Home / Romansa / Pelayanan Kamar Spesial / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Pelayanan Kamar Spesial: Chapter 31 - Chapter 40

63 Chapters

Lebih Dekat

Tiba di lantai dua. Mereka langsung memisahkan diri dan membentuk koloninya sendiri. Danita dan Cakra memilih mengambil tempat di sisi selatan, sementara David dan Dini ke sisi barat. Sedangkan Candra dan Melisa ke sisi utara. Menghampiri orangtua Candra. Pak Indra dan Bu Nara--Mami David. Sepanjang perjalanan menuju tempat keramaian, pikirkan Melisa masih saja dihantui dengan kejadian tadi. Kalau saja tak ada David yang menengahi. Lift tersebut akan berubah menjadi arena tarung saudara. Dan mereka terpaksa harus menyaksikan pertumpahan darah di sana. Beruntung tak ada Arka di sana. Kebetulan bocah itu memang dititipkan pada Bu Nina yang jelas tak bersedia menghadiri undangan mantan suaminya. "Maaf, kamu pasti kaget," ujar Candra di tengah perjalanan. Lelaki itu mengetatkan genggaman tangan mereka. Melisa menoleh. Perempuan itu tersenyum kecil. "Iya, aku cuma sedikit kaget. Nggak nyangka aja ternyata kalian saudara kembar yang udah terpisah lama."Candra mengalihkan pandangannya da
Read more

Kejadian Tak Terduga

Indra Bagaskara terlihat begitu terkejut sekaligus senang saat melihat putranya yang jarang pulang tiba-tiba datang membawakan kado spesial di hari ulang tahunnya. Seorang calon menantu yang selama ini dia harapkan dari Candra. Meskipun hubungan mereka memang tak terlalu baik, setelah kepulangan Candra dari Inggris dengan gelar doktornya setahun lalu. Namun, dia selalu berharap putranya menemukan kebahagiaan dan bisa melupakan masa lalu mereka. Tak peduli dari mana calon istri anaknya berasal. Selama dia memiliki latar belakang yang baik dia bisa menerimanya. "Selamat malam para tamu undangan yang terhormat. Pertama-tama saya mau mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kehadiran hadirin sekalian." Pak Indra memulai pidatonya. Terlihat berderet di bangku paling depan. Mau tak mau Cakra-Danita, David-Dini, dan Melinda-Candra yang semula duduk terpencar, terpaksa ditempat di posisi yang berdampingan dan sejajar. Ekspresi kesal sama sekali tak bisa Cakra sembunyikan. Lai
Read more

Saling Membela Diri

"Silakan. Kita bisa langsung adu banding di sini. Kalau ibu mampu bawa bukti konkret tentang calon istri saya seperti yang Anda tuduhkan, mungkin saya bisa terima. Kalau tidak ... silakan tunggu undangan dari pihak kepolisian," tegas Candra. Wanita paruh baya itu mematung. Dia mundur selangkah saat melihat tatapan tajam yang Candra layangkan. Harus diakui tuduhannya memang tak berdasar, setelah mengetahui pesan bernada provokatif dari nomor tak dikenal, juga keterangan suaminya yang ketakutan, dia memang langsung menyimpulkan tentang sosok Melisa yang sebenarnya. "Ng, itu ...." Si ibu gelagapan. Diintimidasi seperti itu jelas dia tak bisa menjawab, mengingat tak ada bukti yang bisa memperkuat tuduhan yang dengan mudah Candra patahkan. Melisa menatap takjub. Entah apa yang membuat perihnya tamparan dan sesaknya dada melihat tatapan datar yang Danita layangkan, tiba-tiba berubah menjadi perasaan hangat yang sulit diartikan. Memang terlalu dini untuk menilai sosok Candra sebagai pri
Read more

Siapa yang Bodoh?

"Candra!" Pak Indra menatap murka. "Nggak apa-apa, Pa." Wanita paruh baya yang terlihat begitu anggun itu hanya bisa tersenyum getir sembari menenangkan suaminya. "Udah lama banget sejak pulang dari Inggris. Akhirnya Candra sudi duduk lagi semeja sama kita, bawa kabar bahagia lagi. Kasih dia waktu.""Mau berapa lama lagi, Sayang? Ini udah lebih dari dua puluh lima tahun. Seharusnya dia ngerti keadaan kita," rintih Pak Indra. "Justru karena aku ngerti keadaan kalian. Makanya sudi ada di sini. Aku cuma belum bisa menerima. Itu aja," potong Candra. "Candra! Seharusnya pulang dari Eropa kamu bisa belajar banyak tentang attitude. Percuma ilmu tinggi, tapi adabnya nol." Pak Indra mulai habis kesabaran melihat sikap keras kepala Candra, padahal baru beberapa jam lalu mereka terlihat begitu harmonis saat Candra bercerita tentang Melinda. "I don't care. Yang penting aku udah ikutin semua kemauan Papa. Aku cuma minta satu. Yaitu kebebasan berekspresi. Kenapa yang ini juga harus dikekang!""
Read more

Iri Berakhir Dengki

Perempuan itu berdiri di depan wastafel. Sebuah benda mungil berbentuk memanjang yang menunjukkan dua garis merah tersemat di antara kedua jarinya. Hasil yang tertera tetap sama meski dia sudah mencoba lebih dari lima kali dengan merk berbeda.Niat hati hanya ingin mempermainkan, tapi sayangnya malah dia sendiri yang terjebak. Terjebak dalam permainan gila yang dia buat sendiri. Ketika obsesi dan ambisi mengalahkan apa yang disebut akal sehat. Berbagai risiko pun berani dia labrak. Hingga tak lagi peduli akan mimpi yang tenggelam oleh hasrat dan kepentingan diri. "Dani! Danita! Kamu masih di dalam, kan?"Suara ketukan pintu diiringi panggilan suara berat itu terdengar. Buru-buru Danita memasukan beberapa tespek yang semula tercecer ke dalam tas, dan membuang air seni yang tadi dia sisihkan untuk keperluan tes kehamilan, lalu menyiram closetnya. "Iya, Pak!" Setelah memastikan tak ada jejak yang tertinggal, perempuan berlesung dengan blues dan rok pas badan itu bergegas keluar. Men
Read more

Serigala Berbulu Domba

"Maaf, kalau aku mendadak memberi tahu hal penting ini. Karena satu bulan belakangan, semua aksesku dibatasi." Candra menangkup wajah Danita, dan mengelus kulit halusnya. "Sebenarnya aku memintamu datang ke sini agar kita bisa mengakhiri hubungan. Papa memintaku untuk fokus pada karir dan melupakan segala hal yang menghambatnya," ungkap Candra semampainya Danita di terminal dua bandara ibu kota, sebelum keberangkatan lelaki itu ke Eropa untuk melanjutkan S2.Deg!Tubuh Danita menegang sekejap. Dia mengangkat kepala setelahnya. Menatap manik mata sama yang dimiliki lelaki yang beberapa saat lalu berhasil mematahkan hatinya. "Setidaknya beri aku satu alasan." Suara Candra mulai bergetar. "Alasan kuat agar aku mampu bertahan. Di sini, di sisi--""Aku hamil!" potong Danita dengan wajah datar. "Jangan pergi! Nikahi aku!"Terserempak Candra menarik diri. Melepaskan tangkupan tangannya di wajah Danita. Kaget. Sudah pasti. Sebenarnya bukan ini jawaban yang dia inginkan. "Danita, bukannya ak
Read more

Munafik

Setelah berhasil mengelabui Melisa dengan air mata buaya, hingga membuat adiknya menunda pernikahan. Danita kembali melancarkan aksinya dengan berpura-pura tak berdaya dan mengurung diri di kamar. Dia juga sengaja memasang wajah Cakra sebagai wallpaper ponselnya, lalu mengganti nama Candra di kontak WA-nya menjadi Cakra. Akibatnya. Melisa yang tak tahu bahwa Candra dan Cakra adalah saudara kembar, tak sengaja melihat wallpaper dan lockscreen ponsel Danita yang sengaja tak disandi maupun dipola. Dia juga membaca pesan-pesan mesra kekasih dan kakaknya yang sebenarnya berasal dari Candra.Sampai hari itu akhirnya tiba. Keputusan Melisa yang sudah lama ditunggu-tunggu Danita. Saat perempuan itu datang dengan putus asa. Melepas pujaan hatinya untuk kakak yang selama ini dia anggap lemah dan tak berdaya. Harapan bersanding dengan Cakra bukan lagi impian semata. Dengan mengorbankan perasaan adik yang begitu menghormatinya dia hidup bahagia di atas penderitaan Melisa. Sifat aslinya tertutu
Read more

Perasaan yang Disangkal

Perpisahan paling menyakitkan memang selalu menyisakan kenangan yang sulit dilupakan. Ketika takdir mengatur kembali pertemuan dua insan hanya untuk sekadar saling melempar lirikkan. Bak orang asing yang tak pernah terikat hubungan, waktu memang bisa meleburkan rindu. Akibatnya sesuatu yang seharusnya sudah berlalu, justru berakhir pilu. Candra tak pernah berpikir bahwa tali kasih yang dia rajut bersama Danita selama dua tahun lamanya harus terputus karena ego masing-masing. Dia juga tak menyangka bahwa mereka akan dipertemukan kembali sebagai orang asing setelah tiga tahun perpisahan. Tak ada senyum manis yang ditunjukkan, atau sapaan basa-basi hanya untuk memastikan bahwa benar, perempuan itu pernah menjadi sosok pendamping yang dia harapkan. Yang lebih mirisnya saat itu Danita bahkan tak mengindahkannya."Lo bisa ngomong sesantai ini seolah-olah udah bener-bener bisa lepas aja dari masa lalu. Padahal gue tahu gimana bucinnya lo sama Danita dulu.""Sial," pekik Candra saat kata-ka
Read more

Terang-Terangan

"Dani ...." Suara Cakra terdengar parau saat keluar dari kamar. Dia terlihat masih sempoyongan sisa mabuk semalam. Diliatnya sang istri tengah menyiapkan makan siang karena sarapan telah terlewatkan.Danita beranjak dari tempatnya, lalu menghampiri Cakra dan memapahnya menuju meja makan. "Kenapa kamu nggak bangunin aku? Padahal hari ini ada meeting penting," ujarnya setelah duduk di salah satu kursi. "Aku udah bilang sama Mama kalau hari ini Mas nggak enak badan. Jadi beliau yang wakilkan. Kebetulan di sana ada Bi Siti yang bantuin jaga Arka sebelum dianterin sore nanti."Cakra tak menjawab. Dia hanya terdiam memperhatikan Danita setelah menenggak habis air putih yang sudah disediakan istrinya. "Danita!" Cakra menggenggam pergelangan tangan perempuan itu saat dia hendak berlalu kembali. "Semalam aku nggak macam-macam, kan?"Danita terdiam. Matanya menyorot tak bersahabat, tapi rekah senyum bibir itu menunjukkan respons sebaliknya. "Nggak, kok. Sesampainya di rumah mas langsung tid
Read more

Bawa Pergi

"Nggak usah diambil hati ucapan mbak tadi. Orang awam juga bakal paham apa maksudnya. Mbak pulang dulu, ya."Langkah Candra terhenti saat melihat Danita baru saja keluar dari unit Melinda. Perempuan berlesung pipit itu terlihat mengelus lembut pundak adiknya yang hanya berdiri geming tanpa mengucapkan sepatah pun kata. Dia mulai menyadari kehadiran Candra, tapi sama sekali tak mengindahkannya. Pandangan perempuan itu berpaling. Seolah tak sudi menatap sosok lelaki dari masa lalunya tersebut. Candra yang sempat menahan napas sejenak, lantas mengembuskannya dengan gusar. Matanya terpejam sebelum melanjutkan langkah menghampiri Melinda yang masih terjaga di ambang pintu. Tak menyadari kehadirannya."Mel ...." Guncangan pelan di bahu mungil itu berhasil menarik Melinda dari lamunan. Lamunan kelam tentang kata-kata kejam yang beberapa saat lalu Danita lontarkan.Jauh dari perkiraan. Ternyata ini adalah respons terburuk yang pernah dia dapatkan dari sosok yang selama dua puluh lima tahun
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status