Semua Bab PEMBALASAN MANTU KAMPUNGAN: Bab 21 - Bab 30

104 Bab

021 - Kecanggungan

Hari berikutnya, di suatu pagi menjelang siang, perhatian Yusuf yang sedang menanam bibit kentang teralihkan oleh aroma masakan dari arah rumahnya. Sudah biasanya dia tak makan pagi, dan baru akan makan ketika sudah zuhur. Namun kuatnya aroma “samba balado” khas buatan ibunya itu memancing seleranya. Aroma khas dari gorengan ikan teri basah dan biji petai pun sama kuatnya. Meski Yusuf ingin meneruskan penanaman bibit kentang itu hingga tuntas, namun air liurnya tak henti menggenang di rongga mulut. Sesaat sebelum masuk waktu zuhur, dia pun memilih untuk menghentikan pekerjaan. Gambaran telur puyuh berendam dalam semua aroma yang tadi diciumnya itu sekarang memenuhi isi kepala Yusuf. Hanya saja... “Eh, masakannya mau dibawa ke mana, Mak?” tanya Yusuf, dengan raut wajah sedikit kecewa. Saat ini, Yusuf melihat semua masakan yang dibuat ibunya itu, sekarang sudah dimasukkan ke dalam beberapa rantang. Ada gorengan ikan tongkol dengan sambal lado, gulai pangek masin, dan goreng telur bu
Baca selengkapnya

022 - Rusaknya Silaturahmi

Kamar itu cukup gelap, karena jendela dan gordennya pun belum terbuka sejak pagi. Dia mengurung diri di sana, duduk bersandar di balik pintu sembari memagut kedua lutut. Pikirannya kalut, serba salah dan merasa tidak nyaman. “Apa lagi yang dicarinya ke sini?” gumamnya membatin menggigit-gigit ujung kuku jempolnya. Namun Mila tak bisa juga menyalahkan Yusuf datang bersilaturahmi ke rumah bako. Memang sudah seharusnya juga Yusuf datang mengunjungi Ande-nya itu setelah lama tak pulang. Dia terus saja menggigit-gigit ujung kukunya itu karena kesal dan rasa tak nyamannya. Hingga tiba-tiba suara Yusuf terdengar dari ruang tengah memancing perhatiannya. “Ini anak-anaknya Mila ya, Nde? Sudah besar-besar ya,” tutur Yusuf. “Iya, ini yang bungsu namanya Ridwan. Sementara kakaknya Adi, sudah masuk sekolah tahun ini,” terang Mak Leni. “Orang tuanya mana, Ande?” tiba-tiba Rayna bertanya dengan polosnya, sebuah pertanyaan yang sejatinya ingin dihindari oleh Mak Leni maupun Yusuf. “Papa belum p
Baca selengkapnya

023 - Ancaman

Kening Rendy berkerut. Pada hal sudah berkali-kali juga dia mencoba mengingatkan dirinya untuk menahan diri menjelang bisa menebus tanah itu. Namun tetap saja, emosinya selalu memuncak setiap kali melihat wajah Yusuf.“Apa lagi yang kau inginkan? Ini urusan keluargaku, tak ada hubungannya denganmu. Minggir!” bentaknya, mencoba mendorong Yusuf ke samping.Namun dia hanya bisa membuat tubuh Yusuh sedikit bergerak ke kanan. Sementara Yusuf bergeming di sana, tak sedikit pun kedua kakinya beranjak dari tempat itu.Tentu saja hal itu membuat kerutan di kening Rendy semakin menebal dengan tatapan binar yang mulai sedikit berair karena amarah. Namun tak sempat dia kembali membentak, Yusuf mendorongnya begitu kasar hingga Rendy terhuyung cukup jauh ke luar dari batas teras rumah.Rendy pun emosi dan menggulung lengan bajunya. “Pant*k! Mau cari lawan lagi kau! Hah?!”Namun Yusuf bergerak cepat dan kembali mendorong dadanya dengan sedikit mengganggu keseimbangan di kaki kiri Rendy. Rendy tak si
Baca selengkapnya

024 - Ketidakberdayaan Mila

Mila tahu keributan ini karena keangkuhan suaminya menghina Yusuf dan keluarganya di warung orang. Dia juga sadar, ini masih merupakan sisa-sisa konflik sejak mereka SMA. Namun sekarang dia merasa menjadi satu-satunya orang yang paling digencet habis-habisan oleh konflik tersebut. Jelas dia tak bisa lagi memihak pada suaminya. Bayangan akan wajah geram si suami yang hampir memukul ibunya yang sudah tua itu tak kunjung hilang dari benaknya. Begitu juga saat suaminya itu menggamparnya begitu sadis di depan kedua anak mereka. Tak mungkin lagi baginya untuk kembali pada Rendy. Sebagai wanita yang lemah, dia hanya bisa menangisi ketidakberdayaannya. Hingga kemudian, tangisannya yang lirih itu terhenti begitu ada yang mengetuk pintu dengan pelan. “Mila!” panggil ibunya berbisik lirih dari balik pintu. Mila pun bersegera menyembunyikan tangisnya, merapikan pakaian dan nampak bersiap-siap untuk membukakan pintu. “Mila! Kamu baik-baik saja, Nak?” tanya Mak Leni lagi penuh kekhawatiran. “
Baca selengkapnya

025 - Maaf Kawan

Sikap Bobby yang mengabaikan HP itu berdering terlalu lama, memancing perhatian dari Dani yang kebetulan datang berkunjung ke rumahnya.“Dilihat dari reaksimu, aku tahu itu dari Yusuf. Kenapa kamu tidak mau mengangkatnya?” tanya Dani.“Aku tahu maksud dia tiba-tiba menelepon. Tapi aku tak tahu harus berkata apa nanti jika ditanya soal ini,” balas Bobby.Kenyataannya, tak lama setelah mengantarkan Yusuf pulang ke kampung, dua kali Bobby menjadi korban tindak kekerasan.Pertama kali tepat setelah dia mengantarkan Yusuf pulang ke kampungnya. Tak jelas siapa yang menghadangnya di tengah jalan. Namun mobil kijang milik bapaknya itu rusak parah oleh tindakan vandalisme dari sekelompok orang tak dikenal. Yang jelas, mereka meninggalkan ancaman untuk tidak lagi mendekati rumah Bu Harmoko.Kedua kalinya, beberapa hari yang lalu, setelah Pak Harmoko mencoba menghubungi dan menanyakan kabar, serta memintanya kembali bekerja. Malamnya Bobby kembali dicegat oleh beberapa orang tak dikenal dengan w
Baca selengkapnya

026 - Kesalahpahaman

Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Di saat mereka susah, mereka akan bersabar dan itu baik baginya. Di saat mereka senang, mereka akan bersyukur dan itu juga baik baginya Namun sebaliknya, ada sebagian orang menampilkan sisi buruknya di saat terjepit di bawah. Ada juga sebagian lagi yang justru memperlihatkan sisi buruknya di saat sedang berada di atas. Dan yang terburuk dari itu semua, adalah dia yang selalu memperlihatkan sisi buruknya, entah itu di saat susah atau pun senang. Di hari kelima sejak peringatan yang ditinggalkan Yusuf, pada akhirnya Rendy berhasil mengumpulkan dana sebanyak Rp. 270 juta tersebut. Entah dari mana saja dia berhasil mengumpulkan sebanyak itu. Yang jelas, hari jum’at itu dia memutuskan untuk pulang lebih cepat agar bisa bersegera menebus tanah milik Yusuf. “Mila! Apa kau masih tetap akan berdiam diri di rumah ibumu itu!” bentaknya berteriak dari pintu rumahnya. Mila diam saja di kamarnya. Sementara itu, Mak Leni sibuk di ladang sembari mengawas
Baca selengkapnya

027 - Buta Oleh Keserakahan

Jidat Rendy langsung berkerut, merasa kalau saat ini Yusuf sedang mencoba mempermainkannya. Meski saat ini Yusuf memasang wajah bingungnya, dia yakin betul Yusuf berpura-pura bertampang tak berdosa, pada hal sengaja mencari gara-gara dengannya. “Tak usah berbelit kau?! Kenapa tak berterus terang saja, apa yang kau inginkan dariku. Kalau kau masih tak puas dengan kejadian minggu kemarin...” “Tunggu dulu, Ren!” Bram segera memotong agar Rendy tidak asal merusak urusan mereka dengan pihak Yusuf. Namun Rendy masih saja mencoba membentak Yusuf. “Bukan kah kau sendiri yang menawarkan padaku, bahwa kau meminta 270 juta untuk tanah itu?” Yusuf mengangkat satu alisnya, dengan raut wajah kebingungan. Jelas-jelas dia tak pernah menawarkan untuk menjual tanah itu pada dirinya. “Kapan aku berkata meminta 270 juta untuk tanah itu? Aku tidak pernah menawarkan menjual tanah itu padamu. Aku katakan, sediakan 270 juta dalam lima hari jika tidak ingin aku gusur.” Rendy pun menjadi naik pitam merasa
Baca selengkapnya

028 - Arti Hidup Bertetangga

Namun Bram yakin masih ada ruang bagi mereka untuk bisa merampungkan deal penebusan tanah itu. Bagaimanapun juga, mereka sudah terlanjur berutang yang tentunya akan terbebani oleh bunganya.“Dengar! Kita belum sepenuhnya selesai di sini. Meski dia hanya menawarkan sebagian tanah tempat kau mendirikan rumah, kau tetap tak boleh melepas tanah itu. Kau akan rugi besar. Tak hanya tanah itu, tapi juga uang 270 juta ini yang harus dikembalikan dengan bunganya,” jelasnya berbisik.“Lalu apa yang bisa aku lakukan sekarang? Toh dia tak juga mau menjualnya padaku,” balas Rendy lirih menahan suaranya.“Memang sedari awal tawaran menebus tanah itu ditujukan pada orang yang terikat dengan Perjanjian Pegang-Gadai itu. Kau hanya perlu meminta mertuamu untuk menebus tanah ini dengan uang yang sudah kita kumpulkan. Dengan begitu kau tak akan kehilangan rumahmu. Setelah itu, kau hanya perlu mencicil utang ke bank. Itu masih lebih baik dari pada kau kehilangan semuanya,” jelas Bram.Sadar bahwa itu satu
Baca selengkapnya

029 - Ludah Yang Terlontar

Sebagai orang yang berpendidikan, Bram tahu sikap Budi itu sesuatu yang benar. Tapi tetap saja dia menjadi kesal, kenapa juga tiba-tiba ada orang bersikap sok bijak seperti itu di saat dia sedang kepepet.“Kalau gitu, kenapa kau tak ikut saja sekalian?” balas Bram ketus nampak tak senang.Namun Budi masih nampak tak percaya. Pikirnya itu terlalu beresiko. Bisa saja mereka berdua nanti diapa-apakan di atas mobil.“Kalau mau ke rumah Yusuf, biar aku antar saja, Mak!” tawarnya, menatap penuh curiga ke arah Bram, dan kemudian bersegera kembali ke rumahnya.Tak menunggu lama, Budi kembali dengan matic-nya. Mak Leni menjauh dari mobil tersebut dan menghampiri anak laki-laki dari Bu Widi itu.“Terima kasih, Bud!” bisik Mak Leni lirih saat menghampirinya.Pergi lah keduanya menuju ke rumah Yusuf, dengan Bram terus mengikut dari belakang. Ketika mereka sampai di rumah Yusuf, Bram memaksa Budi untuk menjauh dan menunggu saja di motornya.“Ini urusan serius yang sifatnya tertutup. Kau tunggu saj
Baca selengkapnya

030 - Penyesalan

Memang kata orang sesal kemudian tiada gunanya. Kadang itu juga alasan kenapa sebagian orang tak kunjung mau menyesali kesalahan yang sudah terjadi. Karena sudah tak ada gunanya untuk disesali. Rendy terdiam di sana, melihat Bram langsung pergi mengabaikannya. Namun begitu, dari kebengisan dan kegeraman yang tergambar di wajahnya, tak sedikit pun terlihat dirinya diliputi penyesalan. Pada akhirnya, Rendy memilih untuk kembali ke rumahnya. Tentu saja sekarang rumah itu tak bisa dikatakan lagi sebagai miliknya. Tanah bukan dia yang punya. Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pun tak pernah diurus. Sementara itu, Mila dan kedua anaknya memilih berdiam diri di rumah Bu Widi. Dia merasa takut sejak ditinggal Mak Leni, khawatir kalau-kalau Rendy kembali lebih dulu saat ibunya itu belum pulang. Hingga tiba-tiba... “Bu, itu Papa sudah...” Mila kaget dan langsung menutup mulut Ridwan, anaknya yang paling kecil itu, dan bergegas masuk ke rumah Bu Widi.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status