“Bukan selembar kertas yang kuinginkan, tapi pengakuan darimu, ibunya. Tatap aku, Tari. Katakan sejujurnya. Kalau pun kamu berkata tidak, masih banyak cara untuk menggalinya. Aku hanya ingin kejujuranmu sebagai ibunya.”Dia memberanikan diri menatapku. Mata merahnya membuatku iba. Wanita ini baru saja kehilangan suaminya, lalu kini kubuat dia menangis seperti ini.“Aku nggak tau, Kak.” Bahunya terguncang.“Waktu itu ... aku langsung pergi dan bersembunyi. Aku takut, aku malu, aku marah. Lalu aku meminum berbagai obat-obatan agar ... agar tak sampai hamil.” Kulihat dia menggigit bibirnya.“Seminggu setelahnya pacarku ngajakin balikan, bahkan langsung melamarku. Hanya selang dua minggu dari kejadian di rumah Kakak waktu itu kami menikah.”Aku mengeryitkan kening. Waktu itu aku masih tinggal di rumah orang tuaku, tapi aku tak mendengar kabarnya menikah.“Aku nggak tau kamu nikah, Tar.”“Waktu itu Kak Ivan dan Kak Dian juga sudah jarang kelihatan, kan? Pulang ke rumah kadang tengah malam
Terakhir Diperbarui : 2023-01-08 Baca selengkapnya