Beranda / Urban / Asmara Ibu Asrama / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Asmara Ibu Asrama: Bab 31 - Bab 40

116 Bab

Bab 31. Dunia Julian

"Maaf, aku jujur saja, tidak suka papa seperti itu. Dia ingin aku segera menikah. Jika mungkin di tahun ini ..." Astri menggantung kata-katanya. Tiba-tiba rasa tidak enak hati muncul di dadanya. Apa sudah tepat dia bicara seperti itu? Bahkan makanan yang mereka pesan belum juga datang. "Apa yang kamu takutkan? Bukankah kalau pria dan wanita dewasa menjalin hubungan khusus, seharusnya berlanjut ke pernikahan? Itu bukti mereka serius dan berkomitmen." Julian memandang Astri. Jadi, Julian pun berniat segera menikah? Ayo, katakanlah! Hati Astri meronta. "Aku sudah lebih tiga puluh tahun. Sebagian besar temanku sudah punya anak. Kurasa kamu juga begitu, bukan? Hanya saja, baru kali ini aku berani melangkah, setelah Wenny, aku tahu dia sudah bertumbuh lebih baik, dia tahu ke mana mengarahkan hidupnya. So ..." Nice, Julian memang ingin segera menikah. Tapi, bukan hanya ini yang Astri mau dengar! "Setelah mendengar keluarga kamu ingin kamu juga segera menikah, aku bersyukur. Tuhan membawa
Baca selengkapnya

Bab 32. Pria Misterius

Akhirnya, rumah Julian. Ada di dalam perumahan itu, di blok agak ke tengah. Rumahnya tidak terlalu besar, berlantai dua. Warna dindingnya putih dengan pagar bercat hitam. Taman kedil di halaman deoan terlihat manis dan tertata rapi. "Ibu!" Suara Wenny menyambut Astri begitu Astri turun dari mobil. Sepertinya gadis itu sudah tahu kalau Astri akan datang.Wenny seketika memeluk Astri erat begitu berhadapan dengannya. Dan seperti biasa mengalir seperti sungai yang deras, Wenny bercerita. Wenny menggandeng Astri dan mengajaknya masuk ke dalam rumah."Beneran Kak Juan bawa Ibu ke sini. Kirain dia mau ngerjain aku. Mana udah agak malam, kan?" Wenny membawa Astri ke ruang tengah. Di sana ada pantry untuk mereka bisa duduk dan minum atau makan makanan ringan. Menarik sekali. Rumah Julian yang tampak sederhana, tetapi unik. Astri merasa Julian memang berbeda.Wenny mengajak Astri berkeliling rumah itu dan menunjukkan semuanya. Dari lantai satu sampai ke atap yang terbuka dengan gazebo kecil d
Baca selengkapnya

Bab 33. Serangan Mulai Datang

Mata Astri berkelana memperhatikan setiap deret rak yang menampilkan bermacam model boneka. Boneka manusia, binatang, berbentuk buah, bunga, dan yang lainnya. Ada juga boneka super hero, dari Superman, Batman, Captain America, Hulk, semua ada."Masih belum ketemu? Mungkin boleh aku kasih saran," kata Julian yang terus di samping Astri."Oke, boleh," ujar Astri sambil menganggukkan kepala."Mungkin yang bisa mewakili malam ini. So, we won't forget tonight." Julian memandang Astri.Astri tersenyum lagi. Mulai muncul di benak Astri apa yang akan dia pilih. Astri berbalik melihat pada rak yang ada di belakangnya. Astri melangkah pasti ke bagian mana dia menuju.Astri memperhatikan bagian tengah dari deretan boneka di depannya. Ada boneka anak kecil dua berjajar, laki-laki dan perempuan. Tangan Astri terulur mengambil keduanya. Dia tunjukkan pada Julian."Wow, so cute." Mata Julian melebar."Kita pegang masing-masing. Kamu bawa boneka cewek, aku bawa boneka yang cowok." Astri memberi pesan.
Baca selengkapnya

Bab 34. Godaan Pelanggan

Hari masih gelap Julian terbangun. Rasa haus di kerongkongannya memaksa dia meninggalkan kasur yang besar dan empuk. Julian mengambil minum air putih dari galon yang ada di kamarnya tepat di samping meja sebelah ranjang. Beberapa teguk cukup melegakan. Julian duduk di kursi sambil memandang ke meja yang ada di depannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya. Boneka model anak perempuan yang Astri beli berdiri manis di sana, di dalam box tempat dia dletakkan.Julian menarik agar box itu mendekat padanya. Boneka yang kecil, ukurannya tidak sampai tiga puluh senti, tetapi lucu dan manis."Kenapa aku merasa boneka ini memang mirip kamu, Astri?" Julian bergumam sembari tangannya mengusap lembut badan boneka itu.Boneka anak perempuan itu mengenakan dress pendek selutut dengan warna putih dipadu dengan renda biru dan merah. Rambutnya coklat gelap, dikuncir ekor kuda di belakang kepala. Senyum tipis membuat boneka itu makin terlihat cantik."Aku sudah kangen sama kamu. Andai bisa bertemu tiap hari
Baca selengkapnya

Bab 35. Menolak Telak

Julian menaikkan alisnya memandang Sintya. Semakin berani dan terang-terangan Sintya memang ada maksud mendekati Julian."Aku ga suka nonton. Kalau mau pergi, sama Hari atau Wawan. Mereka sering nonton. Rinda dan Tati juga kadang nonton." Julian mengusulkan Sintya mengajak pegawainya saja."Ih, Tuan Bos Dawson ini beneran, deh, bikin senewen. Masak aku nonton sama mereka? Kan aku mau sama Tuan Bos," ucap Sintya dengan wajah mengkerut."Percuma bahas nonton sama aku, ga akan nemi solusi. Mbak Sintya bisa urus pengiriman sekarang. Bentar lagi makin ramai di bawah." Julian sengaja mengatakan itu ingin Sintya meninggalkan kantornya."Kenapa memang kalau rame? Aku antrian pertama, aman." Sintya bisa saja menjawab."Aku ada telpon penting. I need space," kata Julian. Dia berharap dengan kalimat itu Sintya akan bergegas turun."Oh, baiklah. Aku paham. Bye, Tuan Bos." Sintya akhirnya bergerak meninggalkan ruangan Julian.Begitu Sintya tak terlihat, Julian bangun dan menutup pintu ruangannya. J
Baca selengkapnya

Bab 36. Gerilya Tuan Pengacara

Sintya melotot pada Wawan. Dia paham apa maksud Wawan mengatakan itu padanya. "Mbak, Pak Bos udah punya cewek, makanya dia ga mikir lagi cari cewek." Rinda, salah satu pegawai wanita yang duduk di counter depan bicara pada Sintya. Dia kasihan juga melihat Sintya terus-terusan mengejar Julian dan tidak mungkin berhasil. "Yang bener?" Sintya menatap dengan kerutan di kening. "Iya, Mbak. Kapan hari ke sini, diajak sama Pak Bos." Hari menimpali. "Kalian ga ngarang?" Sintya masih terkejut dengan kabar itu. Yang dia tahu Julian pria penggila kerja dan dingin. Dan Sintya mengambil kesempatan itu untuk merebut hati Julian. Tetapi informasi yang baru masuk di telinga Sintya, sungguh tidak dia sangka."Buat apa ngarang, Mbak? Apa perlu aku tunjukkan CCTV?" Wawan ikut berkomentar."Iihhh!" seru Sintya. "Orangnya kayak gimana?" Para pegawai Julian saling memandang, lalu melihat lagi pada Sintya. Sintya sepertinya terobsesi dengan bos mereka. Misal dia tahu model kekasih si bos, bisa sesak nap
Baca selengkapnya

Bab 37. Kerja Sama Merebut Cinta

Darma masuk dalam mobilnya. Sambil mulai menjalankan kendaraan mewah miliknya, Darma menelpon seseorang. "Pastikan aku bisa bertemu dengannya hari ini. Aku bisa jam empat sampai jam enam. Katakan padanya, kerja sama yang akan kita lakukan ini sangat menguntungkan buat dia." Darma bicara tegas, bahkan sedikit terasa nada geram."Tempatnya minta Sintya yang tentukan. Kalau aku yang tentukan dia bisa curiga dan merasa akan dijebak. Kalau dia yang pilih, dia tahu lokasi aman buat dirinya. Kamu paham?" lanjut Darma. Lalu dia matikan panggilan dan meletakkan ponsel di atas dashboard.Darma sudah tahu siapa Julian. Seperti apa kehidupannya. Dan yang seru, wanita yang sedang mengejar cinta Julian. Darma melihat itu menjadi peluang besar untuk mengacaukan hubungan seumur jagung Julian dan Astri. Sesuai waktu yang Darma minta, Sintya ternyata mengiyakan. Sebuah resto di salah satu mal besar di Surabaya menjadi tempat mereka bertemu. Darma sudah menyiapkan strategi jitu yang tidak akan ditolak
Baca selengkapnya

Bab 38. Sekali Tepuk, Nyamuk dan Lalat Mati

Darma girang dengan pertanyaan Sintya. Tentu tidak dia tunjukkan dengan ekspresi berlebihan. Tetap tenang dan terkesan dingin yang tampak dari aura Darma. Sudah waktunya Darma akan melancarkan jurus untuk memulai kerja sama dengan Sintya."Sebelum aku jelaskan, aku perlu keterangan dari kamu tentang Julian. Selama ini, sejauh apa hubungan kamu dengan Julian? Pria seperti apa Julian menurut kamu?" Pertanyaan Darma keluar dari bibirnya.Sintya pun tidak ragu menuturkan bagaimana Julian dan seperti apa hubungan Sintya dengan Julian. Darma ingin tertawa mendengar pengakuan Sintya. Ternyata, belum ada apa-apa di antara Julian dan Sintya. Dekat sebagai teman pun tidak. Buat Darma itu lucu. Tapi di sisi lain, perjuangan Sintya tentu masih berat dan panjang."Berarti harus ekstra dan kamu harus berani." Darma memberikan komentar selesai Sintya menjawab pertanyaan Darma."Aku ga takut apapun, Dar. Apa kamu lupa yang kamu hadapi siapa? Aku cuma belum nemu cara yang tepat meluluhkan Tuan Bos Daws
Baca selengkapnya

Bab 39. Tidak Kenal Kata Jera

"Oh, bagus. Tetapi yang aku maksud dengan dirimu sendiri. Menyenangkan adik dan gembira dengan dia, itu bagus. Jika tanpa dia, kamu ambil waktu, tetapi buat diri sendiri, itu juga perlu." Sintya kembali menegaskan maksudnya."Aku mengerti. Aku memang melakukannya juga, Mbak." Julian tersenyum kecil."Nah, aku mau menemani kamu. Aku bisa buat hari menyenangkan untuk melepas semua penat lalu siap bekerja lagi." Sintya makin bersemangat.Julian kembali tersenyum. "Terima kasih perhatian Mbak Sintya. Aku sudah ada teman melakukan healing bersama. Dan tidak lama lagi, aku akan menikah dengannya." Julian tidak mau bertele-tele. Dia katakan saja agar Sintya tidak terus berharap padanya.Dada Sintya seketika berdegup seperti mau melompat. Tidak! Tidak boleh Julian menikah dengan Astri yang sebenarnya adalah tunangan Darma. Sintya harus membuyarkan rencana mereka."Oya? Secepat itu? Apa kamu yakin? Sudah berapa lama kamu mengenalnya? Apa dia sungguh sayang sama kamu?" Sintya dengan serius menan
Baca selengkapnya

Bab 40. Rencana Buat Wenny

Eva memperhatikan Wenny. Dari sorot matanya Eva tahu gadis itu minta bantuan dan pembelaan."Salah makan, Pak. Wenny makan makanan terlalu pedas. Juga minum minuman bersoda agak berlebihan. Akhirnya lambung Wenny tidak kuat." Eva menjawab yang Julian tanyakan."Berarti itu bukan makanan dari dapur sekolah, Bu?" tanya Julian lagi."Tidak, Pak. Wenny dan teman-temannya makan sama-sama, beli makanan dari luar sekolah," jelas Eva. Mata Julian balik menatap Wenny. "Wenny, just tell me the truth (Wenny, katakan yang sebenarnya)."Wenny merasa degupan dadanya menguat. Dia tidak bisa lagi lari dari sang kakak. Julian juga paling tidak suka ketidakjujuran, mencari alasan atau dalih untuk membela diri."Aku beli mie pedas, level 10." Dengan wajah mulai memerah Wenny menjawab."Hah? Buat apa beli makanan sampai sepedas itu? Kamu tahu perut kamu sensitif dengan pedas." Julian mengerutkan kening. Geram mulai menyusup."Abisnya ditantangin, Kak. Emosi aku," kata Wenny dengan wajah cemberut bercampu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status