Home / Romansa / Kepincut Boss Ndeso / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Kepincut Boss Ndeso: Chapter 11 - Chapter 20

59 Chapters

Bab 11. Kesempatan Untuk Kita

"Halah! Orang kalau sudah jatuh cinta, tai kucing rasa coklat!" sahut Ibu memotong ucapanku yang sedang ingin membela Kak Jazil."Bu, jangan begitu. Semua tergantung orangnya," ucap Bapak menengahi kami."Itu sudah budaya, Pak. Pokoknya, Ibuk tidak mau! Tidak usah dilanjutkan! Seperti tidak ada laki-laki Jawa saja! Kalau kamu tidak bisa cari, nanti Ibu tanyakan ke teman-teman Ibu!" ujar Ibu dengan nada keras. Dari raut wajahnya, tersirat kalau yang diucapkan Ibu serius. Kekawatiranku memakin pecat melihat reaksi Ibu. Memang Bapak tidak menolak keinginanku ini, tapi melihat wanita yang melahirkanku ini bersikukuh, menyurutkan rasa percaya diri ini."Bu, dengar dulu yang diucapkan Laras," ucap Bapak berusaha mencegah Ibu yang menjauh dari layar ponsel. Samar terdengar teriakan Ibu dari jauh, “Wes sak karepmu! ”Aku menatap layar ponsel dengan gundah, Bapak dan Ibu mulai beradu mulut. Suara mereka terdengar, namun aku tidak mempunyai nyali untuk mendengarkan. Layar ponselpun menggelap t
last updateLast Updated : 2022-10-20
Read more

Bab 12. Mantan Anak Pantai

Hari ini, aku ada jadwal untuk pendampingan di perusahaan Kak Jazil. Jaz Gallery, itu nama yang dia pakai dan Mr. Jaz, panggilan untuknya dari para tamu.Tertulis di kantor memang aku keluar untuk pendampingan kerja, tapi sekarang justru terdampar di pantai bersamanya. "Pagi-pagi tidak ada yang datang. Mereka datang setelah makan siang. Jadi kita jalan-jalan dulu. Bukankan aku tidak pernah mengajakmu keluar selain sekedar makan?" ucapnya saat aku menolak diajak pergi.Aku memang malas aktifitas di alam seperti sekarang. Jalan kaki, berkotor-kotor, dan basah. Pukul enam pagi, Kak Jazil menjemputku. Perjalanan membutuhkan waktu satu jam, ditambah harus berjalan menuruni tebing. Sepanjang jalan menyusuri jalan kecil, aku menguap disela gerutuku. Rasa kantuk dan malas masih menguasai. Namun, genggaman tangan Kak Jazil yang sesekali untuk membantu, yang membuatku tersenyum. Di ujung jalan, kami disambut hamparan pasir putih dengan deburan ombak yang indah. Tidak banyak orang di sini, a
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more

Bab 13. Dari Sini Awalnya

"Tuh, kan. Belum apa-apa sudah marah?" ucapnya dengan tersenyum. "Aku bukan seperti yang kau bayangkan. Maksud kamu, anak pantai yang bisa diajak tidur, gitu?" Aku mengangguk dengan rasa kawatir menunggu jawaban. Dia tertawa terbahak-bahak, mungkin melihat raut wajahku yang terlihat aneh ini."Aku ini anak pondok. Tidak mungkin seperti yang kamu pikirkan. Dosa! " Ucapnya setelah tawa mereda."Di sinilah aku belajar bahasa Inggris. Dengan surving, aku bertemu banyak orang dari berbagai negara dengan budaya dan bahasa berbeda. Bahkan dari macam-macam profesi dan tingkat ekonomi. Dan, dari sini juga, aku memulai bisnis yang ada sekarang." Aku menatapnya dengan takjub. Dia ternyata mempunyai pengalaman yang luar biasa. Aku tidak ada seujung kukunya. Memang titelku sarjana, kursus bahasa Inggris sudah level mahir. Namun untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan mereka, aku merasa ngeri. Belum memulai bicara, lidah sudah menjadi kelu."Aku juga mendapatkan sahabat dan akhirnya mereka me
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more

Bab 14. Sibuk Berdua

Setelah matahari mulai naik, kami kembali dari pantai dan singgah di pinggir jalan. Ada payung besar warna pelangi menaungi penjual bubur yang menggunakan sepeda motor. Bubur ketan hitam dan bubur kacang hijau."Kamu mau makan di sini?" tanyanya sambil menunjuk emper toko. Berderet ruko yang masuh tutup menunggu waktu. Kami duduk tak jauh dari tukang bubur yang sibuk melayani pembeli yang mayoritas, karyawan restoran atau hotel yang berangkat kerja. Maklumlah, ini memang di mulut jalan Legian. Jalan yang menjadi surga pejalan kaki untuk belanja atau sekedar menikmati keramaian wisata."Dulu sering aku duduk di sini, mencari nasi bungkus untuk sarapan. Sekalian mencari inspirasi. Lihat kendaraan yang lewat," ucapnya dengan menunjuk jalan. "Jalan ini dua arah, namun yang ramai hanya di satu sisi. Kenapa?" tanya Kak Jazil, menutup ucapannya dengan menyuap bubur kacang hijau kental."Itu ramai di satu sisi, karena waktunya berangkat kerja," jawabku sembari menikmati bubur campur. Aku
last updateLast Updated : 2022-10-23
Read more

Bab 15. Calon Istriku

Bagaimana tidak, tubuhnya berbayang dari balutan sarung berwarna hitam. Ditambah rambut panjang yang sedikit basah. Apa dia tidak mengerti kalau penampilannya menggangguku? "Kak Jazil! Kenapa tidak ganti pakaian dulu?" "Tidak keburu, Dek. Mr. Andrew sudah dekat, aku harus siapkan berkasnya. Aku baru pulang dari mushola, eh dia telpon. Padahal seharusnya, dia datang satu jam lagi. Tolong pisahkan invoice atas nama dia, ya." Aku mengambil tumpukan nota yang disebutnya invoice tadi. "Mr. Andrew Classy Funiture?" Dia mengangguk. Iya, Mr Andrew yang memberikan kartu nama perusahaan tempatku bekerja. Yang mengantarkan Kak Jazil datang ke tempatku. "Sekalian aku akan mengucapkan terima kasih ke dia!" ucapnya sambil menghentikan sejenak yang dia kerjakan. "Kenapa?" "Karena dia, aku bertemu kamu," ucapnya dengan tersenyum, "ini berkah buatku." Ucapan yang membuatku tersanjung. Tak seberapa lama, Mr Andrew datang. Dia menggunakan mobil sport berwarna putih. Kami berkenalan sejenak
last updateLast Updated : 2022-10-23
Read more

Bab 16. Terbakar

Sekarang, kami tinggal menunggu satu lagi pelanggan. Dia orang Itali, namanya Vallentina. Kalau Valentino Rossi aku tahu, dia pembalap laki-laki yang rambutnya keriting dan bernomor empat puluh enam. Namun ini nama perempuan. Cantikkah dia?"Istirahat saja dulu, rebahan sana. Biar saya selesaikan di gudang belakang sebentar," ucap Kak Jazil menunjuk joglo kecil tempatku membersihkan badan tadi. Yah, sekalian salat Ashar, pikirku. Juga, bisa meluruskan punggung, apalagi tempat tidurnya empuk.Mungkin dia mengerti, beberapa kali aku menguap. Tadi pagi tidurku kan kurang, itulah penyebabnya.Namun, kalau aku keterusan tertidur dan tamu perempuan itu datang, bagaimana? Aku tidak bisa mengawasi apa yang terjadi. Atau .... Jangan-jangan, Kak Jazil menyuruhku supaya dia bisa bebas bersama perempuan itu? Ih, dasar laki-laki! Aku mendengus kesal, melotot ke arahnya."Kenapa? Melihatnya kok gitu? Pasti ada yang dipikirkan, ya?" Dahinya berkerut, mungkin heran dengan ekspresiku yang berubah. Ap
last updateLast Updated : 2022-10-24
Read more

Bab 17. Cihuuuyyy!

"Vallentina. Kenalkan, she is Larasati. She is my girl friend. Kami akan segera married," terang Kak Jaz. Dia menarikku dan merangkulku erat, seakan menunjukkan kalau dia sudah ada yang punya. Asyeeek! Aku senang dibuatnya. Senyumku mulai tercipta. Menatap Valentina dengan bangga.Setelah memperkenalkan diri, kami berbincang. Valentina orang yang menyenangnya. Dia bercerita banyak tentang negaranya, dan suka sekali di sini. Penduduknya ramah, makanannya enak dan bisa liburan sambil bekerja. Dia juga belanja barang di sini untuk mengisi toko yang dia punya di negaranya. Sekitar dua bulan tinggal di Bali, liburan sambil mencari barang untuk memenuhi peti kemas yang disebut kontainer yang dia pesan. "Ya, saya belanja di sini, Jawa, and Lombok. Kontainer harus penuh muatannya, kalau tidak, saya kurang untung. You know what I mean. Saya bekerja and holiday," jelasnya dengan bahasa campuran. "Saya bertemu Jaz saat surfing. Don't worry. He is a good man. Dia orang paling sopan yang s
last updateLast Updated : 2022-10-24
Read more

Bab 18. Beda Selera

Aku sudah menyerahkan laporan tentang Jaz Furniture ke kantor. Pak Lartomo, seniorku yang menerimanya."Dia masih menggunakan sistem kekeluargaan. Dimasa sekarang sebenarnya sudah tidak layak. Namun ini sistem yang paling tepat untuk usahanya. Itu yang menyebabkan berkembang pesat," jelas seniorku itu."Jadi, saya harus bagaimana? Secara teori, dari data ini, banyak yang harus dibenahi," ucapku sambil menunjuk berkas lamaranku."Begini Laras. Ketika kita menggali data dan memasukkan ke teori, tetap harus diperhatikan data sosial di sekitarnya. Seperti Jaz, belum tentu bisa jadi lebih baik kalau ada pembenahan managemen. Karena apa? Mereka terutama karyawan belum siap secara mental untuk itu. Namun, tetap harus ada pendekatan pelan-pelan," jelasnya lagi"Pendekatan yang memungkinkan sekarang di kerapian data dan pendekatan pemasaran. Untuk produksi dan tenaga kerja masih belum memungkinkan." Aku mengemukaan analisa berdasar pembicaraan dengan Kak Jazil. Memang, hubungan dengan tenaga
last updateLast Updated : 2022-10-25
Read more

Bab 19. Semakin Yakin

Aku mengangguk mengerti. Sekarang, berbanding terbalik, aku yang kelihatan orang ndesit. Untung punya guide sabar, ganteng, dan sayang.Eh!"Tapi aku ingin yang seperti itu." Tunjukku ke arah depan. Ada minuman bergelas tinggi yang berisi warna-warni."Kalau begitu, pesan ini saja. Mocktail. Itu minuman campuran yang tanpa alkohol. Sari buah dan minuman bersoda saja," jelasnya dengan sabar.Kami menyambut sore di sini. Menunggu matahari menuju peraduan sambil beradu kata. Kak Jazil menceritakan masa kecilnya. Sungguh, aku tidak mengira kisahnya membuat hati sesesak ini.Kedua orang tuanya meninggal kecelakaan saat Kak Jazil kelas lima SD. Kehilangan secara bersamaan membuat dia terpuruk. Dikarenakan hal ini, dia di titipkan di pondok pesantren sahabat orang tua Kak Jazil. Abah Haji, dia menyebutnya. Disanalah, Kak Jazil di gembleng untuk menjadi pribadi mandiri. Dibangkitkan untuk iklas akan hidup yang dijalani. Abah Haji inilah yang berperan sebagai ayah angkat Kak Jazil. "Setiap
last updateLast Updated : 2022-10-25
Read more

Bab 20. Minta Gendong

"Kak Jazil tidak langsung pulang?" tanyaku, saat kami sampai di kosku. Dia pamit ke mushola untuk salat maghrib. "Belumlah. Aku masih ingin ngobrol denganmu." * Kembali dari mushola, Kak Jazil membawa jagung bakar dan satu tas kresek belanjaan. Dia datang bersama dua teman kos dan mereka membawa minuman dan camilan juga. "Mas Jazil yang ganteng, terima kasih, ya!" Samar aku dengar ucapan mereka, kemudian berpaling ke arahku dengan teriak, " Mbak Laras! Makasih!" Aku mengangguk dan tersenyum kurang mengerti, dan baru sadar setelah mereka mengajukkan belanjaan. "Kak Jazil bayar belanjaan mereka?" Dia mengangguk. Aku menatapnya dengan otak masih memikirkan banyak kemungkinan. Mereka, Nonik dan Mayang, perempuan cantik yang berbadan bagus. Semua laki-laki tidak akan bisa menolak memandangnya. Apalagi baju yang kekecilan tak sanggup menangkup bagian dada, dan celana pendek yang mengumbar paha putih dan mulus. Kata ibu kos, mereka pekerja malam. Aku, sih, dengan mereka baik, tapi
last updateLast Updated : 2022-10-26
Read more
PREV
123456
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status