Home / Pernikahan / Setelah Diusir Ibu Mertua / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Setelah Diusir Ibu Mertua: Chapter 21 - Chapter 30

91 Chapters

Bab 21

"Rumah itu belum dibersihkan, dan juga belum ada isinya, Dek."Mas Yudha mencoba memberikan pengertian padaku, yang sejak memasuki rumah ini lebih banyak membisu.Kubiarkan saja ia membawa Dinar untuk digendong ibu mertua meski hati tak rela. Teringat lagi ucapan ibu hari itu, yang membuat aku memantapkan hati meninggalkan rumah ini."Dek, tolong mengerti, untuk sementara kita di sini dulu. Sambil jalan, kita isi rumah itu pelan-pelan, baru kita tempati."Entah kenapa aku menolak setuju pada argumennya kali ini. Jelas-jelas di sana ada dipan dan juga kasur. Lemari sama meja kecil juga kulihat ada di dapur. Perabot lain kan bisa diisi sambil menempati rumah itu.Aku mencoba mengendalikan gemuruh sebab merasa didustai olehnya kali ini. Bagiku, keluar dari rumah ini, itu yang utama."Aku tak masalah sama sekali, meski menempati rumah dengan perabotan seadanya," ujarku akhirnya. Mas Yudha terdiam. Mungkin memikirkan apa yang kusampaikan.Aku me
Read more

Bab 22

Malam sudah semakin larut. Suara kendaraan yang lalu lalang di jalan raya, masih terdengar tanpa henti.Dinar pun perlu adaptasi lagi dengan kondisi di rumah ini. Ia telah terbiasa dalam kondisi sunyi selama tiga Minggu kemarin, sedangkan di sini, aktivitas di jalanan seakan tanpa henti.Beberapa kali ia terjaga, sebab suara-suara yang mengganggu telinga. Aku sendiri tetap terjaga, bergantian dengan Mas Yudha berusaha menenangkan dan membuat ia tetap nyaman.Lewat jam dua belas ia baru benar-benar terlelap."Tidurlah, Dek. Nanti Mas bangunkan kalau dia butuh ASI, kalau cuma nangis, Mas masih bisa tenangkan, kok," pinta Mas Yudha.Aku patuh, lantas berbaring di samping bayiku yang kini pulas tertidur. Semoga saja nggak terjaga lagi hingga pagi ya, Nak.Suara hujan yang jatuh di atap rumah, sukses membuatku terjaga. Ada beberapa titik di rumah ini yang rawan banjir jika hujan turun dengan derasnya. Setidaknya itu yang kuk
Read more

Bab 23

"Aduh, gimana, sih, masa udah siang begini masih tidur? Apa nggak masak, apa nyuci gitu?" tanya si tetangga lagi.Nah, kan ... . Pasti begini tanggapan tetangga kanan kiri. Percaya saja dengan ucapan ibu, tanpa tau kebenarannya, langsung saja mereka berkomentar tanpa permisi.Selalu begini, selalu seperti ini. Ibu pintar sekali memutarbalikkan fakta, hingga aku terlihat sebagai istri dan menantu yang tak baik di mata tetangga."Udah biasa. Nanti siang paling bangunnya. Coba nggak ada saya, gimana anak ini," sahut ibu lagi. Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar penuturan beliau. Ingin rasanya kuambil sekarang juga anakku yang berada dalam gendongannya, tapi aku takut khilaf.Kulirik ke kamar, di mana Mas Yudha masih terlelap. Kuharap ia segera bangun, lalu memenuhi janji membawaku jalan-jalan hari ini. Semakin ditahankan, semakin tak nyaman saja di sini.Kuambil segelas air, lantas menyeruput hingga tandas. Kudatangi Mas
Read more

Bab 24

Tak sabar rasanya ingin segera menempati rumah ini. Tak masalah bagiku meski harus bersih-bersih dulu.Tenagaku banyak, badanku juga sehat. Tak peduli habis melakukan perjalanan jauh dan baru sampai di kota ini tadi malam. Bagiku, selama bisa dikerjakan sekarang, kenapa harus ditunda-tunda? Lebih cepat lebih baik, kan gitu konsepnya.Hanya saja, sekarang ini ada Mas Yudha, suami sekaligus pemimpin dalam rumah tanggaku. Tak mungkin aku membuat keputusan sendiri. Lain halnya jika aku masih belum bersuami, semua bebas kuputuskan sendiri."Istriku sayang, kamu sudah nggak sabar, ya?" tanyanya dengan menyusupkan jari jemarinya di antara jemariku. Rasa nyaman perlahan menyusup ke dalam hatiku. Untuk beberapa saat kami saling menggenggam dan bertukar pandang."Iya, Mas. Kita bersihkan saja sendiri, lalu kita pindah ke sini. Nggak perlu repotin yang punya rumah," bujukku, berharap Mas Yudha setuju.Dinar yang sejak tadi anteng, kini mul
Read more

Bab 25

Seperti yang disampaikan Mas Yudha semalam, Mas Angga datang bersama keluarga kecilnya sore ini.Rumah menjadi ramai oleh suara Lusi dan Dani. Mereka segera sibuk bertanya kabar adiknya yang tergolek dengan mata terbuka.Setelah berbicara beberapa saat, Mas Angga dan kedua anaknya ikut ibu ke toko. Mas Yudha sendiri memilih berbaring di kamar.Tak kulihat mereka berbincang layaknya saudara sekandung pada umumnya. Yang kulihat Mas Yudha menarik diri dari kakaknya.Aku tak mengerti apa yang terjadi dengan dua kakak beradik itu selama aku pergi. Sependek pengetahuanku, memang mereka sering berselisih pandang. Mbak Andin masih menemani Dinar, sesekali mengajak bicara.Kesempatan itu kugunakan untuk bicara dengan kakak iparku yang sejak datang lebih banyak diam.Ia hanya bertanya kapan aku datang, lalu menjauh dari ibu yang sibuk mengobrol dengan kedua cucunya.Dalam hati aku meyakini kalau ada banyak pertanyaan yang ing
Read more

Bab 26

Derap langkah kaki bergerak mendekat, membuat pandangan teralihkan. Senyum tersungging di bibir, melihat Mbak Andin kembali memasuki rumah ini. Dani berada dalam gendongannya."Kenapa dia, Mbak?" tegurku, lalu mendekat hendak mencium keponakanku. Ia malam menyembunyikan wajah, membuat diri ini tergelak."Mau pipis katanya, bentar ya, Te," jawab Mbak Andin, lantas berlalu ke belakang.Melihat mereka berdua menghilang di ujung pintu dapur, membuat aku membayangkan jika ibu punya kamar mandi sendiri di belakang toko.Beliau tentu tak akan sering di rumah ini, sebab sudah punya kamar mandi dan kamar tidur sendiri. Aku juga lebih bisa punya privasi. Pun bisa menata isi rumah ini sesuai mauku. Tak seperti sekarang, benda besar tersebar di seluruh penjuru rumah. Menggelengkan kepala, membulatkan tekad bahwa lebih baik tinggal terpisah dan tak saling terlihat dengan ibu dari suamiku.Sebaiknya kubujuk saja Mbak Andin
Read more

Bab 27

Suara lalu lalang kendaraan masih ramai terdengar. Mas Angga muncul di depan pintu."Bu, ayo siap-siap," titahnya."Sekarang?" tanya Mbak Andin.Mas Angga mengangguk, lalu kembali ke depan."Mbak harus pulang," ujar Mbak Andin, beralih padaku. "Kamu yang sabar, ya. Mbak do'akan semoga semua lancar. Banyak berdo'a semoga ibu sama Masmu dilembutkan hatinya. Percayalah, Allah Maha membolak-balikkan hati hambaNya."Kuaminkan ucapannya. Kadang aku berpikir kalau kakak iparku ini sok alim, sebab kalau pakai jilbab pasti kebesaran, menyerupai mukena. Namun, kadang bener juga yang diomongin. Ingin kubalikkan kata-kata barusan, supaya ia mau tinggal di sini,tapi, apa sopan berbuat demikian?Mengambil sebungkus makanan khas daerahku yang kusiapkan untuknya."Mbak, ini, maaf cuma sedikit. Kemarin mendadak soalnya, jadi nggak sempat buat apa-apa," ujarku penuh sesal."Nggak apa-apa. Terima kasih, Dek," ujarnya, la
Read more

Bab 28

Langkah panjang segera kuambil, ingin segera tau, apa sebab suara ibu terdengar hingga ke rumah Budhe Harti.Mendapati ibu berusaha bangun dari duduk saat aku kembali. Air telah membanjir di depan pintu dapur, dimana beliau berada. Telapak tangan beliau penuh tanah, sedangkan wajah ibu meringis menahan sakit.Dahiku mengernyit melihat pemandangan di depanku. "Ibu, kenapa? Habis jatuh?" tanyaku ingin tau.Meski beliau tak mau menyapa semenjak aku kembali, tapi tak tega juga hati ini melihat beliau terlihat kesakitan seperti sekarang."Bukan urusanmu!" cetus ibu setelah melirikku sekilas.Oke, baiklah ... sabar, Karin. Sebentar lagi akan pergi dari sini, ini hanya sebentar, gumamku dalam hati.Beliau berusaha bangkit, meski terlihat sulit. Roknya telah penuh dengan tanah basah. Tetesan air masih turun satu-satu dari bak penampung air. Rupanya dari sana banjir ini berasal. Ibu pasti lupa mematikan sakla
Read more

Bab 29

"Habis ini kita cari isi dapur. Apa kamu setuju?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya.Aku menjawab dengan anggukan. Kuhirup napas dalam. Lega sekali rasanya, setelah banyak drama, akhirnya hati Mas Yudha terketuk juga untuk secepatnya menempati rumah ini.Tak sia-sia semalaman aku meratap di atas sajadah sesuai saran Kakak iparku. Aku harus mengucapkan terima kasih padanya setelah ini.Kalimat hamdalah terucap dari bibir ini. Semoga saja suamiku tak berubah pikiran, juga hati ibu, semoga meloloskan keinginan kami untuk belajar hidup mandiri."Mau di sini dulu, apa mau belanja sekarang?" tanya Mas Yudha menyadarkanku."Boleh di sini dulu, Mas?" pintaku penuh harap. Biar anakku juga beradaptasi pada rumah ini. Aku pun telah nyaman di sini. Tenang sekali rasanya, tak lagi melihat tatapan tajam dari ibu mertua. Tak ada lengking suara yang mengagetkan telinga."Tunggu di sini, Mas ke depan sebentar," pamitnya, lalu bera
Read more

Bab 30

"Ya udah, kalau mau ngontrak ya nggak apa-apa."Ibu menghela napas panjang lalu menyentaknya. Tak dapat disembunyikan raut wajah kecewa.Aku pun merasa lega, sebab berhasil membujuk suamiku supaya minta ijin pada Ibu dan pamit malam ini juga.Rumah juga sudah siap, sudah nyicil bawa pakaian juga sore tadi, mau nunggu apa lagi, kan? Aku dan Mas Yudha masih duduk dan menyimak wejangan ibu yang belum berhenti juga sejak beberapa saat tadi."Ibu pikir mau nambah kamar tidur sama kamar mandi di belakang toko itu, terus nanti ibu tinggal di sana, kalian tetap menempati rumah ini. Eh ... nggak taunya kalian milih ngontrak."Aku saling lirik dengan Mas Yudha. Inginku segera berangkat sebelum udara malam semakin dingin. Tak sabar hendak menempati rumah itu."Saya minta maaf, ya, Bu. Mungkin selama tinggal di sini ada hal yang membuat ibu tak senang," ujarku. Biar bagaimana pun, sedikit banyak aku pernah cek-cok d
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status