Share

Bab 151

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku masih ingin melanjutkan perdebatan, tak rela rasanya hanya dengan sebuah kata maaf ia menebus kesalahannya hari ini.

“Kamu ninggalin aku sendirian tadi malam, Pi.”

“Ya karena kamu terus nanyain aku ngapain di sana padahal aku udah jawab jujur nggak ngapa-ngapain selain ngeliatin rumah ke Imel dan dengerin dia maunya rumah itu diubah bagian mananya.”

“Tapi kan nggak harus ninggalin kamar juga!”

“Kamu nggak mau kusentuh, Aya. Nggak mau dicium juga. Kalo aku bertahan di sini ya aku yang tersiksa.”

Ivan masih terus membela diri. Aku tahu bahwa pembelaan dirinya sangat masuk akal, tetapi rasanya belum rela mengakhiri ini.

“Udah. Istirahat, ya. Kamu demam sampai menggigil tadi.” Dia menyentuh keningku.

“Terus kamu pagi-pagi pergi tanpa pamit, nggak ada nitip pesan apa-apa juga.” Meski tak menepis tangannya dari keningku, tetapi aku masih ingin membahas ini.

“Astaga! Masih lanjut, Aya?”

Napas hangatnya meyapu pipiku, dan itu terasa menyenangkan sekaligus menenangkan. “Tadi pagi aku dapat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Susiana Febriati
bikin maniiisss trs thor
goodnovel comment avatar
aku suka membaca
dikit amat 1 bab, utang kmrn 2 bab loh kak thor wkwk
goodnovel comment avatar
Ari Cepu
ayaaaaa, aku cemburu dengan caramu mencemburuinya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DOSA TERINDAH   Bab 152

    “Bik Jum dikulkas ada apa aja?” Aku sedang serius mengolah makanan khusus untuk Kia ketika Ivan muncul di dapur.“Ada ....” Bik Jum kemudian menyebutkan satu persatu isi kulkas yang aku sendiri tak tahu mengapa wanita itu menghafal isinya.“Kalo gitu Bik Jum libur dulu, pagi ini biar aku yang di dapur.” Pria itu menghampiri asisten rumah tangga yang sudah lama mengabdi padanya. Memegang pundak Bik Jum dari belakang sehingga membuat Bik Jum menoleh sambil mendongak menatap wajah Ivan.“Libur? Pak Ivan mau masak?” Bik Jum terdengar ragu. Wanita itu masih mendongak menatap takut-takut.“Nggak ada apa-apa, Bik. Cuma lagi pengen masak aja untuk istriku.” Dia mengedipkan mata ke arahku. “Semalam Mommynya Kia demam, jadi hari ini mau dimasakin yang istimewa biar fit kembali.”Aku tersenyum simpul mendengarnya.“Juga biar cepet hamil lagi,” katanya setengah berbisik ke Bik Jum.Bik Jum buru-buru melepaskan diri dari tangan Ivan yang masih hinggap di pundak wanita paruh baya itu.“Aduh ... maa

  • DOSA TERINDAH   Bab 153

    “Kenapa menduga seperti itu, Aya?” Ivan menatapku tajam.“Karena waktu itu Papi bilang kasian ngeliat dia yang sekarang.”Napas yang terhembus kasar dari pria di hadapan membuatku merasa bahwa dugaanku tadi benar. Sama sepertinya, aku pun mengela napas berat. Ya, setelah semua yang terjadi, berat rasanya menerima Tari kembali berada di sekitar Ivan. Tetapi ..., di luar dugaanku, Ivan justru menanggapi berbeda.“Setelah sekian lama, setelah dibiliangin bucin berat ke kamu sama Kak Dian, setelah setiap hari kepergok Bik Jum, aku kecewa ternyata kamu belum sepenuhnya memahamiku, Aya.”Aku menelan ludah dengan kasar. Tak memahaminya? Bagaimana mungkin aku tak memahaminya sedangkan selama ini aku sudah cukup banyak memberi ruang untuknya bertanggung jawab atas kesalahan masa lalunya.“Bukan aku yang tak memahamimu, kamu yang harusnya memahamiku. Aku nggak suka dia kembali ada di sini, di sekitarmu. Dan juga ....”“Justru ini yang belum kamu pahami, Aya.” Dia tak membiarkanku selesai berbic

  • DOSA TERINDAH   Bab 154

    Tari dengan segala kehidupannya memang mengundang rasa iba, seperti yang dirasakan Ivan dan Kak Dian. Akan tetapi, aku juga pernah menyaksikan sisi menyebalkan dari wanita itu. Ketika dia memanggil suamiku dengan panggilan Kak dengan sangat akrab, ketika ia terus berada di samping Ivan saat suamiku kehilangan ingatannya, ketika ia menuduhku hanya menginginkan sisi suka-nya Ivan dan tak peduli pada keterpurukannya. Ah, ada banyak sisi yang tak kusukai dari wanita itu.“Mbak Aya kenapa?” Iin menghampiri.“Aku lagi banyak pikiran, In.”“Pantes Iin liat dari tadi gigitin kuku.”Aku menatap kukuku. Hal ini dulu sering kulakukan ketika sedang marah atau sedih dan tak punya tempat untuk berbagi, aku selalu menggigit kuku hingga melukai diri sendiri. Itu dulu. Dan aku melakukannya lagi sekarang ketika merasa harus kembali memutuskan menerima wanita itu atau tidak. Sama seperti yang kulakukan dulu saat Ivan menyodorkan dua berkas kandidat karyawan ke hadapanku. Bedanya, waktu itu aku belum tah

  • DOSA TERINDAH   Bab 155

    Aku akhirnya tak beranjak dari ruangan Ivan karena ia memintaku tetap menemaninya di sana. Menamemaninya berbicara dari hati ke hati dengan ibu dari anak lelakinya itu tentang keinginan Kak Dian. Dan hari ini terus terang saja aku berada di pihak Tari, karena hatiku ikut tersayat-sayat saat wanita itu berurai air mata menanggapi permintaan Kak Dian dan Ivan.“Aku memang tak mampu menjadi ibu 24 jam seperti dulu lagi bagi Wira, tetapi bukan berarti Kak Ivan dan Kak Dian berhak mengambil anakku. Aku menjaganya dari sejak kejadian hari itu, tak pernah berniat sekali pun membuang Wira meski aku memilih menjauh dan tak memberi tau Kak Ivan tentang kehadirannya. Karena aku sudah menyayanginya sejak berbuat kesalahan yang menghadirkannya. Aku tak pernah terpisah darinya sejak dia hadir di dalam rahimku, memang sekarang waktuku lebih banyak berkutat dengan pekerjaanku, tapi anak-anakku adalah penyemangatku untuk kembali pulang ke rumah.”Aku yang tak sanggup mendegar tangisnya memeluk pundak

  • DOSA TERINDAH   Bab 156

    Pembahasannya tentang rekaman CCTV tak lagi berlanjut meski aku masih sangat penasaran. Apa Imelda memang sudah mempersiapkannya waktu itu?“Selesaikan dulu urusan rumah itu, Aya. Secepat mungkin urus rumah itu berpindah tangan dan aku udah nggak ada urusan utang piutang lagi pada ayah Imel. Setelah itu jangan pernah terhubung dengan dia lagi. Yang penting minuman itu nggak pengaruh apa-apa ke aku, nggak usah buang-buang energi.”Kurasa Ivan ada benarnya, sebab urusan butik dan urusan kami saja sudah membuatku kelelahan.Aku kembali ke butik setelah kami berdua membersihkan diri. Sama seperti yang sudah kuduga ketika kami sepakat bekerja dama dan berkantor di sini, ternyata Twin House benar-benar menjadi rumah keduaku dan Ivan. Semua bisa dilakukan di sini. Tempat kita bekerja dan pacaran, begitu Ivan menggambarkan Twin House kini.“Mbak, nambah dua atau tiga karyawan lagi, dong.” Iin segera datang menghampiri ketika aku tiiba di butik.“Kenapa, In? Banyak pesanan? Atau EO lagi laris?

  • DOSA TERINDAH   Bab 157

    “Hari ini pulang diantar Candra ya, Yank. Aku ada urusan sebentar.”Meski ingin b ertanya, tetapi rasanya aku ingin segera pergi dari mereka. Tak nyaman rasanya membuat pria di hadapan kamu seolah sedang berada di dunia lain, sementara dunia ini hanya milik kami berdua.“Iya, Pi. Ya udah aku balik ke ruangkanku dulu.”“Oke. Cium!” Aku belum sempat menolak ketika Ivan sudah menekan kepala belakangku agar mendekat padanya. Dia benar-benar sudah hampir menyentuh bibirku dengan bibirnya yang setengah terbuka ketika aku refleks meletakkan telunjuk di bibirnya.“Jangan,” ucapku tanpa suara, hanya dengan gerakan bibir. Dari ekor mataku, aku bisa melihat dengan jelas Mas Adam menunduk lalu membuang pandangan ke sembarang arah.Aku bangkit dari pangkuan pria yang ulahnya selalu membuat keki itu. Entah kenapa dia kembali seperti ini, padahal aku sudah pernah meminta padanya agar tak bersikap provokatif di depan Mas Adam.Setelah berpamitan pada kedua pria itu, barulah aku benar-benar kembali k

  • DOSA TERINDAH   Bab 158

    “Freya emang deket sama anak-anak Twin dulu. Beberapa karyawan Twin kan udah lama kerja di sini, Ay. Mungkin karena itu Freya jadi sering ke sini.” Ivan masih menjelaskan.“Dulu berapa lama sama dia?”“Aku lupa. Nggak pengen ngitungin juga. Dulu itu kayak ... ya udah dijalanin aja. Nggak mau nuntut apa-apa, nggak mau dituntut macam-macam.”Ah, mengingat pria kesayangan ini ternyata memiliki beberapa kisah di masa lalunya selalu saja membuatku merasa kesal.“Tapi baru ke sini lagi setelah bertahun-tahun, kan?”Ia mengangguk.“Pas abis ketemu di mini market waktu itu, kan?”Dahinya mengerut sebentar. “Mungkin. Atau mungkin juga sejak aku kerja sama dengan ... My Freya.”“Dih! Tumben banget ragu-ragu nyebut namanya.”“Itu bukan namanya, itu nama salah satu usahanya. Namanya masih Freya, nggak pake ‘My’.”“Iya ... iya. Trus jadi sering ke sini nongkrong sampai malem?”“Kalo itu aku nggak tau. Cuma dengar dari anak-anak.”“Terus ....”“Udah ah, Aya. Aku capek dicemburuin terus. Kamu kalo k

  • DOSA TERINDAH   Bab 159

    Iin berdiri di depan pintu tepat di saat Ivan membuka pintu ruang kerjaku. Di sana ia tak hanya berdiri dengan Erina, tetapi juga Hendra. Dan aku tentu sudah tahu persis reaksi Ivan yang baru saja membuka pintu. Jangan ditanya lagi reaksi pria itu, tentu saja kembali masuk dan duduk tepat di sampingku.“Silakan masuk Pak Hendra, Mbak Erina.” Tak ingin membuat hatinya semakin tak karuan, aku memilih sapaan resmi meski kulihat Hendra seperti kaget menatapku, tetapi ia tentu saja tak ingin memprotes karena ini adalah kantorku.“Ruangan ini kamu banget ya, Cahaya Kirana. Aku ingat kamu penyuka lebih suka desain desain alami semacam ini ketimbang desain modern yang kaku.” Hendra mengomentari ruang kerjaku yang memang tertata dengan konsep natural.Baru saja ingin menjawab, aku terpaksa melirik saat Ivan berdehem. Dengan sengaja tentunya. “Ini semua ide dan desain suami saya, Pak.”Aku baru saja mengalami hal semacam ini tadi ketika aku membahas Freya pada Ivan, dan merasa terganggu dengan

Bab terbaru

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 2

    “Kalian ini ya ... sama aja dua-duanya! Bucin gak ada obat emang!” Tak kupedulikan suara Kak Dian. Aku segera memeluk Aya sebisaku, membuatnya senyaman mungkin.“Untung bayimu nggak kembar, Ay. Kamu bayangin deh kalo dapat bayi kembar, punya tiga bayi kamu di rumah. Sanggup?” Kak Dian kembali bicara. “Kurasa yang paling ngerepotin sih bayi raksasamu yang ini, Ay.” Telunjuk Kak Dian mengarah padaku.“Jangan bikin Aya ketawa, Kak! Kakak nggak tau kan gimana rasanya ketawa pasca operasi lahiran?” Aku mengulangi kata-kata Kak Dian.“Oiya, sanggup puasa nggak lu, Bro! Empat puluh hari loh.” Kak Dian menekankan kata empat puluh. “Nggak bisa bikin anak orang keramas tiap hari lagi lu.” Suara kekehan Kak Dian terdengar mengejek.“Nak Dian dan Ivan di sana. Biar Ibu yang di sini.” Sebuah perintah lain membuatku dan Kak Dian tak bisa membantah lagi. Ibu mengambil alih posisiku, mengusap lembut kening putri sulungnya dan memberi bisikan-bisikan yang kurasa berisi banyak makna, sebab setelahnya k

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 1

    PoV IvanAku seperti berada di sebuah ruangan sempit, terkunci rapat dan membuatku tak bisa bernapas. Kilasan-kilasan kebersamaan selama lima tahun lebih pernikahanku dengan Aya berputar kembali di kepala seperti adegan film yang membuat dadaku semakin sesak terhimpit.Tahun-tahun bersama Cahaya adalah tahun-tahun terbaik dalam kehidupanku. Tentu saja jika ini adalah film, seharusnya ini adalah film romantis, bukan film sedih yang membuat dadaku sesak seperti ini. Akan tetapi, sesak ini semakin tak dapat kutahan saja. Tak kupeduikan lagi bagaimana rupaku sekarang. Aku terisak ketika sudah tak dapat menahan sesak, lalu kembali menghirup udara ketika merasa sudah hampir kehilangan napasku.Ruangan ini tentu saja bukanlah ruangan yang sempit mengingat aku sedang berada di ruang VIP salah satu rumah sakit ternama. Di ruangan ini aku juga tak sendirian, ada ibu, Candra dan kembarannya, Kak Dian dan Bang Malik, namun meski banyak orang di ruangan ini, tak ada satu pun di antara kami yang be

  • DOSA TERINDAH   Bab 191

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 190

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 189

    Lima tahun bersamanya, lima tahun penuh bahagia meski tak sedikit pula ombak kecil yang menghantam. Lima tahun bisa menjadi diriku sendiri setelah tahun-tahun sebelumnya terjebak dalam hubungan yang membuatku nyaris kehilangan kepercayaan diri. Malam ini Twin House ditutup untuk umum demi merayakan lima tahun pernikahan ku dan Ivan.Dekorasi anniversary sudah menghiasi Twin House, deretan-deretan makanan pun sudah tertata rapi di sana. Aku sendiri tak terlibat sedikit pun mempersiapkan malam ini, aku hanya memperhatikan kesibukan Iin yang berlalu lalang mengatur venue, lalu Byan yang mondar mandir menyusun catering. Sepasang kekasih itu kini benar-benar menjadi orang kepercayaanku dan Ivan.Aku juga sama sekali tak terlibat mengatur siapa saja undangan malam ini, sebab beberapa hari terakhir aku benar-benar hanya fokus pada diriku sendiri. Setelah siang itu di mana aku berbincang dengan Nindya dan baru menyadari ada yang aneh pada diriku, aku benar-benar melakukan pemeriksaan demi mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 188

    “Emang akunya yang kecepatan sih, Ay. Sebenarnya janjinya agak sorean, tapi karena tadi kebetulan Mas Adam juga pas mau keluar, ya udah aku ikut aja. Aku nggak apa kan nunggu di sini?”“Nggak apa, Nin.”“Oiya, Aya. Aku tadi bareng Mas Adam,” katanya lagi tepat di saat sosok yang dibicarakannya itu muncul dari arah parkiran.“Hai, Aya. Gimana kabarmu?” Kaku sekali, pria itu menyapa.“Baik, Mas. Mas Adam gimana kabarnya?” Akupun menjawab sama kakunya. Kini aku mengerti mengapa Ivan berusaha menghindarkan pertemuan seperti ini. Aku dan dia pernah punya cerita, dan meski selalu berusaha untuk saling biasa saja, namun tak bisa dipungkiri akan ada kekakuan seperti ini saat berinteraksi.“Aku juga baik. Oiya, Ivan ada?”Kembali kujelaskan bahwa suamiku baru saja keluar.“Kalo gitu aku titip Nindya ya, Ay. Dia ada urusan dikit sama Ivan untuk urusan pekerjaan.” Mas Adam menjelaskan dengan detail urusan pekerjaan antara Nindya dan Ivan padaku.Aku kembali mengangguk setuju.“Ya udah, kutinggal

  • DOSA TERINDAH   Bab 187

    “Hari ini ikut ke Twin House, ya.”Ini sudah sebulan sejak kami kembali dari Bali setelah seminggu menikmati kebersamaan di sana. Dan untuk memenuhi permintaannya waktu itu agar aku mengurangi waktuku di butik, aku juga sudah mulai beradaptasi. Tentu tak ada alasan bagiku untuk tak mengikuti inginnya, apalagi alasan yang mendasari keinginannya sangat masuk akal.“Adam akan lebih sering datang ke kantorku, dan tentu saja akan lebih sering bertemu kamu juga. Bagaimanapun juga, kalian pernah memiliki cerita, aku hanya ingin menjagamu lebih baik lagi.”“Aku juga bakalan banyak pekerjaan, Aya. Dan keberadaanmu di sekitarku hanya akan membuatku tak bisa berkonsentrasi. Yang ada bukannya kerja, tapi malah ngerjain kamu.”Itu dua alasan yang membuatku menerima keingingannya, karena sejujurnya memang seperti inilah kebersamaan yang sejak dulu kuinginkan. Bertukar pendapat dengan pasangan, saling mendengarkan isi hati, saling memahami apa yang pasangan inginkan. Pernikahanku dengan Ivan adalah

  • DOSA TERINDAH   Bab 186

    “Dari mana, Pi?” Rasanya tak dapat kutahan kekesalanku hari ini. Bagaimana tidak? Kami tiba di villa sejak beberapa jam yang lalu, dan beristirahat sebentar. Lalu saat aku terjaga, tak kutemui pria itu di sudut mana pun sementara ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.“Udah bangun, Sayang? Gimana istirahatnya udah cukup belum?”Dan kesalnya lagi, Ivan justru menanggapi santai dengan kecupan di keningku.“Dari mana aja? Ponsel ditinggal nggak bisa dihubungi, tadi kan cuma mau istirahat bentar abis itu kita jalan-jalan. Kenapa malah ditinggalin berjam-jam gini?” Aku benar-benar kesal kali ini. Yang ada dalam pikiranku tadi, setelah tiba di villa, kami hanya perlu beristirahat sebentar lalu keluar dan menikmati liburan ini.Villa yang disewa Ivan kurasa bukan villa sembarangan. Lokasinya tepat menghadap ke pantai Jimbaran yang terkenal dengan keindahan sunset-nya. Bukan hanya aku, Kia dan Mbak Ri pun terlihat begitu antusias ketika tiba di villa ini tadi. Pemandangan pantai yang

  • DOSA TERINDAH   Bab 185

    Dari sini aku bisa melihat seperti apa hubungan kekeluargaan mereka di masa lalu yang sering Kak Dian ceritakan. Mungkin seperti inilah hubungan akrab mereka dulu di masa lalu sebelum semua hancur karena sebuah kesalahan. Tak ada yang perlu disesali, karena jika menyesali masa lalu, maka mungkin kehadiran Wira juga akan menjadi penyesalan. Padahal bocah yang memiliki banyak keisitimewaan itulah yang menjadi pemersatu kebersamaan kami ini.Tangan Ivan pun tak lagi selalu tertaut padaku. Kurasa dia juga sudah mulai menyadari bahwa Tari sudah berubah, setidaknya berusaha sangat keras untuk berubah.Dan hingga kebersamaan itu berakhir, kami semua seperti sedang menemukan kebahagiaan baru. Aku, Ivan dan Kia serta pengasuhnya melanjutkan liburan kami ke Bali, meninggalkan Tari dan anak-anaknya di rumah Kak Dian.“Aku bangga punya kamu, Aya.” Dan genggaman tangan itu kembali tertaut saat kami dalam perjalanan melanjutkan trip liburan. “Kalo bukan karena kebesaran hatimu, nggak akan ada keber

DMCA.com Protection Status