....” lanjutnya sembari melongok alat vital dari balik celana. “Burung Om gak bangun-bangun. Sudah berbagai cara Om lakuin. Bahkan ada jalang yang rela mengulum burung Om sampe satu jam lamanya tapi dia tetap loyo ....” ucapnya nelangsa. Aku menahan senyum. Antara geli dan bersyukur. Karena usahaku memberinya obat loyo tempo hari itu sudah menunjukkan hasil.“Nah kan ... percuma juga kalau Om minta tolong Wulan.” Aku menanggapi. Suasana mulai mencair. Bandot tua sudah tidak segarang sebelumnya. Wajah tua
Read more

Bandot Tua Ke Desa

Untunglah Mas Bambang selalu sigap. Dia langsung terbangun ketika aku merasakan mulas luar biasa pada kandungan. “Kenapa, Lan?” tanyanya begitu ia terbangun. Aku meringis kesakitan. Memegang perut sambil menggeliat. “Mules, Mas ....” jawabku memegang bahunya erat. Mas Bambang tampak khawatir.Mas Bambang menyibak selimut. Aku dan dia terkejut melihat darah membasahi tempat tidur. Rasa cemas sangat jelas tergambar dari raut wajah lelaki yang telah memenuhi relung hati ini. “Maaass ....” pekikku menahan rasa sakit tak tertahankan. Tanpa berucap, Mas Bambang segera menyambar kunci mobil di atas nakas, membopong tubuhku.Dengan susah payah Mas Bambang membuka pintu mobil. Kemudian berusaha mendudukkan aku dengan nyaman. Setengah berlari dia kembali ke dalam rumah. Entah apa yang dilakukannya. Namun tidak berselang lama, tubuh atletis itu sudah terlihat sedang mengunci pintu rumah.Sepanjang jalan Mas Bambang selalu menguatkan. “Tahan ya, Sayang. Sebentar lagi sampai di rumah sakit. Kam
Read more

Terkuak

Seminggu lalu, Sutiyoso datang kembali ke rumah Mas Bambang. Ketika itu, Mas Bambang sedang ditugaskan keluar kota selama dua hari.“Ngapain malam-malam Om ke sini?” tanyaku menatap tajam pada lelaki tua bangka berperut buncit.“Om kesepian, Lan ....”cuih! Najis! Menjijikan sekali kata-katanya.“Pulanglah ke rumah Om. Jalani hari bersama anak dan istri Om," kataku lugas. Namun, Om Sutiyoso bertambah berang. Dia mendorong pintu dengan keras, hingga aku sempat terhuyung.“Kamu itu tega Wulan! Segalanya telah Om berikan. Tapi kamu!! Justru menikah dengan laki-laki tolol itu!!”Astaga! Aku tidak menduga kalau Pak Sutiyoso mengatakan hal itu. Perkataan yang membuatku bagai dicambuk.“Jaga ucapan Om! Mas Bambang itu cerdas! Dia salah satu karyawan yang bisa diandalkan!” Aku tidak ingin suamiku dihina dan direndahkan oleh lelaki sebejat Pak Sutiyoso. Suamiku adalah lelaki yang hebat. Kaya raya dan cerdas. Terbukti perusahaan selalu mengandalkan kinerjanya walau kerap kali ia telat. Tetapi h
Read more

Nasib Wulan

Meski masih terasa perih pada bekas operasi, Namun aku tetap memaksakan diri bertemu dengan Pak Dewa si sebuah restoran untuk membicarakan rencana pelaporan Sutiyoso tentang pembunuhan yang ia lakukan beberapa tahun silam.“Lebih baik kamu istrahat saja. Biar nanti saya yang ke kantor polisi.” Saran Pak Dewa. “Saya tidak apa-apa. Saya ingin mengakhiri kegilaan Sutiyoso.” Aku memang sudah mulai letih dengan permainan si Bandot tua. Dituruti malah melunjak. Sudah tidak bisa dimaafkan. Dia telah membuat Mas Bambang pergi meninggalkanku. Pak Dewa menghela napas.“Saya Cuma khawatir dengan kondisi kesehatan kamu dan bayi kamu. Tidak baik terlalu sering meninggalkannya.” Aku merunduk. Mengerti dengan maksud Pak Dewa.“Apa kamu sudah tidak percaya lagi sama saya?” Pertanyaan Pak Dewa membuatku menggeleng cepat.“Bukan begitu, Pak. Saya Cuma tidak mau ada orang lain yang terlibat. Seperti yang Bapak ketahui, dulu saya membuat Mbak Lastri dan Bang Sur untuk menjauhi saya. Karena saya takut me
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status