Tawa kami pecah berderai-derai. Dinar terlihat bengong melihat ayahnya yang tertawa-tawa di depannya.Kami memang membeli kompor satu tungku kemarin, tapi tabungnya belum dapat. Sudah kuusulkan supaya beli sama ibu, tapi Mas Yudha nggak mau. Kebiasaan di rumah ibu apa-apa tinggal pakai, nggak mikir beli gas, apalagi masang. Ini pagi-pagi sudah panik nggak ada air, nggak kepikiran ngecek kompor juga."Maaf, Mas. Kenapa bisa lupa, ya?" tanyaku setelah tawaku berkurang."Ya bisa, namanya juga manusia, Dek.""Lagian kamu, Mas, belum ada tabung main pasang aja selang sama regulatornya. Kirain semalam pamit itu udah dapet.""Ya maaf, kirain Mas biar tinggal masang kalau dapat tabung, nggak taunya nggak boleh dibeli, jadi mesti cari ke tempat lain.""Aku juga kenapa nggak ngecek dulu, ya. Duh, kenapa jadi oleng begini, Mas."Mas Yudha menggerak-gerakkan lengan Dinar, yang disambut kekehan berulang. Aku masih menyeracau, tak habis pikir dengan drama pagi pertama di kontrakan ini."Itu kalau m
Read more