Share

Bab 30

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Ya udah, kalau mau ngontrak ya nggak apa-apa."

Ibu menghela napas panjang lalu menyentaknya. Tak dapat disembunyikan raut wajah kecewa.

Aku pun merasa lega, sebab berhasil membujuk suamiku supaya minta ijin pada Ibu dan pamit malam ini juga.

Rumah juga sudah siap, sudah nyicil bawa pakaian juga sore tadi, mau nunggu apa lagi, kan?

Aku dan Mas Yudha masih duduk dan menyimak wejangan ibu yang belum berhenti juga sejak beberapa saat tadi.

"Ibu pikir mau nambah kamar tidur sama kamar mandi di belakang toko itu, terus nanti ibu tinggal di sana, kalian tetap menempati rumah ini. Eh ... nggak taunya kalian milih ngontrak."

Aku saling lirik dengan Mas Yudha. Inginku segera berangkat sebelum udara malam semakin dingin. Tak sabar hendak menempati rumah itu.

"Saya minta maaf, ya, Bu. Mungkin selama tinggal di sini ada hal yang membuat ibu tak senang," ujarku.

Biar bagaimana pun, sedikit banyak aku pernah cek-cok d
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 31

    "Mas, ini ibu nelpon!"Kuberikan ponsel tersebut. Kebetulan Mas Yudha sudah muncul di pintu kamar. Ia segera keluar, sebab tak mau mengganggu Dinar."Iya, Bu?"Aku tak mendengar lagi obrolan mereka. Lebih baik aku ke dapur lalu menata isinya.Ini semua seperti mimpi bagiku. Bisa keluar dari rumah ibu dengan kerelaan beliau, tanpa harus sembunyi-sembunyi seperti yang kurencanakan sebelumnya. Tak mau membuang waktu, segera saja kuisi ember besar yang dibeli sore tadi. Tak ada bak mandi di sini, jadi mau tak mau harus menampung air.Pun tak ada wastafel seperti di rumah ibu. Semua kegiatan yang bersangkutan dengan air hanya bisa dikerjakan di kamar mandi ini.Perabotan segera kubawa ke kamar mandi untuk dicuci. Tak banyak memang, tapi, setidaknya sudah bersih nanti jika mau memakai.."Mas, airnya nggak ngalir!"Aku berniat memasak air untuk menyeduh kopi, juga untuk mandi Dinar. Namun apa daya, air t

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 32

    Tawa kami pecah berderai-derai. Dinar terlihat bengong melihat ayahnya yang tertawa-tawa di depannya.Kami memang membeli kompor satu tungku kemarin, tapi tabungnya belum dapat. Sudah kuusulkan supaya beli sama ibu, tapi Mas Yudha nggak mau. Kebiasaan di rumah ibu apa-apa tinggal pakai, nggak mikir beli gas, apalagi masang. Ini pagi-pagi sudah panik nggak ada air, nggak kepikiran ngecek kompor juga."Maaf, Mas. Kenapa bisa lupa, ya?" tanyaku setelah tawaku berkurang."Ya bisa, namanya juga manusia, Dek.""Lagian kamu, Mas, belum ada tabung main pasang aja selang sama regulatornya. Kirain semalam pamit itu udah dapet.""Ya maaf, kirain Mas biar tinggal masang kalau dapat tabung, nggak taunya nggak boleh dibeli, jadi mesti cari ke tempat lain.""Aku juga kenapa nggak ngecek dulu, ya. Duh, kenapa jadi oleng begini, Mas."Mas Yudha menggerak-gerakkan lengan Dinar, yang disambut kekehan berulang. Aku masih menyeracau, tak habis pikir dengan drama pagi pertama di kontrakan ini."Itu kalau m

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 33

    Setengah jam kemudian ia kembali dengan nasi brekat selamatan dari tetangga. Beberapa kue tradisional melengkapi brekat kali ini. Memang hampir setiap hari ada saja yang mengadakan selamatan. Entah selamatan orang meninggal, syukuran kelahiran, sampai arisan. Aku sendiri pun kadang bingung jika ibu yang mengundang tetangga mengaji di rumah untuk selamatan. Hal ini sebab terlalu seringnya diadakan.Nasi-nasi brekat yang didapat dari tetangga itu biasanya justru terbuang, sebab saking banyaknya. Pun sebab sudah masak terlebih dahulu, jadi memilih menyantap masakan sendiri.Sering merasa bersalah juga saat terpaksa membungkus nasi ke dalam kantong kresek lalu memasukkan ke dalam tong sampah. Mau bagaimana lagi, tak ada tempat menjemur nasi, apalagi ayam yang berkeliaran bebas seperti di rumah orang tua Mas Yudha.Ketika masih di rumah ibu, mudah saja menghabiskan nasi itu, tinggal kasih ayam, beres. Atau taruh di tampah, biarkan kering, maka bisa menjadi nasi aking. .Kondisi keuangan

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 34

    Melihat Mas Angga bergantian melaksanakan ibadah dengan Mbak Andin, entah kenapa ada yang tercubit di sini, di sudut hati.Kembali hati didera iri pada Mbak Andin, lalu berandai jika yang jadi suamiku itu Mas Angga. Ingin rasanya suamiku pun demikian, mau melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim.Mbak Andin menatap dengan sorot yang sulit diartikan. Aku sendiri mengalihkan pembicaraan pada perkembangan anak-anak dan lingkungan baruku.Ia memang tak bertanya lagi, tapi kuyakin dalam hatinya ingin tau bagaimana aku menjalani satu bulanku di sini tanpa mukena.Ya, memang telah selama itu, aku hampir tak melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim. Kecuali saat berkunjung ke rumah ibu mertua. Begitu juga dengan Mas Yudha. Mukena itu memang tertinggal di sana. Entah bagaimana, aku tak terpikirkan untuk membawanya serta saat kembali ke rumah ini.Mas Yudha pun, tak beda jauh denganku. Sesungguhnya aku terkejut saat ia berkata a

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 35

    Gegas kututup pintu, lalu kembali ke dapur. Memindai seisi ruangan, lalu membuka lemari. Kedua mataku sibuk mencari piring berisi pecak ikan kembung. Seingatku masih ada tiga ekor tadi. Tapi, kok …Tatapan mata ini terhenti di atas lemari, di mana tadi kuletakkan piring berisi masakan.Astaghfirullah … itu dia! Piringnya masih berisi bumbu, sementara isinya telah raib. Bumbunya berceceran dari atas lemari hingga ke lantai. Tak salah lagi, pasti ulah kucing tadi. Saat sedang menduga-duga, terasa telapak tangan menyentuh bahu, membuatku sedikit terperanjat. Detak jantung ikut berlompatan sebab mendapat kejutan. Terlihat olehku Mas Yudha berdiri tegak di belakangku. Tak menyangka ia menyusul ke dapur."Duh, Mas … bikin kaget aja!" protesku, masih menormalkan detak jantung."Kenapa, kok gitu mukanya?" tanya Mas Yudha bingung.Kuhela napas pendek sebelum menjawab."Maaf, Mas … ikannya hilang," jawabku den

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 36

    Terbangun di jam empat pagi, sebab tepukan lembut di lengan kiri.Mata yang masih terasa lengket dilebar-lebarkan. Wajah Mas Yudha yang nampak pertama kali, lalu samar terdengar suara rengekan Dinar."Si cantik bangun, Dek, sepertinya lapar," ujar Mas Yudha sambil tersenyum. Ia lalu melabuhkan kecupan singkat di keningku.Tak menunggu lagi, segera saja aku beringsut mendekati Dinar, lantas kuberi ASI. Ia mulai menyesapnya tanpa henti, membuat kantong ASI perlahan mengendur sebab mulai berkurang isinya.Rupanya anakku benar-benar lapar, hingga menyesap yang kedua, lantas kembali terlelap. Sementara kedua mataku telah terbuka lebar. Rasa kantuk telah hilang sama sekali sekarang.Kuelus wajah mungil yang kini kembali ke alam mimpi. Pipinya yang menggembung kukecup beberapa kali. Mas Yudha telah ikut pula berbaring di samping bayiku. Napasnya terdengar teratur, sementara alisnya bertaut.Melihatnya seperti ini, muncul rasa

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 37

    Aroma yang tak asing, menambah daftar kesal dan ketidaksukaan pada hewan berkaki empat yang semalam mencuri ikan kembungku.Urung menghirup napas dalam-dalam, berganti kembali ke dapur, mengambil kantong kresek, lalu mencari sumber bau tak sedap.Segera saja kumasukkan kantong kresek berisi kotoran kucing yang sangat menggangguku. Sesungguhnya aku nyaman tinggal di sini, hanya satu itu masalahku.Jika saja pemiliknya mau memasukkan hewan peliharaannya ke dalam kandang, kurasa hal ini tak akan terjadi. Ingin menegur juga nggak enak, sebab masih warga baru di sini.Hanya kepasrahan yang bisa kulakukan. Membersihkan jika kotor. Menjunjung langit di mana bumi kupijak, itulah yang kini kulakukan. Setidaknya ini jauh lebih baik daripada serumah dengan ibu mertuaku.Kutatap sekali lagi rumah di seberang jalan ini, di mana lima ekor kucing biasa berkeliaran, bahkan bergantian digendong dan dihujani ciuman.Kembali aku memasuki rumah. Men

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bab 38

    "Makanya lain kali lihat tanggal lagi!"Samar terdengar suara Mas Yudha. Di mana dia? Sedang bicara sama siapa? "Ya udah, ya udah. Wa'alaikumsalam."Terdengar lagi suaranya, seperti sedang kesal dengan seseorang yang mengajak bicara.Hatiku kembali dipenuhi tanya, sambil melihat sekeliling.Terlihat Dinar berada dalam posisi tengkurap, sementara tangannya sibuk memainkan sisir dan botol minyak telon. Kakinya menendang-nendang udara. Sesekali terdengar celotehan dari bibir mungilnya.Tak jauh darinya, sebuah ponsel tengah menyala, sedang menampilkan adegan film animasi 'Super Jojo' yang sedang sibuk dengan sepatu rodanya.Aku menghela napas panjang, lantas membuat kesimpulan sendiri, bahwa Mas Yudha yang memberikan tontonan itu pada putri bungsuku. Siapa lagi, hanya dia yang ada di rumah ini selain aku dan Dinar.Aku sendiri terbaring di sampingnya, terpisah jarak setengah meter. Melihat ke luar kamar, nampaknya langit masih terang. Jam bera

Latest chapter

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Ending

    Tiga bulan kemudian ….Kalimat takbir dan tahmid tak henti terucap dari bibir wanita berjilbab merah marun usai mendengar putusan sidang. Tubuh yang terbalut gamis berwarna senada dengan jilbabnya itu tersungkur di lantai keramik yang dingin, melakukan sujud syukur.Setengah tak rela Bu Elis membiarkan Karin menyerahkan Lusi dan Dani pada ibu kandungnya. Hak asuh atas kedua anak itu mutlak diberikan kepada Andin, mengingat usia mereka yang masih balita. Rasa haru tak bisa disembunyikan oleh Andin yang didampingi oleh Bu Ida dan juga Raya, pengacara rekomendasi dari Pak Tomo untuk memenangkan kasus Andin.Angga menerima keputusan sidang dengan lapang dada. Ditatapnya wajah wanita yang kini bergelar mantan istri. Wajah yang bersimbah air mata sembari memeluk dua buah hati setelah sekian lamanya tidak berjumpa. Wanita itu terus menghujani ciuman di wajah Lusi dan Dani secara bergantian, seakan tak pernah cukup untuk mengungkapkan betapa besar tumpukan rindu y

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 3

    Satu Minggu, dua Minggu, hingga lima Minggu, obrolan Bu Elis berpusat pada rencana pernikahan Angga dan Mira. Karin dan Yudha yang kebagian dengar nyaris setiap hari setiap saat, merasa gerah dan memilih tidak menanggapi pada akhirnya. Pihak keluarga sudah menegur ketika kabar perpisahan Angga dan Andin tersiar, dan secepat itu pula merencanakan pernikahan. Namun, Bu Elis seakan menutup telinga. Jaminan sertifikat sawah yang dipegang Mira membuat wanita yang selalu mengenakan banyak perhiasan itu merasa wajib menjadikan Mira sebagai menantu.Terlebih lagi, peran Mira yang membuat Angga akhirnya berpisah dengan Andin, perempuan yang notabene tidak disukai sejak awal, membuat Bu Elis semakin dekat dengan Mira, merencanakan beberapa hal menyangkut penyelesaian bangunan rumah dan toko Angga, serta lahan yang masih luas hendak dimanfaatkan untuk apa.Keberadaan Lusi dan Dani di rumahnya, membuat semangat Bu Elis naik berlipat-lipat. Melihat ketiga cucu yang tu

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 2

    Di tempat lain ….Mira menyeringai melihat dua bocah kecil yang sedang asyik menonton film animasi. Kegiatan yang selalu dibatasi oleh kedua orang tuanya, kini bisa bebas dilakukan selama yang mereka inginkan. Sebuah es krim berbeda rasa, berada di tangan masing-masing anak. Sedikit belepotan, tapi, tak masalah bagi sosok berbaju biru yang pikirannya tengah berkelana membayangkan jadi pemilik tunggal lahan seluas satu hektar di tepi jalan, beserta satu petak sawah yang sudah diincar oleh kontraktor pabrik.Sebuah foto diambil, lantas dikirimkan kepada Bu Elis, wanita yang melancarkan aksinya membawa dua bocah kecil itu, tak lain untuk kepentingannya sendiri."Jaga mereka baik-baik, kami segera ke sana." Bunyi pesan yang langsung masuk sebagai jawaban, diiringi sebuah foto seorang lelaki yang tengah menyalakan sepeda motor.Mira menarik salah satu sudut bibirnya. Sebentar lagi, impiannya akan terwujud. Tinggal menunggu drama dimainkan seb

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending

    Ibu dan anak itu menegakkan kepala dan menatap berang padanya. Harga diri yang selama ini dijunjung tinggi merasa terluka mendengar kalimat terakhir yang meluncur dari wanita yang berdiri di ujung teras dengan wajah tenang."Kamu pikir saya miskin hingga kamu beri sedekah?!" geram Bu Elis melotot tak terima.Tangan menggenggam erat, wujud dari geramnya hati dengan jawaban dari wanita yang berdiri tegak di depannya. Tanpa sadar kalau beberapa bagian yang runcing dari perhiasan yang ia pegang menusuk-nusuk kulit."Maaf, Bu. Saya tidak pernah berpikir demikian," jawab Andin singkat, lantas memasukkan beberapa benda yang tercecer. Merapikan kembali tas yang tidak terlalu besar, menyampirkan talinya di pundak. "Saya pamit. Assalamu'alaikum."Menganggukkan kepala, lantas melangkah pergi. Bu Elis menjawab salam Andin dengan suara ketus."Wa'alaikumsalam."Bu Elis menatap kepergian menantu pertamanya dengan senyuman sinis. Lega

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Talak

    Andin terkejut ketika sampai di rumah dan mendapati Angga memberi tatapan tajam padanya. "Mas, kamu, sudah pulang? Bukannya biasanya jam setengah lima paling cepet?" tanya Andin beruntun.Lelaki yang ia tanya masih mengeraskan rahang dengan bahu naik turun. Di belakangnya, Bu Elis menarik salah satu sudut bibirnya.Andin menelisik isi rumah, berharap ia hanya melewatkan melihat anaknya yang berada di kamar saat ia pergi. Ya, dalam keputusasaan tak menemukan kedua buah hatinya, dia berharap mereka berada di salah satu ruang dalam rumah mungilnya. Ia bergegas pulang saat membuat kesimpulan sendiri, dan belum berniat memberi kabar pada suaminya karena tak mau membuat lelaki itu cemas di jam kerja. Tak dinyana kalau suaminya telah lebih dulu sampai sebelum ia berhasil menemukan anaknya."Kau sembunyikan di mana anakku?" tanya Angga penuh penekanan."Apa? Menyembunyikan?" tanya Andin tak mengerti. Tatapannya menyorot wanita paruh ba

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Hanya Titipan

    Bu Elis menuju dapur, memeriksa semua benda yang ada di sana. Wanita itu memekikkan nama menantunya."Andin! Ke sini, kamu!"Andin terjingkat, lantas beranjak ke dapur.Melihat ibu mertuanya berkacak pinggang dengan tatapan tajam, keningnya mengernyit heran."Ada apa, Bu?" tanya Andin dengan suara pelan. "Tidak ada makanan sama sekali! Kau beri makan apa cucuku?" ketus Bu Elis.Andin membulatkan mulut. Di dapurnya memang sudah tidak ada makanan selain nasi. Beberapa stok cemilan sudah dia keluarkan untuk menyambut tamunya. Dia yakin kalau yang dimaksud ibu mertuanya adalah lauk untuk teman makan nasi. Sementara telur tinggal dua biji. "Tadi anak-anak makan sama sup udang, tapi, sudah habis, Bu," jawab Andin membuat Bu Elis menelengkan kepala."Udang?"Andin mengangguk mengiyakan."Lalu nanti kalau mereka lapar lagi, kamu kasih apa?" selidik Bu Elis. Kali ini suaranya lebih pelan.And

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Terpojok

    "Kamu nggak pengen tau, ke mana saja suami kamu beberapa hari ini?"Itulah pertanyaan yang diajukan pertama kali usai Andin menyalami Bu Elis. Bukan wanita paruh baya itu yang bertanya, melainkan si calon menantu idaman, Mira."Enggak," jawab Andin santai.Mira memutar bola mata."Kamu nggak curiga dia berbuat serong? Nggak penasaran kenapa sering pulang terlambat?"Andin terkekeh pelan. Yang diucapkan Mira memang benar. Suaminya sering pulang terlambat. Tak dipungkiri kalau hatinya kadang merasa cemas. Namun, dia memilih menutup mata.Bukankah semakin mencari tau, maka akan semakin sakit hati jika mengetahui sesuatu yang tidak diharapkan?Maka Andin memilih diam, terus melangitkan doa untuk suami dan keluarga kecilnya. Menitipkan penjagaan pada Rabb-nya lah yang ia lakukan jika berjauhan dengan lelaki yang menjadi suaminya. Ia sadar sepenuhnya bahwa Angga sudah seperti orang asing meski tinggal di bawah atap yang sama.

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Mereka Datang Lagi

    Membawa langkah ke kamar anak-anak. Diciuminya bergantian hingga kedua menggeliat lucu, tapi masih enggan membuka mata.Berada di kamar, membuat Andin merasakan kantuk, sedangkan hari masih terlalu pagi untuk tidur lagi. Masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan. Namun, wanita itu ikut berbaring di samping si bungsu Dani. Aroma harum dari tubuh kecil itu telah menjadi candu baginya.Diulang berapa kali pun ia tak merasa bosan. Oh, sesungguhnya ia takut jika kebersamaan dengan mereka akan segera direnggut, seperti yang pernah diucapkan sang suami beberapa waktu lalu.Dihirupnya dalam-dalam aroma yang menguat dari kepala dan tengkuk anaknya, sampai bocah berambut cepak itu membuka mata karena geli."Ibu, ayah mana?" tanya Dani begitu bersitatap dengan sang ibu."Ayah kerja, Sayang," jawab Andin, kembali mengecup kening anaknya."Mau jajan, sama ayah … ," rengek Dani, masih malas-malasan di tempat tidur."Iy

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Kopi yang Dingin

    Sudah satu jam lamanya Andin duduk diam sambil menatapi layar ponselnya yang menampilkan lembar kosong di notepad, tempat ia biasa menuangkan ide-idenya ke dalam sebuah cerita bersambung.Pikirannya masih dipenuhi dengan pembicaraan dengan suaminya, serta permintaan tak masuk akal dari ibu mertuanya. Bukan kali pertama Bu Elis memberi saran untuk berpisah dengan Angga jika Andin tak mau menuruti keinginannya. Namun, waktu pertama kali mengatakan hal tersebut, Angga tak mengetahuinya. Sementara kali ini, secara terang-terangan beliau meminta, bahkan membawa serta seorang perempuan yang telah dipilih.Suara tiang besi yang diketuk satu kali membuat Andin memilih menyudahi kegundahan hatinya. Gegas membawa langkah ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Ia mengadu di atas sajadah yang dibentangkan di lantai keramik dingin di kamar belakang..Pagi-pagi sekali, Andin sudah berkutat di dapur, menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya. Meski pern

DMCA.com Protection Status