Home / Romansa / Kepincut Boss Ndeso / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Kepincut Boss Ndeso: Chapter 21 - Chapter 30

59 Chapters

Bab 21.  Aku Bukan Untuk Dipilih

Dia memang berbeda dengan laki-laki lain atau teman dekatku yang dulu. Biasanya, aku yang sibuk menjaga jarak. Dengan Kak Jazil malah kebalikan. Dia yang menjauh, disaat aku mendekat. Alasannya sama, takut khilaf. *** Pagi tadi dia menghubungiku. Aku diminta untuk kerja setengah hari dan ditunggu di tempatnya. Katanya darurat. Setelah meminta ijin dengan Pak Lartomo, aku pulang setelah menyelesaikan tugas. Syarat sebelum meninggalkan kantor. "Ada apa sih, Kak? Tadi malam kan sudah bertemu. Kenapa tidak sekalian dibicarakan? Ada apa, sih?" tanyaku penasaran dengan kata darurat itu. Dia menyodorkan minuman dingin dan menarik kursi untuk dudukku. "Dek Ras. Ada yang ingin aku katakan. Ini menyangkut hubungan kita. Tetapi, jangan marah, ya." Ucapannya membuat penasaranku bertambah. Apa yang akan dia katakan? Berita buruk? Jangan-jangan dia minta putus? Bagaimana aku menjelaskan ke Bapak Ibu yang beberapa hari lagi datang? "Ada apa, Kak?" tanyaku dengan kedua alis bertaut. Hati
last updateLast Updated : 2022-10-26
Read more

Bab 22. Kamu Melatiku

Sekarang, aku berusaha untuk bersiap akan apa yang bisa terjadi. Aku menganggap hubungan ini tidak pasti. Bukannya tidak yakin dengan kesungguhan Kak Jazil, tetapi jodoh tetap tidak bisa diprediksi. Sebesar apa cinta kami, itu tidak ada artinya saat takdir tidak berpihak dan tidak berjodoh. "Apapun yang terjadi, kita masih bisa berteman." Aku mengatakan dengan nada bergetar, sekuat tenaga kutahan air mata ini. Ditepisnya tanganku saat kuraih tangannya. "Apa maksud kamu? Tak ada dalam kamusku, menjilat ludah sendiri. Aku sudah berjanji untuk bersamamu, itu artinya saat menitipkan cincin kepadamu. Niatku tidak akan mundur. Akan aku cari cara untuk berbicara dengan Abah Haji. Apalagi, aku sudah menganggap Fatimah seperti adikku sendiri." Dia mengusap kasar wajahnya. Sesekali meremas rambut ikal yang panjang sebahu itu. "Fatimah? Nama yang bagus. Pasti dia wanita yang cantik, anggun dan sholehah," gumanku lirih menekan desiran dalam hati. Terasa sakit. Dia anak pemilik pondok, orang te
last updateLast Updated : 2022-10-26
Read more

Bab 23. Ini Bapak dan Ibu

Semua alasan aku ungkapkan untuk meminta waktu lebih kepada Ibu. "Tapi, Bu. Belum tentu ada tiket pesawat." Aku mencari alasan yang masuk akal. "Nduk, kalau ke Solo tiketnya habis, bisa lewat Jogja, to." Duh, Ibu ini tidak bisa dibelokkan keinginannya. Kalau sudah keputusannya, tidak ada yang mampu menggoyahkan. "Tapi kalau Ibu setuju dengan Kak Jazil, di sininya lebih lama, ya." "Iya. Ibu dan Bapak sudah siapkan waktu, tapi dengan syarat kalau kita sreg dengan dia. Kalau tidak, kenapa harus lama-lama bersama?" Betul yang diucapkan Ibu. Kalau tidak bisa bersama, semakin lama akan semakin sakit rasanya. "Inggih, Bu," jawabku dengan perasaan kalah. Mengikuti kata Ibu yang pasti untuk kebaikanku. Kak Jazil sudah bersiap. Dia membersihkan badan lagi setelah memastikan semua sempurna. Baju hijau lengan panjang dilipat sesiku dan celana panjang kain berwarna hitam. Rambut ikal panjang sebahu, disisir ke belakang. Dia kelihat segar dan tentunya membuatku tak berkedip beberapa saat.
last updateLast Updated : 2022-10-26
Read more

Bab 24. Penilaian Mertua

"Ternyata di sini ada yang jualan seperti di Jawa, ya," ucap Ibu setelah kami turun dari mobil. Setelah proses penjemputan, kami langsung bertolak pulang. Kak Jazil begitu antusias saat bertemu bapak dan ibu. Diambilnya tangan mereka untuk dicium, memperkenalkan diri bahwa dia Jazil Ehsan teman dekat Dewi Larasati. "Maaf, Bu. Panggil nama saya saja. Jangan pak," kata Kak Jaz kepada Ibu saat berkenalan tadi. "Tidak, saya panggil Pak Jaz saja," jawab Ibu dengan wajah tanpa senyum. Aku langsung mengedipkan mata, memberi tanda untuk membantah. Sikap ibu kelihatan menjaga jarak, walaupun sering mencuri pandang kepada Kak Jaz yang mendorong troly yang bermuatan koper. Dia jalan lebih dulu bersama Bapak, kami mengikuti dari belakang. "Rupone ono, dedegke yo apik. Pantas saja kamu lengket sama dia," bisik Ibu. Mendengar ucapannya pipiku terasa hangat, malu tepatnya. Ini penilaian pertama, dilihat dari fisik. "Neng mergo kuwi, yang Ibu kawatirkan bisa terjadi. Orang sana itu banyak yang
last updateLast Updated : 2022-10-27
Read more

Bab 25.  Beri Saya Kesempatan

Setelah makan selesai, kami bertolak ke tempat Kak Jazil. Seperti yang diminta Ibu. Beruntung jalanan tidak terlalu padat, tidak kurang tiga puluh menit kami sudah sampai."Mari, Pak Bu," ucap Kak Jazil.Kacong langsung menghampiri kami dan membantu membawa koper untuk diletakkan di rumah joglo. "Lo, itu mau di bawa ke mana, Pak?" teriak Ibu saat Kak Jazil memerintahkan Kacong untuk membawa koper ke rumah joglo."Buk, itu ditaruh di tempat istirahat," jawabku sambil menarik lengannya untuk duduk kembali di sofa. Aku berusaha mengalihan perhatiannya supaya Ibu memberi kami waktu yang lebih. Bagaimanapun, aku harus mengupayakan penilaian ini tidak hanya sebentar. Aaku harap, semakin lama orangtuaku berbicang dengan Kak Jazil, semakin mereka bisa diyakinkan bahwa dia sosok yang tepat.Dan, di sinilah kami, di ruang tamu kantor. Bapak, Ibuk, Kak Jaz dan aku. Sesaat kami diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Ibuk mengamati sekeliling, dan Bapak sesekali menghela napas. Kak Jazil jug
last updateLast Updated : 2022-10-27
Read more

Bab 26. Harapan 

Kak Jazil menceritakan segala tentangnya. Kehidupan masa kecil, remaja, sampai saat merintis usahanya ini. Bahkan ada beberapa yang belum diceritakan kepadaku. Sesekali Bapak menepuk pundak Kak Jazil saat dia tersekat karena terpaksa menguak cerita lama. Ibu mulai melunak, raut wajahnya menunjukkan rasa iba. Apalagi setelah mendengar kalau kedua orang tua Kak Jazil sudah tiada semenjak dia kecil."Jadi kedua orang tua Nak Jazil, guru?" tanya Ibu.Perubahan panggilan menjadi Nak Jazil, merupakan kabar yang menggembirakan. Senyum tipis disela rasa haru yang melanda kami, tercipta. Mungkin karena rasa simpati atau karena sesama profesi, guru. "Iya, Bu. Orang tua saya di tugaskan di pulau terpencil, dan mereka mengalami kecelakaan saat menyeberang di laut. Itu yang menyebabkan saya kehilangan mereka." Memang, Madura mempunyai pulau-pulau kecil. Jarak yang jauh dan dipisahkan laut yang dalam, bahkan saat cuaca buruk bisa membahayakan. Raut wajah Kak Jazil terlihat sedih. Ada air mata
last updateLast Updated : 2022-10-28
Read more

Bab 27. Bersama Calon Mertua

Setelah istirahat sebentar, kami pergi lagi. Ibu bilang ingin sesuatu yang dingin. Ada tempat favorit kami yang tidak jauh dari sini."Ibu dan Bapak di ajak makan es krim? Kayak anak kecil saja," kata Ibu setelah memasuki bangunan seperti rumah biasa ini. Memang di depan ada tulisan gelato, namun tidak terlihat apa yang di jual. "Tak kiro sepi, tapi di dalam kok antri, ya. Rame ternyata." Ibu memperhatikan ke sekeliling. Pengunjung tidak hanya anak muda, orang tua juga banyak. Mereka asik menikmati camilan dingin ini sambil berbincang dan berfoto selfi. Kak Jazil ke kasir membayar berapa skup yang akan kita beli. Masing-masing dua skup dan nota diberikan kepada kami untuk ikut berbaris di antrian."Antriannya seperti antri sembako, ya, Nak. Padahal bayar." Samar aku dengar Ibu bercanda dengan Kak Jazil. Mereka tertawa bersama, entah apa yang dibicarakan. Syukurlah, mereka sudah mulai dekat. "Bapak ingin yang rasa apa? Yang rasa buah atau yang ada susunya?" tanyaku melihat Bapak ke
last updateLast Updated : 2022-10-28
Read more

Bab 28. Aku Ingin Seperti Mereka

Kami berangkat pagi menuju tempat wisata sesuai kesepakatan Bapak dan Ibu. Aku pun belum ke sana, termasuk Kak Jazil yang sudah bertahun-tahun di sini. Istana Tampak Siring hunian orang nomor satu di negara ini. Istana ini terletak di Desa Tampak Siring, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali. Sekitar satu setengah jam, lama tempuh dari Kuta."Ibu dari dulu ingin ke sana! Rekreasi ke Bali tujuannya selalu Kuta, Sanur, Sukawati, dan Tanah Lot. Sekarang pingin lihat rumahnya Pak Karno. Ya kan, Pak?" ucap Ibu tadi malam sambil meminta dukungan ke Bapak. Aku sih, iya-iya saja, walaupun sebenarnya malas. Apa yang dilihat di sana? Memang selera tujuan wisata dipengaruhi usia. Kak Jazil mengemudi mobil dengan Bapak di sebelahnya. Beruntung, Bapak dan Ibu tidak terlalu suka udara dingin di dalam mobil, jadi dia tidak perlu menggunakan jaket tebal. Mereka mulai berbicara banyak, tentang ekonomi, budaya, bahkan politik. Ternyata, Kak Jazil bisa mengimbangi pembicaraan ini. Aku sema
last updateLast Updated : 2022-10-28
Read more

Bab 29. Cerita Ibu

Setelah puas berkeliling dan berfoto dengan berbagai gaya, kami bertolak ke tujuan berikutnya. Pura Gunung Kawi, tujuan ini atas usulan pemandu wisata. Dari tempat parkir, kami menurunin anak tangga yang kanan kiri terdapat sawah yang subur. Dibeberapa tempat ada tempat untuk istirahat dan penjual minuman dan makanan kecil. "Semuanya dipasang selendang, ya. Terus bule itu dikasih jarik untuk menutupi celana pendeknya," kata Ibu sambil menuruni anak tangga."Iya lah, Buk. Ini kan tempat ibadah, harus berbaju tertutup dan ada aturannya," jelas Bapak. Mereka sesekali berhenti dan mengamati sekitar.Suasana sekitar wisata ini yang tenang dan sejuk memang sangat pas dijadikan tempat rekreasi, meditasi atau sekedar bersantai melepas lelah. Kata penjual minuman tadi, tempat ini telah menjadi situs purbakala yang dilindungi, namun tetap difungsikan oleh warga setempat sebagai tempat peribadatan agama Hindu sampai saat ini. Jadi di hari tertentu akan dipadati untuk bersembahyang."Nduk, kok
last updateLast Updated : 2022-10-28
Read more

Bab 30. Rencana Indah

"Sudahlah, jangan menangis lagi. Nanti kita gantian pulang ke Solo." Kak Jazil mengiburku, setelah mengantar Bapak dan Ibu di bandara. Semalam aku tidur menemani ibu di tempat Kak Jazil. Ini pun karena pemintaan Ibu, kalau tidak, mana aku berani. Bapak terpaksa pindah ke belakang, di pondok tempat Kak Jazil. Untuk pertama kalinya aku ke belakang, melihat tempat Kak Jazil tinggal saat mengantar bapak bersama ibu.Kak Jazil juga menunjukkan lahan yang akan digunakan untuk rumah kami nanti, juga berkeliling di gudang tempat tukang berkerja. Tumpukan kayu jati menggunung, barang-barang yang masih proses dan sudah selesai juga terdapat di sana-sini, hanya di tempat packing yang kelihatan bersih dan rapi, itu yang kami lihat sekarang. "Ini akan dikirim kemana, Nak Jazil?" tanya Bapak menunjuk meja kayu jati yang terlihat usang dan ada detail ukiran sedikit di ujungnya. Meja yang tidak umum menurutku. Serat kayu ditonjolkan dan kelihatan kusam namun kelihatan unik."Kalau yang ini ke Bel
last updateLast Updated : 2022-10-29
Read more
PREV
123456
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status