Beranda / Urban / Asmara Ibu Asrama / Bab 61 - Bab 70

Semua Bab Asmara Ibu Asrama: Bab 61 - Bab 70

116 Bab

Bab 61. Kamu Sama Aku Saja

"Ke sini?" Julian memandang Sintya dengan kedua alis terangkat."Ya! Kita main. Seru, lo. Ayo!" Tangan Sintya terulur. Sambil menggandeng Julian, dia masuk ke zona bermain yang biasanya dikunjungi anak-anak dan remaja. Apa boleh buat? Julian mengikuti saja kemauan Sintya. Saat Julian bocah dia hanya beberapa kali pergi ke tempat seperti itu. Memang menyenangkan tetapi tidak pernah bisa bermain hingga puas."Pokoknya janji, kamu ikut ke mana saja aku belok. Kamu nikmati semuanya, singkirkan apapun yang berurusan dengan pekerjaan." Sintya berpesan."Oke," kata Julian setuju.Mulailah perjalanan dan petualangan mereka di area itu. Sintya memang lihai bermain apa saja. Julian hanya mengekori dan mengikuti permainan-permainan yang Sintya pilih. Tawa lepas Sintya seperti tidak berhenti. Dia sangat senang bisa menghabiskan waktu berdua dengan Julian. Sampai hampir dua jam akhirnya Sintya mengajak Julian menuju ke salah satu foodcourt tak jauh dari area bermain. Dia membeli minuman dingin un
Baca selengkapnya

Bab 62. Kenapa Kalian Jahat?

Julian membuka pesan Wenny. Gadis itu mengirimkan gambar dengan kalimat bernada marah. Julian terkejut karena yang muncul adalah foto berdua Julian dan Sintya di mal tempat mereka berduaan.- Kakak apa-apaan?! Belum lama ditinggal Astri udah jalan ama cewek setengah gini! Aneh!!!Julian kesal. Terjadi lagi saat dia bersama Sintya, ada yang mengabadikan momen dan kemudian disebarkan. Siapa sebenarnya yang berbuat? Julian membalas pesan Wenny. Dia harus meredakan kemarahan sang adik. Wenny belum benar-benar bisa menerima kalau Astri batal bersama Julian. Kalau sampai Julian jadi dengan Sintya entah apa yang gadis itu akan lakukan.- Suntuk, Wenny. I need a time to refresh myself. Don't worry.Pesan itu Julian kirim pada Wenny.- Kakak di mana? Pesan balasan Wenny segera datang. Julian mengetik balasan, tapi tidak yakin mengirimkan. Apa perlu Julian memberitahu dia sedang bersama Sintya jalan-jalan di tempat wisata?Tuttt!!!Tidak! Wenny tidak sabar dan dia melakukan panggilan video. Ka
Baca selengkapnya

Bab 63. Taktik Astri

Julian melihat Wenny dan tidak bereaksi. Tetapi sebenarnya agak terkejut Wenny menanyakan itu."Kakak ga punya teman dekat cowok? Kakak emang kurang gaul. Aku punya sahabat, Kak. Ada Errin, sekarang ada Alfonso. Tapi kalau ngobrol bertiga. Yang paling dekat pasti Errinlah. Sama cewek. Kakak?" Wenny memberikan contoh dirinya sendiri.Julian tersenyum kecil. Wenny ada benarnya. Dia pria, seharusnya tempat dia menumpahkan semua, adalah sahabat pria. Andai Wenny tahu tujuan Julian mendekati Sintya."Kamu juga tahu, sejak aku sekolah mana punya teman dekat." Julian beralasan."Jadi dengan gitu oke aja dia yang mendekat? Aku ga mau Kak Juan sama wanita setengah jadi itu!" tukas Wenny."Iya. Aku ga mungkin pacaran sama Sintya." Julian berkata tegas."Tapi Kakak kasih peluang. Itu PHP, Kak! Kalau ga mau ya udah ga usah dekat-dekat. Kak Juan bilang Kak Astri juga sedih karena harus tunangan sama orang lain dengan terpaksa. Kalau dia tahu Kak Juan sama cewek lain, ga jelas pula. Gimana?" Wenny
Baca selengkapnya

Bab 64. Strategi Darma

Astri tersenyum kecut dan matanya menyiratkan tatapan aneh."Yang aku pikir, jika seperti itu hubungan aku dan Darma nanti, apa ga sama saja seperti dia sedang main dengan wanita malam? Hanya untuk melepas hasrat? Aku ngeri memikirkan itu, Mira." "Kak, papa harus tahu soal ini. Ini sama saja papa mau melempar kamu ke jurang kelam," ujar Damira."Mira, ga semudah itu. Kamu tahu papa, kan?" sahut Astri. "Apalagi sekarang, dia begitu bangga punya calon mantu pengacara yang mulai dikenal. Kalau ga ada bukti jelas di depan mata papa, dia ga bakal mau percaya." "Hmm, kamu betul. Bapak Andika Kamajaya memang keras kepala. Merasa paling tahu dan paling benar," timpal Damira."Aku ga bisa bergerak sendiri, Mira. Karena itu aku menghubungi kamu." Astri menegaskan lagi."Deal. Aku akan di pihakmu. Apapun yang kamu perlu, aku akan bantu." Damira pun meyakinkan Astri, dia akan serius menolong. "Lalu, Kak Galang dan mama tahu?" "Kak Galang tahu. Tapi dia ga bisa bantu banyak. Dia sibuk sekali den
Baca selengkapnya

Bab 65. Aku Selalu Mengawasi Kamu

"Ah, nice. Ending yang lumayan melegakan." Darma tersenyum lebar. Dia menoleh pada Astri ketika layar lebar menayangkan tulisan The End."Ga rugi nonton. Seru juga." Astri menimpali. Senyum tipis menghiasi bibir Astri."Makasih, Astrina. Kamu memilih film yang aku banget." Senyum Darma belum menghilang. "Sama-sama," kata Astri."Sekarang, boleh aku yang memilih ke mana kita pergi?" Darma memandang Astri.Di sekitar mereka para penonton yang lain mulai bergerak meninggalkan ruangan besar itu."Silakan." Astri mengangguk."Baiklah. Kita jalan saja. Aku tidak akan memberitahu kamu. Tapi kamu ikut saja." Darma berdiri. Astri mengikuti. Entah ke mana Darma akan membawa Astri, Astri akan nurut. Cuma satu yang Astri mau dapat hari itu, sikap atau perkataan Darma yang bisa dia jadikan bukti bahwa Darma tidak melihat pernikahan sebagaimana seharusnya.Perjalanan mereka berlanjut. Mengejutkan, Darma membawa Astri ke museum. Museum 10 November. Menurut Astri aneh orang pergi kencan yang dituju
Baca selengkapnya

Bab 66. Sisi Lain Astri

Astri tertegun. Siapa yang mengetuk pintu? Apa dia terlalu lama di toilet? Jangan sampai pelanggan lain sudah mengantre."Astri! Kamu baik-baik saja?!" Ah, tidak! Itu Darma. Mau apa dia sampai menyusul ke toilet?"Ya, aku baik. Sebentar lagi selesai." Dengan rasa geram dan juga tidak enak hati, Astri menjawab."Tiga menit lagi kita harus balik." Darma bicara tapi terasa memerintah. Lagi-lagi seperti itu."Ya!" Astri menjawab dengan menekan kesal yang terus menyusup di dada.Tidak ada sahutan. Bisa jadi Darma sudah pergi. Astri melihat lagi wajahnya di cermin. Dia menghela napas panjang. "Kamu bisa, Astri. Kamu akan baik-baik saja. Harus lebih sabar. Oke?" Astri menghibur diri sendiri.Kemudian Astri kembali ke meja tempat mereka makan. Dua pria teman Darma masih di sana. Percakapan mereka seperti tidak ada habisnya. Astri duduk lagi di kursi semula. Sudah tidak ada selera makan, jadi Astri hanya menghabiskan minuman saja."Baiklah, kita bisa jalan sekarang. Kita bertemu besok di firm
Baca selengkapnya

Bab 67. Tidak Benci, Tapi Marah

Wenny berhenti dan berpikir. Apa perlu dia bicara dengan Astri? Julian juga sudah menjelaskan yang sebenarnya terjadi. Astri harus bertunangan karena orang tuanya yang mengatur. Astri tentu sangat sedih, tetapi sebagai anak dia harus patuh. "Lebih baik ga usah. Biar saja. Lama-lama juga akan cair." Wenny bicara sendiri. Wenny memutar badan, dia mau balik ke kamarnya saja. "Wenny?" Suara itu. Suara manis dan menenangkan, suara milik Astri.Wenny terpaksa menghentikan langkah dan kembali memutar tubuhnya. Astri di depan Wenny berjalan mendekat."Kak," ucap Wenny kikuk."Ada yang bisa aku bantu?" tanya Astri. Dada Astri berdetak lebih cepat. Dia tidak menduga Wenny muncul di depannya. Astri keluar kamar karena ingin mengambil pesanan makanan online yang diantar staf sekolah."Eh, kalau aku ngganggu, ga usah aja." Wenny bingung mau bilang apa. Wenny ingat sekali terakhir dia bicara pada Astri, dia memaki dan mengumpat pada ibu asramanya."Sama sekali nggak. Sebentar. Aku mau ambil pesan
Baca selengkapnya

Bab 68. Mempertanyakan Darma Atau Titi?

"Astri, kamu dengan Darma makin sering komunikasi, bukan?" Pertanyaan pertama. Astri mulai menebak, pembicaraan dia dengan sang bunda akan menuju ke mana."Ga juga, Ma. Dia sibuk, aku juga. Sesekali saja." Astri menjawab."Oya? Kalian sudah bertunangan, seharusnya makin intens dong, komunikasi. Biar saling mengenal dan ga kaget waktu udah married nanti," kata Titi.Astri melihat sang bunda. Jadi ini yang ingin Titi tegaskan? Bagaimana seharusnya Astri bersikap pada Darma bukan bagaimana perasaan Astri melewati hubungan yang dipaksakan itu. Kenapa Astri tidak terkejut?"Ga segampang itu, Ma. Perasaanku pada Julian. Ga bisa tiba-tiba aku beralih ke Darma. Seperti aku dipaksa masuk dunia lain yang aku sama sekali ga ngerti." Astri menjelaskan yang ada di pikirannya."Astri, waktu kamu dan Darma ga banyak untuk saling kenal. Harus jadi prioritas kebersamaan kalian. Kalau ga sering sama-sama pasti ga klik terus," ucap Titi. Dia berusaha meyakinkan Astri apa yang perlu dilakukan.Astri ingi
Baca selengkapnya

Bab 69. Informasi dari Penyelidikan Damira

Titi memandang putrinya. Yang ingin Titi lakukan membuat Astri mengerti, sekalipun pernikahan dimulai seolah-olah adalah kesalahan, tetap bisa berlangsung baik jika hati terbuka menjalani semuanya."Sebenarnya, aku sudah punya kekasih ketika itu. Pria idaman yang lama aku harapkan datang. Dia tampan, baik, dan bertanggung jawab." Titi memulai kisahnya. Astri mendengarkan dengan seksama. "Kami berpacaran dua tahun lalu memutuskan akan masuk ke pernikahan. Saat mempersiapkan semuanya, kekasihku ditugaskan keluar kota untuk satu poyek oleh perusahaan tempat dia bekerja."Sampai di situ, Titi nenarik napas dalam. Dia menata lagi hati untuk meneruskan."Empat bulan dia pergi. Semua baik-baik saja. Sampai ketika dia pulang, dia mengabarkan hal yang membuat aku terpuruk. Dia jatuh dalam hubungan dengan wanita lain hingga wanita itu hamil." "What?" Astri tercengang. Sungguhkah itu yang Titi alami? Ah, pasti berat sekali menemukan kenyataan itu."Aku hancur. Semua rencana yang kami tata begitu
Baca selengkapnya

Bab 70. Pengacara Pintar Bersandiwara

Damira menepuk lengan Astri. "Jangan khawatir. Kamu tahu yang harus kamu lakukan. Jangan terpancing, tetap tenang."Damira berpesan. Tetapi jujur saja, hati Damira tidak tenang. Pengacara itu bisa bertindak apa saja pada Astri."Astri!" Sekali lagi panggilan Titi terdengar."Yq, Ma." Astri menyahut. Astri turun dari kasur, melangkah ke pintu.Saat pintu dibuka, Titi berdiri dengan senyum lebar."Tunangan kamu menunggu. Dia tahu saja makanan kegemaran di rumah. Lihat itu, dia bawa macam-macam." Titi menunjuk ke meja ruang tengah. Di atas meja, tampak berjajar macam-macam makanan ringan dan buah-buahan buah tangan Darma."Sana, temui Darma. Ga enak kalau dia lama nunggu," kata Titi. Wajahnya kembali ceria. Sendu yang sempat muncul saat bicara dengan Astri telah menghilang.Astri menuju ruang depan. Terdengar suara tawa renyah dari dua pria yang duduk di sana. Andika dan Darma berhadapan, tampak asyik berbincang."Ah, ini dia, yang ditunggu datang," kata Andika melihat Astri muncul."Hai
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status