Home / Pernikahan / Setelah Diusir Ibu Mertua / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Setelah Diusir Ibu Mertua: Chapter 41 - Chapter 50

91 Chapters

Bab 41

"Ibumu cuma mau gendong cucunya, Nduk. Kenapa kamu jauhkan?" Budhe Yani masih tak menyerah.Kini aku menghela napas lelah. Jelas sudah ini ulah ibu yang memutar balikkan fakta. Ibu mengadu pada saudaranya dengan memojokkan aku, hingga aku seperti pesakitan.Oke, aku akan membuat klarifikasi, semua demi tak ada salah paham lagi setelah ini."Budhe, maaf. Saya tidak pernah berniat menjauhkan anak saya dari neneknya, kecuali ada hal yang sangat tidak bisa saya terima. Ibu masih bisa menggendong Dinar kapan saja. Toh, hampir tiap hari kami datang berkunjung dan menemani ibu mengobrol santai. Sekarang ini, saya memang ngontrak, Budhe. Kami tinggal terpisah sama ibu, tapi kalau siang hampir selalu ada di rumah beliau. Pulang ke kontrakan cuma kalau waktunya tidur saja," ujarku menjelaskan.Kulihat keduanya saling bertukar pandang, lantas mulai mengangguk-anggukkan kepala. Sepertinya pikiran mereka mulai terbuka setelah kusampaik
Read more

Bab 42

Sekitar dua Minggu sejak kejadian itu, pembangunan rumah pun dimulai.Bukan hanya keluarga kecilku, tapi keluarga Mbak Andin pun diminta untuk datang ke rumah mertua.Tak ada yang ibu pinta, selain meramaikan rumah beliau yang telah sepi selama beberapa waktu.Dan benar saja meski wajah ibu terlihat pucat, tapi beliau selalu menampakkan senyum.Masakan dan cemilan untuk dua pekerja telah beliau siapkan sendiri. Tentu saja aku bisa menghela napas lega, sebab setiap ada acara, biasanya dua menantu ini kebagian di dapur membantu ibu.Mbak Andin pun ikut lega juga kurasa. Bisa duduk manis sambil mengawasi kedua bocil yang lincah bergerak ke sana ke mari.Kini aku beralih memperhatikan dua pekerja yang sibuk menyusun batu bata dan adukan semen. Kotak-kotak yang membagi sepetak tanah menjadi beberapa ruangan telah terlihat. Tak ada pondasi dari batu kali seperti yang kulihat pada umumnya, hanya beberapa tumpukan bat
Read more

Bab 43

Keesokan harinya, kuajak Mas Yudha berburu barang promosi di indoapril. Sengaja datang pagi saat masih sepi, sebab harus discan satu persatu.Lumayanlah, hasil buruan bisa dijual lagi dengan harga di bawah pasaran. Namanya juga usaha, apa pun yang bisa menghasilkan uang pasti kami kejar.Berburu promo ini salah satunya. Di warung orange pun demikian, seringnya Mas Yudha begadang menunggu barang yang dijual dengan harga nyungsep, lalu kembali dijual dengan harga normal atau di bawah pasaran.Setiap hari, aku butuh waktu minimal satu jam untuk meng-upload foto produk, lalu sibuk menjawab inbox.Berbeda dengan Mas Yudha yang fokus dengan akun di warung orange, maka aku melakukan gencatan senjata di akun Facebook, sebab kebanyakan yang closing memang dari sana.Kesibukan ini semakin membuat kami berdua memperbanyak tontonan film animasi untuk Dinar. Ayah ibunya sibuk dengan toko online, anaknya sibuk dengan film animasi untuk anak-anak. Demik
Read more

Bab 44

Sekitar setengah jam kemudian, suara motor Mas Angga terdengar memasuki halaman, lalu berhenti sempurna di samping Honda beat yang tadi kuajak keliling perumahan ini.Ia terlihat gagah dengan seragam yang menempel di tubuhnya. Lusi dan Dani menyambut kedatangan sang ayah dengan senyuman lebar."Ayah … ayah … ada Dek Dinar, Yah!" ujar mereka berebut memberi kabar."Sama Tante Karin, Yah!" Seruan kedua anak itu membuatku tersenyum. Mungkin jika besar nanti, akan seperti itu juga sambutan anakku saat menyambut ayahnya pulang kerja.Sekarang Dinar kecilku masih di fase mengacak-acak mainan, sambil sesekali mengeluarkan satu dua kata yang belum jelas bunyinya. Ah, aku bahkan lupa, ayahnya sekarang kan, tak perlu ke mana-mana untuk bekerja. Paling ambil paket ke rumah ibu. Itu pun sama-sama ke sananya. Saat ini pun ia sedang mengubah ruang tamu Mbak Andin menjadi lautan mainan. Meski aku mencegah, tapi Mbak Andin justru mendukung Dinar dengan menawarkan semu
Read more

Bab 45

Sepeda motor berwarna dominan hitam ini kembali melaju meninggalkan area perumahan di mana kakak ipar dan dua keponakanku tinggal."Mas, kita cari popok sekalian, ya, yang di rumah tinggal sedikit," usulku setelah motor yang dinaiki meninggalkan pintu gerbang perumahan.Mas Yudha mengangguk setuju, lalu mempercepat laju kendaraan, lantas berbelok di area parkir Saudari mall. Hanya butuh waktu sepuluh menit ke sini, kenapa Mbak Andin tak pernah ke sini? Itulah yang terlintas pertama kali saat kembali menginjakkan kaki di area mall ini. Mas Yudha menggenggam tanganku sepanjang perjalanan mencari apa yang akan kami beli.Setelah puas melihat-lihat, barulah kami meninggalkan mall ini dengan membawa popok sebesar bantal.Kedua mataku memindai sekeliling. Siapa tau aja ada sesuatu yang bisa dibeli untuk dijual lagi dari mall ini. Lalu pandanganku terhenti di tumpukan handuk di teras mall.Promo cuci gudang, handuk yang
Read more

Bab 46

Semalaman aku tak bisa tidur, teringat bagaimana suamiku berbicara banyak hal mengenai kakak iparku. Detail pula yang disampaikan, bikin hati kebat-kebit memikirkan kemungkinan terburuk.Entah kenapa aku merasa suamiku punya perhatian lebih, atau mungkin ini hanya perasaanku saja?Tiba-tiba saja aku teringat kalau beberapa waktu ke belakang aku jadi lebih sering berpikir mengenai saudara suamiku satu-satunya, yaitu Mas Angga. Apa ini semacam sebab akibat, aku memperhatikan Mas Angga, lalu Mas Yudha memperhatikan Mbak Andin?Ah, kenapa jadi begini. Bukannya wajar ya, kalau Mas Yudha tau banyak, soalnya kan mereka sudah jadi satu keluar, pasti lah Mas Yudha tau soal keluarga dan asal usul kakak iparnya itu, sama sepertiku yang dulu diinterogasi oleh ibu sebelum jadi menantu.Aku jadi berprasangka pada suamiku, buang-buang energi saja. Tak mungkin juga lah Mas Yudha punya rasa sama Mbak Andin. Sudah jelas aku yang jadi istri dan diperjuangkan di hada
Read more

Bab 47

"Kalau kamu, kan, anak kuliahan. Sudah pasti bisa mendidik anak dengan baik nantinya. Ibu masih berharap kamu bisa jadi menantu ibu, meski ibu sudah tak lagi punya anak laki-laki."Deg … deg … deg … .Astaghfirullah … astaghfirullah … apa yang terjadi dengan ibu mertua hamba ya, Rabb … Apakah ibu sedang berniat meminta salah satu anak lelakinya untuk berpoligami?"Bu Elis … ."Kudengar suara perempuan yang menemani ibu mulai terdengar. Aku ingin tau, ia menanggapi seperti apa ungkapan ibu mertuaku yang baru saja ia dengar barusan."Tidak apa-apa, Mir. Nanti biar ibu bujuk lagi si Yudha."Ya Allah!Aku menekap mulut. Membayangkan suamiku akan menikah lagi seperti pinta ibu. Mengingat selama ini Mas Yudha lebih banyak patuh pada beliau, bukan tak mungkin nanti ia akan mengabulkan jika memang sang ibu memohon.Apa yang harus kulakukan sekarang, ya Rabb … .Tiba-tiba saja terdengar suara ponsel ya
Read more

Bab 48

Enam bulan berlalu. Tak ada yang mencurigakan dari suamiku. Ia tetap menjadi suami dan ayah yang baik untuk Dinar. Masih sering berbicara dengan anakku yang satu lagi melalui telepon. Pun dengan bapak dan ibu, ia selalu berusaha menjaga silaturahmi dengan mereka meski tak bertatap muka.Aku tak lagi melihat Mira datang ke rumah ibu. Setidaknya begitu yang kulihat saat aku diajak berkunjung. Entah di waktu lain.Perasaan curiga pun berusaha kutepis. Aku tak mau digerogoti oleh rasa penasaran dan penuh curiga, yang nantinya akan merusak moodku. Fokusku kini pada anakku, serta toko online yang kini mulai merangkak naik. Kondisi ekonomi kian stabil. Aku bisa membeli beberapa lembar baju yang kuinginkan. Kiriman untuk anakku juga kulebihkan, meski ibu dan ayah tak pernah meminta..Aku menatap heran pada isi rumah yang nyaris kosong, kecuali beberapa boks berisi penuh dengan perabotan dan pernak-pernik rumah.Barang-barang telah dimasukkan ke kardu
Read more

Bab 49

Inikah akhirnya?Setelah menikmati kurang dari setahun hidup bebas, aku harus kembali ke rumah itu, dimana aku pernah diminta pergi tanpa membawa anakku oleh orang tua suamiku?Aku sudah bahagia tinggal di sini. Merdeka, bebas melakukan apa saja, bebas bangun jam berapa saja, bebas mau beli apa dan akan ke mana, tak ada yang mengabsen dan bertanya-tanya.Tapi sekarang apa? Aku dipaksa kembali ke sana tanpa kompromi. Inikah arti dari tenangnya Mas Yudha menghadapi aku selama setahun terakhir ini?Berakhir di sini kah, 'pestaku'? Oh, aku sungguh ingin membantah, tapi lidahku kelu. Kata-kata yang siap meluncur, kutelan kembali tanpa sempat terucap."Ibu, beliau hampir dilecehkan oleh salah satu pelanggan, Dek. Aku tak bisa membiarkan orang tuaku seperti itu. Ibu memang sudah sepuh, tapi beliau beberapa kali menghadapi lelaki hidung belang sendirian.""Ibu, dilecehkan?" Aku bertanya dengan kening mengernyit. Hatiku mencelos saat
Read more

Bab 50

"Ini nanti kalau ditanya Pak Yai bilang acara apa, Bu?"Mas Yudha bertanya, bersiap menyambut kedatangan Pak ustadz yang akan memimpin doa."Acaranya itu, menyambut kepulangan kamu sama cucuku untuk tinggal kembali ke rumah ini.""Heh? Acara apa itu? Kamu mau masalah keluargamu diketahui orang sekampung?" Bulek Ratih membantah ucapan ibu.Aku tak peduli. Bahkan yang disebut kepulangan Mas Yudha dan sang cucu. Aku? Ah, mungkin beliau lupa, kalau aku ini ibu dari cucu yang diminta tinggal di sini. Kubiarkan saja mereka berdebat. Nanti kalau beruntung biasanya bakal nemu adegan lucu.Mbak Andin masih sibuk memasukkan kotak nasi ke dalam kantong plastik. Banyaknya kegiatan, membuatku tak busa leluasa berbicara dengannya. Mungkin nanti, kalau rumah sudah sepi."Bilang saja ini syukuran, berdoa untuk keselamatan dan kebaikan semua anggota keluarga, nggak usah ngomong kalau penyambutan atau yang lain. Malu, Mbak!"Tuh
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status