Semua Bab Pelayanan Kamar Spesial: Bab 51 - Bab 60

63 Bab

Pergi

David melangkah cepat melewati koridor rumah sakit dengan barang bawaan di tangan. Tanpa pikir panjang lelaki itu langsung datang dan mengosongkan jadwal, setelah Cakra mengubungi bahwa dia butuh bantuannya saat ini. Danita sudah melahirkan seorang bayi perempuan yang sehat. Namun, akibatnya dia kehilangan banyak darah dan dinyatakan kritis sejak pagi tadi. Ceklek! Dengan napas terengah David akhirnya sampai di ruang ICU. Dia menatap Cakra yang diam tertegun di hadapan tubuh Danita yang terbaring lemah di atas brankar. Perlahan, David menghampiri Cakra dan berhenti di belakangnya."Gue baru tahu kalau selama dua bulan ini lo nggak bener-bener pergi, Bang." David mengulurkan tangannya, dan meremas pundak Cakra. "Ternyata lo masih ada di sini, ngawasin Danita dari jauh."Cakra masih bergeming. Pandanganya tak lepas dari wajah pucat Danita yang tertutup selang oksigen. "Ternyata rasa peduli dan empati, berhasil mengalahkan ego yang tinggi. Setelah semua yang terjadi lo masih mampu be
Baca selengkapnya

Rencana Pernikahan

Candra memapah tubuh Melisa yang lemah setelah keluar dari kediaman Bu Ulfa--Oma Danita dan Melisa. Perempuan senja berusia awal tujuh puluhan itu baru saja mengatakan tentang semua fakta tentang keluarga mereka. Tentang kebenaran ayahnya yang mempunyai dua orang istri bernama Nia--ibu Danita dan Fitri--ibu Melisa. Kebencian Nia pada Fitri mengakibatkan tragedi nahas terjadi, hingga berakhir dengan penelantaran Melisa.Sebuah penawaran Nia ajukan pada Fitri. Dia berjanji akan menerima Melisa dan memastikan masa depannya asalkan Fitri bersedia meninggalkan suaminya. Penawaran itu pun disepakati Fitri, dia menitipkan Melisa yang baru berusia lima bulan pada Nia, kemudian pergi. Tak diduga hanya seminggu berselang, Fitri ditemukan bunuh diri. Akhirnya Nia membesarkan Melisa dengan kebencian yang terpendam, sampai akhir hayatnya dia tak pernah bisa benar-benar menerima Melisa sebagai anaknya meskipun keputusan berat itu dia yang buat. Sebelum kematiannya, Nia sempat mengatakan semua ke
Baca selengkapnya

Suka dan Duka

Bertempat di salah satu aula gedung teater terkemuka di ibu kota, pernikahan Candra dan Melisa digelar dengan begitu meriahnya. Ribuan tamu undangan datang, setiap orang dari berbagai kalangan serta sanak-saudara dari kedua mempelai.Suasana yang semarak dan riuh sama sekali tak membuat hati Melisa terisi. Hari yang seharusnya bahagia, malah terasa sepi di tengah keramaian orang yang berebut memberikan ucapan menyelamati. Sudah dua hari sejak ungkapan perasaan sesungguhnya yang dia katakan pada Candra, hatinya malah semakin nyeri. Terasa sesak setiap kali napasnya dihela. Meskipun tak ada respons berarti dari lelaki yang sekarang sudah resmi menyandang status sebagai suami--tapi kebungkaman Candra itulah yang membuatnya semakin merasa bersalah. Sebenarnya saat memutuskan untuk menikah dan menerima lamaran Candra, Melisa hanya berharap bisa lepas dari masa lalunya. Tak ada yang dia pikirkan lagi selain itu. Begitu pun tentang perasaannya yang belum bisa dipastikan pada Candra bahkan
Baca selengkapnya

Move On

"Bang!" Dini menyikut tangan David yang baru saja hendak menyuap Zuppa soup.David menoleh setelah menghela napas panjang dan meletakkan cangkir berisi sup yang berasal dari Italia itu di atas meja. "Apaan?""Abang yakin nggak kalau Meli bakal bahagia dengan pernikahan ini?" tanyanya dengan sorot mata yang tak biasa. David terdiam sejenak. Pikirannya terlempar pada percakapannya dengan Cakra dua hari lalu. Senyum lelaki berambut cokelat itu mengembang setelahnya."Pasti, Meli cuma belum sadar aja."Dahi Dini mengernyit. "Sadar gimana? Tentang perasaannya gitu?"David menoleh, lalu tersenyum dan mengusap kepala Dini lembut. "Bisa dibilang begitu.""Jadi mere--""Mas Dave, Mbak Dini!"Seseorang mengiterupsi. David dan Dini beranjak dari kursi saat melihat Nadia--tetangga sekaligus pelanggan Room Service Melisa datang bersama anak dan lelaki yang tak asing di mata Dini. "Eh, Mbak Nadia. Makasih udah dateng, ya. Meli pasti seneng," seru Dini basa-basi. Dia melirik David yang tiba-tiba
Baca selengkapnya

Kabar Mengejutkan

Malam merangkak menenggelamkan petang yang perlahan mengilang. Di atas pembaringan berhias bunga mawar, Melisa duduk termangu. Menatap ponsel di genggaman tangan. Potret-potret sanak-saudara dan orang-orang tersayang ada di dalamnya. Tersenyum lebar mengiringi kebahagiaan kedua mempelai. Hanya Cakra dan Danita yang tak ada. Setelah mendengar kabar bahwa kakak tirinya itu sudah melahirkan, Melisa juga tak sempat menjenguknya karena sibuk dengan rencana pernikahan. Tadi pagi dia juga baru diberi kabar kalau hari ini mereka akan melakukan penerbangan menuju Eropa. Tanpa pamit atau ucapan selamat tinggal. Memang tak guna menangisi kepergian kedua orang yang sudah menorehkan noda hitam di hati bersihnya. Kepercayaan yang sudah kandas bersama kekecewaan yang terpaksa ditelan tetap saja meninggalkan kenangan menyakitkan yang tak bisa sembuh dalam waktu singkat. Tugasnya sekarang hanya menjalani hidup yang tersisa. Membahagiakan lelaki yang sudah menyandang status sebagai suaminya. Dan men
Baca selengkapnya

Sesuatu yang Disembunyikan

Setelah sepuluh hari tim sar bersama gabungan angkatan udara dan laut dikerahkan untuk melakukan pencarian korban puing-puing pesawat Elang Air di perairan Seratus. Media memberitakan bahwa tak ada satu pun korban selamat dalam tragedi nahas tersebut. Sejauh ini sudah sembilan puluh delapan mayat berhasil diidentifikasi, salah duanya adalah Cakra dan Danita. Penantian penuh harap seorang ibu dalam sepuluh hari terakhir berbuntut duka, kala sirine ambulans terdengar memasuki pelataran rumah Bu Nina. Membawa serta jasad anak dan menantunya yang sudah tak bernyawa. Tak ada yang menyangka, perpisahan mereka hari itu adalah yang terakhir kalinya. Bu Nina benar-benar menyesal, karena saat berpamitan dia bahkan tidak sudi menatap wajah putranya, karena menyayangkan keputusan Cakra yang lebih memilih pergi daripada menceraikan Danita. Dengan berat hati Bu Nina melepas Cakra dan Danita pergi, asal keduanya bersedia meninggalkan bayi yang baru dilahirkan Danita untuk dirawat Bu Nina bersama
Baca selengkapnya

Sebuah Kesepakatan

Dua bulan lalu ...."Aku nggak peduli. Aku benar-benar nggak peduli tentang masa lalumu. Apa pun yang sudah terjadi. Sama sekali nggak akan mengubah keputusanku untuk menikahimu." Candra merendahkan tubuhnya. Lalu mengecup lama kening Melisa. Sebelum mendekapnya. (ket : read bab 'Guncangan')Dari sudut mata Candra memang sudah menyadari kehadiran Cakra. Namun, dia sengaja mendekap tubuh Melisa lebih lama dan membuat saudara kembarnya semakin terbakar api cemburu yang membara sebelum pergi meninggalkan mereka.Setelah memastikan Melisa terlelap bersama rasa sakitnya, barulah Candra beranjak untuk mengejar Cakra yang dia rasa belum pergi terlalu jauh dari ruang rawat Melisa. Dan benar saja, dia menemukan saudaranya itu masih duduk termangu di ruang tunggu yang sepi dalam koridor lantai VIP. Bersama ransel besar yang dia letakkan di sampingnya. Perlahan Candra mendaratkan bokong di samping Cakra yang belum menyadari kehadiranya, karena wajah yang dia benamkan di antara kedua telapak ta
Baca selengkapnya

Tak Terima

"Karena tak kunjung ada kemajuan untuk melahirkan normal juga alasan penyakit ginjal yang diderita istri Bapak, kami sarankan untuk melakukan tindakan operasi sesar. Silakan tanda tangan di sini, Pak!"Candra dibuat kelimpungan saat mengetahui proses persalinan Danita tak berjalan lancar. Apalagi di tengah-tengah dia tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dalam resah dan gelisah lelaki itu hanya bisa termangu sendirian. Saat ini Candra bahkan tak bisa menghubungi ibunya atau Melisa mengingat kesalahan fatal yang sudah Danita buat dua bulan ke belakang. Rasa sesak dan pilu berkecamuk menjadi satu. Tak menyangka dia nasib perempuan yang dicinta sedemikian malangnya. Seandainya waktu bisa diputar. Sebagai manusia Candra hanya bisa berharap. Semoga pendosa seperti dia dan Danita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya, lalu bahagia. Setelah menghela napas panjang, akhirnya Candra memutuskan. "Lakukan, Dok. Dan tolong selamatkan istri dan anak yang sangat saya cintai."***Candra m
Baca selengkapnya

Meyakinkan Diri

Terjebak masa lalu mungkin adalah hal yang paling ditakuti beberapa individu. Terpaku pada satu kejadian yang membuat seseorang tak mampu melangkah maju, meskipun peristiwa itu sudah lama berlalu. Tak peduli berapa tahun telah terlewati, dunianya hanya berputar di satu waktu. Itulah yang sedang Melisa alami. Genggaman tangan Cakra yang dia lepaskan tiga tahun lalu, tak urung membuatnya jemu. Tiga tahun dia menderita dalam kubangan pilu, tersiksa rindu menggebu, dan mengharapkan sebuah temu di antara kukungan sang waktu. Sebenarnya Melisa benci menyaksikan Cakra mulai berdamai dengan keadaan dan melupakan masa lalu. Karena pada kenyataannya, dia masih terjaga di sini, mengharap suatu saat lelaki itu kembali.Namun, saat takdir merencanakan sebuah temu. Kehadiran yang tak diinginkan malah membuat hatinya terasa semakin ngilu. "Aku memang mengharapkanmu kembali, Mas, selalu, sepanjang waktu, sampai tak terasa tiga tahun berlalu. Tapi bukan begini caranya," lirih kalimat itu terlontar
Baca selengkapnya

Memperbaiki Keadaan

Beberapa kali Melisa mengucek matanya saat menatap nisan di hadapan. Namun, nama itu tak berubah meski beberapa kali dia berusaha memastikan. Dua nisan yang sebelumnya tertera Danita dan Cakra kini berubah menjadi Faizah dan Danu!Sejak kapan nama di nisan ini berubah? Melisa bangkit dengan kebingungan luar biasa. Dia berlarian di sekitar pemakaman demi menemukan jawaban akan pertanyaan yang berputar di kepalanya. Akhirnya dia menemukan seorang penjaga makam. Lelaki tua yang tengah duduk di sebuah pos penjaga."Pak, maaf mau tanya. Makam pasangan suami istri korban Elang Air kurang lebih dua bulan lalu kapan diganti, ya?"Lelaki tua berseragam itu mengernyitkan dahi. "Kalau tak salah seminggu lalu. Katanya pihak medis salah mengidentifikasi." Deg! "Bapak yakin?""Yakin, Mbak. Orang saya juga ikut menguburkan. Kalau ndak salah namanya Bu Faizah dan Pak Danu, kan?"Melisa benar-benar hampir kehilangan kata. Kepalanya mendadak pusing dan berdenyut nyeri. "Kok, bisa, ya?""Saya jug
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status