Beranda / Romansa / DOSA TERINDAH / Bab 431 - Bab 440

Semua Bab DOSA TERINDAH: Bab 431 - Bab 440

476 Bab

Bab 148

Hari ini menjadi milik Adzkia, putriku. Kehadiran Wira di antara teman-temannya pun tak lagi membuat Kia cemberut. Harus kuakui Ivan memang ayah terbaik untuk kedua bocah itu, dalam sekejap ia bisa mencairkan suasana antara Wira dan Kia yang memang sudah lama tak berinteraksi.Dari tempatku duduk, tak lepas mataku menatap pria yang satu memeluk anak-anaknya bergantian, menghampiri Wira dan membuat anak lelaki itu tertawa, lalu menyambut Kia yang datang berlari lalu memeluk lehernya.Hangat. Itu yang terasa di dalam dada ketika melihat Ivan dikelilingi anak-anak. Beberapa anak tetangga bahkan tak segan datang padanya lalu Ivan menggendong beberapa dan mencandai yang lainnya. Ibu-ibu yang datang mengantar anak-anak mereka bahkan tak segan memberi pujian di hadapanku.“Baru tau Mas Ivan orangnya seramah itu, padahal dari dulu terkenal cool.”“Oh, ini Papinya Kia. Ganteng banget ya, pantes Kia-nya cantik.”“Kirain orangnya nggak asik, ternyata seramah ini Pak Ivan.”“Papinya Kia punya adi
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-10
Baca selengkapnya

Bab 149

Bangun pagi tanpa ada seseorang yang selalu ada dan tersentuh olehku terasa sangat janggal, dan itulah yang terjadi pagi ini ketika aku terbangun dan tak mendapati Ivan di sampingku, akan selalu ada bagian tubuhnya entah itu tangan atau kaki yang membelitku. Kusibak selimut yang menutupi separuh tubuh, ranjang ini terasa lebih dingin dari biasanya, tentu saja karena tak ada orang yang biasanya menghangatkanku.Entah berapa lama aku menunggunya kembali tadi malam. Berjam-jam aku berperang dengan keinginanku sendiri untuk keluar dan memintanya kembali, namun ternyata egoku mengalahkan semuanya. Hingga kemudian aku lelah menunggunya lalu tertidur dengan rasa dongkol yang menguasai hati.Kulirikm jam dinding, rupanya aku sudah kesiangan. Rasa lelah dan kesalku semalam tadi kurasa adalah penyebab bangunku yang kesiangan.“Selamat pagi, Mbak.” Bik Jum menyapa tepat saat aku keluar dari kamar. Kurasa wanita paruh baya itu baru saja kembali dari pasar karena tangannya menenteng belanjaan sayu
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-11
Baca selengkapnya

Bab 150

“Makan siang di gazebo yuk, In.”Berkantor satu area dengan Twin House ini sangatlah menyenangkan. Karena aku dan Iin tak pernah lagi dipusingkan dengan makan siang seperti di butikku yang dulu. Jika di butik lama kami selalu dipusingkan dengan menu makan siang, maka di sini kami tinggal bergeser ke gazebo, tempat yang paling aku dan Iin sukai di Twin House ini lalu memesan menu yang diinginkan.“Bareng, Mbak?”“Iya. Ayo! Aku udah haus.”Sayangnya kami ternyata tak kebagian posisi di gazebo karena ternyata pengunjung Twin House pun lagi padat. Aku pun hanya mengikuti ketika Iin memilih meja di area outdoor untuk kami. Masing-masing dari kami memesan menu kesukaan, memang selalu seperti ini sejak aku berkantor di Twin House, aku tak pernah memanfaatkan posisi sebagai istri dari pemilik Twin House dan tetap seperti pelanggan yang lainnya.Menu roti burger ukuran jumbo yang kupesan lengkap dengan strawberry milk shake cukup untuk mengisi perutku yang memang seharian ini belum kuisi makan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-11
Baca selengkapnya

Bab 151

Aku masih ingin melanjutkan perdebatan, tak rela rasanya hanya dengan sebuah kata maaf ia menebus kesalahannya hari ini.“Kamu ninggalin aku sendirian tadi malam, Pi.”“Ya karena kamu terus nanyain aku ngapain di sana padahal aku udah jawab jujur nggak ngapa-ngapain selain ngeliatin rumah ke Imel dan dengerin dia maunya rumah itu diubah bagian mananya.”“Tapi kan nggak harus ninggalin kamar juga!”“Kamu nggak mau kusentuh, Aya. Nggak mau dicium juga. Kalo aku bertahan di sini ya aku yang tersiksa.”Ivan masih terus membela diri. Aku tahu bahwa pembelaan dirinya sangat masuk akal, tetapi rasanya belum rela mengakhiri ini.“Udah. Istirahat, ya. Kamu demam sampai menggigil tadi.” Dia menyentuh keningku.“Terus kamu pagi-pagi pergi tanpa pamit, nggak ada nitip pesan apa-apa juga.” Meski tak menepis tangannya dari keningku, tetapi aku masih ingin membahas ini.“Astaga! Masih lanjut, Aya?”Napas hangatnya meyapu pipiku, dan itu terasa menyenangkan sekaligus menenangkan. “Tadi pagi aku dapat
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-13
Baca selengkapnya

Bab 152

“Bik Jum dikulkas ada apa aja?” Aku sedang serius mengolah makanan khusus untuk Kia ketika Ivan muncul di dapur.“Ada ....” Bik Jum kemudian menyebutkan satu persatu isi kulkas yang aku sendiri tak tahu mengapa wanita itu menghafal isinya.“Kalo gitu Bik Jum libur dulu, pagi ini biar aku yang di dapur.” Pria itu menghampiri asisten rumah tangga yang sudah lama mengabdi padanya. Memegang pundak Bik Jum dari belakang sehingga membuat Bik Jum menoleh sambil mendongak menatap wajah Ivan.“Libur? Pak Ivan mau masak?” Bik Jum terdengar ragu. Wanita itu masih mendongak menatap takut-takut.“Nggak ada apa-apa, Bik. Cuma lagi pengen masak aja untuk istriku.” Dia mengedipkan mata ke arahku. “Semalam Mommynya Kia demam, jadi hari ini mau dimasakin yang istimewa biar fit kembali.”Aku tersenyum simpul mendengarnya.“Juga biar cepet hamil lagi,” katanya setengah berbisik ke Bik Jum.Bik Jum buru-buru melepaskan diri dari tangan Ivan yang masih hinggap di pundak wanita paruh baya itu.“Aduh ... maa
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-13
Baca selengkapnya

Bab 153

“Kenapa menduga seperti itu, Aya?” Ivan menatapku tajam.“Karena waktu itu Papi bilang kasian ngeliat dia yang sekarang.”Napas yang terhembus kasar dari pria di hadapan membuatku merasa bahwa dugaanku tadi benar. Sama sepertinya, aku pun mengela napas berat. Ya, setelah semua yang terjadi, berat rasanya menerima Tari kembali berada di sekitar Ivan. Tetapi ..., di luar dugaanku, Ivan justru menanggapi berbeda.“Setelah sekian lama, setelah dibiliangin bucin berat ke kamu sama Kak Dian, setelah setiap hari kepergok Bik Jum, aku kecewa ternyata kamu belum sepenuhnya memahamiku, Aya.”Aku menelan ludah dengan kasar. Tak memahaminya? Bagaimana mungkin aku tak memahaminya sedangkan selama ini aku sudah cukup banyak memberi ruang untuknya bertanggung jawab atas kesalahan masa lalunya.“Bukan aku yang tak memahamimu, kamu yang harusnya memahamiku. Aku nggak suka dia kembali ada di sini, di sekitarmu. Dan juga ....”“Justru ini yang belum kamu pahami, Aya.” Dia tak membiarkanku selesai berbic
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-14
Baca selengkapnya

Bab 154

Tari dengan segala kehidupannya memang mengundang rasa iba, seperti yang dirasakan Ivan dan Kak Dian. Akan tetapi, aku juga pernah menyaksikan sisi menyebalkan dari wanita itu. Ketika dia memanggil suamiku dengan panggilan Kak dengan sangat akrab, ketika ia terus berada di samping Ivan saat suamiku kehilangan ingatannya, ketika ia menuduhku hanya menginginkan sisi suka-nya Ivan dan tak peduli pada keterpurukannya. Ah, ada banyak sisi yang tak kusukai dari wanita itu.“Mbak Aya kenapa?” Iin menghampiri.“Aku lagi banyak pikiran, In.”“Pantes Iin liat dari tadi gigitin kuku.”Aku menatap kukuku. Hal ini dulu sering kulakukan ketika sedang marah atau sedih dan tak punya tempat untuk berbagi, aku selalu menggigit kuku hingga melukai diri sendiri. Itu dulu. Dan aku melakukannya lagi sekarang ketika merasa harus kembali memutuskan menerima wanita itu atau tidak. Sama seperti yang kulakukan dulu saat Ivan menyodorkan dua berkas kandidat karyawan ke hadapanku. Bedanya, waktu itu aku belum tah
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-14
Baca selengkapnya

Bab 155

Aku akhirnya tak beranjak dari ruangan Ivan karena ia memintaku tetap menemaninya di sana. Menamemaninya berbicara dari hati ke hati dengan ibu dari anak lelakinya itu tentang keinginan Kak Dian. Dan hari ini terus terang saja aku berada di pihak Tari, karena hatiku ikut tersayat-sayat saat wanita itu berurai air mata menanggapi permintaan Kak Dian dan Ivan.“Aku memang tak mampu menjadi ibu 24 jam seperti dulu lagi bagi Wira, tetapi bukan berarti Kak Ivan dan Kak Dian berhak mengambil anakku. Aku menjaganya dari sejak kejadian hari itu, tak pernah berniat sekali pun membuang Wira meski aku memilih menjauh dan tak memberi tau Kak Ivan tentang kehadirannya. Karena aku sudah menyayanginya sejak berbuat kesalahan yang menghadirkannya. Aku tak pernah terpisah darinya sejak dia hadir di dalam rahimku, memang sekarang waktuku lebih banyak berkutat dengan pekerjaanku, tapi anak-anakku adalah penyemangatku untuk kembali pulang ke rumah.”Aku yang tak sanggup mendegar tangisnya memeluk pundak
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-15
Baca selengkapnya

Bab 156

Pembahasannya tentang rekaman CCTV tak lagi berlanjut meski aku masih sangat penasaran. Apa Imelda memang sudah mempersiapkannya waktu itu?“Selesaikan dulu urusan rumah itu, Aya. Secepat mungkin urus rumah itu berpindah tangan dan aku udah nggak ada urusan utang piutang lagi pada ayah Imel. Setelah itu jangan pernah terhubung dengan dia lagi. Yang penting minuman itu nggak pengaruh apa-apa ke aku, nggak usah buang-buang energi.”Kurasa Ivan ada benarnya, sebab urusan butik dan urusan kami saja sudah membuatku kelelahan.Aku kembali ke butik setelah kami berdua membersihkan diri. Sama seperti yang sudah kuduga ketika kami sepakat bekerja dama dan berkantor di sini, ternyata Twin House benar-benar menjadi rumah keduaku dan Ivan. Semua bisa dilakukan di sini. Tempat kita bekerja dan pacaran, begitu Ivan menggambarkan Twin House kini.“Mbak, nambah dua atau tiga karyawan lagi, dong.” Iin segera datang menghampiri ketika aku tiiba di butik.“Kenapa, In? Banyak pesanan? Atau EO lagi laris?
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-17
Baca selengkapnya

Bab 157

“Hari ini pulang diantar Candra ya, Yank. Aku ada urusan sebentar.”Meski ingin b ertanya, tetapi rasanya aku ingin segera pergi dari mereka. Tak nyaman rasanya membuat pria di hadapan kamu seolah sedang berada di dunia lain, sementara dunia ini hanya milik kami berdua.“Iya, Pi. Ya udah aku balik ke ruangkanku dulu.”“Oke. Cium!” Aku belum sempat menolak ketika Ivan sudah menekan kepala belakangku agar mendekat padanya. Dia benar-benar sudah hampir menyentuh bibirku dengan bibirnya yang setengah terbuka ketika aku refleks meletakkan telunjuk di bibirnya.“Jangan,” ucapku tanpa suara, hanya dengan gerakan bibir. Dari ekor mataku, aku bisa melihat dengan jelas Mas Adam menunduk lalu membuang pandangan ke sembarang arah.Aku bangkit dari pangkuan pria yang ulahnya selalu membuat keki itu. Entah kenapa dia kembali seperti ini, padahal aku sudah pernah meminta padanya agar tak bersikap provokatif di depan Mas Adam.Setelah berpamitan pada kedua pria itu, barulah aku benar-benar kembali k
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
4243444546
...
48
DMCA.com Protection Status