Home / Romansa / Pelayanan Kamar Spesial / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Pelayanan Kamar Spesial: Chapter 41 - Chapter 50

63 Chapters

Fakta Sebenarnya

Danita melangkah perlahan sembari mengelus lembut perut buncitnya. Wajah semringah itu sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda bersalah setelah berhasil menorehkan luka yang amat dalam di relung hati adiknya. Dengan santai dia bahkan masih sempat menyapa ramah para tetangga yang kebetulan melintas di hadapannya. Sampai kemunculan seseorang yang berdiri tepat menghadapnya sukses membuat senyum dan roda di wajah Danita sirna. Ada yang berubah dari tatapan lelaki di hadapannya ini sebelum dia tinggal untuk singgah sebentar di unit Melinda tadi. Dia terlihat ... sangat murka."Kamu kenapa, Mas?"***"Aku punya apartemen di Kota J yang sebelumnya mau dijadikan investasi jangka panjang. Tapi kalau kamu mulai merasa nggak nyaman di sini, setelah menikah kita bisa pindah." Candra kembali menyambung percakapan mereka setelah suasana haru sempat menundanya. Senyum Melinda merekah. Perempuan itu mengangguk lemah. "Kalau mau, kamu juga bisa melanjutkan kuliah. Kebetulan aku kenal psikiater
Read more

Sebelum Kejadian

Satu bulan sebelum kejadian ...."Hari ini Mbak jadi berangkat dinas ke luar kota bareng Pak Cakra?" Perempuan yang tengah mengemasi barang ke dalam koper sedang berwarna biru itu, menoleh saat melihat Melisa berdiri di ambang pintu kamar, dan berakhir duduk di bibir ranjang tepat di sampingnya."Iya. Nggak lama, kok cuma 3-4 hari," sahutnya."Jadi, sekretaris Pak Cakra enak, ya. Sering jalan-jalan keluar kota bahkan luar pulau. Dia, kan manager berasa direktur. Apalagi orangnya humble banget, pasti betah walaupun cape seharian kerja." Tersemat nada iri dari tiap kata yang keluar dari mulut Melisa. Bukan tanpa sebab, mengingat dia yang notabennya kekasih Cakra saja tak sering menghabiskan waktu berdua, dibanding Danita yang hampir sepuluh jam bersama di setiap harinya. Danita tertegun menatap perempuan berambut lurus panjang dengan setelan piama merah. Dia menyadari kecemburuan yang tak bisa disembunyikan Melisa darinya. Namun, dibanding Melisa, Danita justru merasa jauh lebih iri. D
Read more

Jebakan

Sekitar pukul tiga dini hari Cakra dan Danita tiba di Kota P. Mereka langsung check in di hotel yang sudah lebih dulu di-bocking dan istirahat beberapa jam sana sebelum bangun dan memulai aktivitas di pagi hari. Meeting, makan siang, kerja lapangan, dan kembali ke hotel menjelang malam. Pekerjaan mereka berjalan lancar sampai tiga hari berlalu. Rutinitas yang sama, sampai waktu tak terasa. Besoknya mereka sudah harus kembali ke ibukota. Setelah jalan-jalan sebentar dan membeli oleh-oleh untuk sanak-saudara. Di kamar hotelnya, Danita terlihat sedang mengemasi barangnya untuk persiapan pulang pagi harinya. Sejenak perempuan itu melirik jam yang terpajang di dinding. Jam tersebut menunjukkan pukul 20.31. Lalu berjalan menuju patry. Menuangkan minuman dengan kadar alkohol tinggi yang dicampur dengan minuman bersoda ke dalam dua botol. Sebuah pil dimasukkan dalam salah satu botol yang sudah dia beri tanda. Perempuan itu merenung sejenak. Merogoh ponselnya, lalu masuk ke fitur galeri. Di
Read more

Keputusan Final

"Dia anak kita. Kita melakukannya tiga tahun lalu. Di belakang mereka, saat perjalanan bisnis keluar kota. Mungkin kamu lupa, tapi aku masih sangat mengingatnya! Kamu pikir cinta jadi satu-satu alasan kenapa aku bersedia menikah denganmu, hah! Nggak, Mas. Semua ini aku lakukan juga demi Arka.""Apa?" Mata Cakra membelalak tak percaya. Dia mengguncang keras bahu istrinya. "Jadi, malam itu bukan mimpi? Kamu menjebakku, Danita!" teriak Cakra murka. "Ya, aku memang menjebakmu, tapi kamu juga menikmatinya!" balas Danita. "Tutup mulutmu!""Brengsek. Obrolan sialan macam apa ini?" Candra bangkit dari posisi tersungkur. Dia menyeka darah segar yang keluar dari sudut bibirnya. "Kalian benar-benar menjijikkan," cibirnya sarkastis. Emosi Cakra kembali tersulut karena cibiran saudara kembarnya. "Sebenarnya masalah ini sederhana. Cuma tentang cinta dan obsesi. Tapi, kamu membuatnya rumit Danita. Tak pernah aku menemukan wanita selicik ini. Benar-benar ular.""Nggak usah menghakimi, Candra. Lo j
Read more

Gelagat Mencurigakan

"Tahu, nggak? Tadi di lantai enam katanya ada konflik rumah tangga.""Iya. Cowoknya kembar, terus katanya yang cewek juga adik-kakak. Gue denger dari OG yang baru naik tadi.""Parah, sih. Teriakannya kedengeran sampe lantai delapan. Mana salah satunya lagi hamil lagi. Kayaknya ada yang ketahuan selingkuh, deh. Entah yang mana. Padahal orang kembar apa bedanya, ya?""Beda rasa kali.""Haha. Bisa jadi."Di dalam lift, David dan Dini berpandangan. Hanya dengan saling melempar tatapan mereka sudah bisa menyimpulkan.Keduanya baru saja pulang dari pameran cosplay yang diadakan di salah satu mall. David yang menyarankan, untuk sekadar mencari kesenangan dan sedikit melupakan kenyataan, mengingat kebebasannya mulai terkikis perlahan. Sebelum Pak Indra memintanya untuk segera kembali bekerja pekan depan. Mereka tak menyangka bila keputusan untuk pergi ke pameran membuat keduanya ketinggalan momen penting seperti ini. "Ada yang telepon nggak, Bang?" seru Dini. David menggeleng. "Nggak ada. K
Read more

Kehilangan

Langit meredup. Awan pekat menggumpal dengan kilatan petir yang menyambar. Menyembunyikan sinar sang surya di balik kekelamannya. Sore hari ini terlihat begitu suram, sesuram wajah-wajah orang yang termangu di ruang ICU. Vonis dokter sudah dijatuhkan. Dengan berat hati perempuan cantik berambut cokelat keemasan itu harus kehilangan calon jabang bayi yang bahkan belum genap berusia sepuluh pekan. Masih sangat muda. Sang Pemilik Kehidupan seolah sengaja mengambilnya lebih dini sebelum sempat meniupkan roh di dalamnya. Hingga pedihnya kehilangan tak terlalu kentara mereka rasakan. Tubuh Melisa meringkuk di atas brankar dengan posisi menyamping. Menatap lurus rintik hujan yang baru saja turun, di balik kaca ruangan VIP. Dia telah kehilangan kemampuan untuk mengeluarkan air mata bahkan hanya sekadar menangisi calon jabang bayinya. Sudah tiga jam sejak dinyatakan keguguran. Bibir Melisa terbungkam. Tak ada yang keluar meski hanya sekadar ratapan keputusasaan.Candra yang baru saja kemba
Read more

Guncangan Hebat

Langkah lebar itu berayun cepat di lantai delapan Destiny Regency. Derapnya berat mengiringi luapan emosi yang ditunjukkan wajah tegas itu menuju unit apartemennya.Setengah membanting pintu dia melewati perempuan yang termangu di atas sofa dengan ekspresi yang entah. Melihat sang suami baru tiba, setelah berjam-jam penantiannya. Perempuan itu lantas bangkit dan memburunya. "Kamu mau ke mana, Mas!" sentak Danita saat melihat Cakra menurunkan koper dan mengemasi barangnya. " .... " Tak ada jawaban. Dalam lamunan, tidak ada yang Cakra pikirkan selain segera angkat kaki dari tempat ini. "Mas Cakra!" jerit Danita habis kesabaran. Dia melempar semua pakaian yang sudah Cakra tata ke dalam koper hingga tercecer di lantai. "Mau ke mana kamu, hah?"Cakra tetap bungkam. Dia memunguti pakaiannya dan memasukkan kembali ke dalam koper. "Jawab aku!" Kali ini Danita mengguncang tubuh Cakra. "Jangan menguji kesabaranku, Danita. Kita butuh waktu memikirkan solusi dari semua ini," desah Cakra de
Read more

Memulai Hidup Baru

Penghujung bulan November, menandakan berakhirnya musim penghujan. Daun-daun mulai berguguran, angin bertiup lebih kencang, serta terik Matahari yang terasa lebih menyengat dari biasanya. Tak terasa dua bulan telah berlalu sejak hari itu. Begitu banyak yang terjadi di apartemen elite Destiny Regency. Setelah berbagai pertimbangan selama dua bulan, Melisa memutuskan untuk pergi dari kota ini dan memulai hidup barunya bersama Candra di kota lain. Meninggalkan segala kenangan yang pernah tercipta. Entah menyenangkan maupun menyakitkan. Candra berhasil meyakinkannya bahwa hidup itu berjalan. Apa yang sudah terjadi jadikanlah pelajaran di masa mendatang. Memang tak mudah membangun kepercayaan setelah carut-marutnya kehidupan sempat Melisa rasakan. Namun, dia cukup percaya pada dokter muda itu beserta komitmen yang dibangunnya.Perempuan bertubuh tinggi semampai itu berdiri di depan meja rias. Menatap album foto keluarga yang diambil sebelum kepergian ayah dan ibunya belasan tahun silam.
Read more

Dendam Masa Lalu

"Kita berangkat sekarang?" tanya Candra sekali lagi saat melihat Melisa seolah enggan mengalihkan pandangannya dari gedung apartemen Destiny Regency. Padahal mereka sudah berada dalam mobil dan bersiap pergi.Ada yang mengganjal di hati Melisa. Seakan menahannya untuk pergi. Terlalu banyak kenangan yang sudah tercipta di sini. Pahit manisnya tetap bisa dia nikmati. "Tunggu sebentar, ya, Mas!" Melisa melepas kembali seatbelt-nya. Dia keluar dari dalam mobil dan berjalan cepat menuju lift. Melewati lantai satu sampai tujuh, dan berhenti di lantai delapan. Suara langkah kaki berhias pantofel dengan tumit tiga senti itu menuju unit bernomor delapan puluh. Sudah lama sejak terakhir kali dia menginjakkan kaki di sini. Bel berbunyi. Perlu waktu sekitar lima menit menunggu sampai pintu terbuka di hadapan Melisa. Sepasang mata bulat nan tajam menyambutnya. Tubuh kurus dengan perut yang kian membuncit itu terlihat lebih mengkhawatirkan dari terakhir kali. Rambut yang semrawut dan penampilan
Read more

Saling Melengkapi

Dini nyaris tak berkedip menatap lelaki tampan yang tengah duduk di hadapan sembari memainkan gantungan kunci dengan miniatur anime Naruto. Dia benar-benar tak menyangka seorang David Bagaskara, lelaki tengil, serampangan, narsis, dan jumawa itu ternyata adalah salah satu orang penting di sebuah perusahaan properti terbesar di kota S. Sudah dua bulan sejak terakhir kali mereka bertemu di pameran cosplay dan di rumah sakit. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah unit apartemen lelaki itu dibiarkan terbengkalai tak berpenghuni. "Biasa aja ngeliatinnya bisa? Orang ganteng ini nggak akan ke mana-mana, kok," cetus David yang mulai terusik dengan tatapan mengintimidasi Dini sejak mendaratkan bokong di kursi, dan perempuan itu masuk ke ruangan ini tadi "Kalau ada pertanyaan ... tanya aja kali. Walaupun sibuk, setidaknya gue punya waktu buat jawab semua itu. Khusus buat lo," tambahnya sembari pura-pura tak peduli. "Kok, bisa?" Pertanyaan itu meluncur mulus dari bibir Dini. Dia meraih k
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status