“Aya, kalau aku tak menghubungimu, kalau aku tak muncul di hadapanmu, kamu jangan menganggap aku pergi atau aku menghindar. Tidak. Aku tak akan pernah pergi darimu lagi. Aku hanya ingin memberi ruang padamu, juga memberi jarak waktu, agar orang lain tak menilai buruk padamu.”Aku masih diam.“Kamu masih percaya aku kan?”Tangannya terjulur, kurasa hendak memegang pipiku. Tapi, aku menepisnya.“Aya ....”“Kamu akan menikah, Van. Kenapa masih memberi harapan padaku? Jangan lagi mempermainkan perasaanku.”Ada sesak yang menyeruak saat aku mengatakannya.“Iya. Kamu benar, Aya. Persiapannya bahkan sudah sembilan puluh persen.”Netraku memanas.“Lalu untuk apa semua ini? Please, Van. Jangan lagi. Aku udah nggak sanggup sakit hati.”Dia memegang pipiku, kali ini aku tak dapat pagi menepis tangannya.Sentuhan telapak tangannya di pipi sungguh membawa rasa hangat, membuatku melayang sejenak. Sebelum akhirnya aku berusaha menepisnya. Namun tangannya bertahan di sana, tak bergerak oleh tanganku
Last Updated : 2022-12-10 Read more