Semua Bab Perempuan Rahasia Suamiku: Bab 51 - Bab 60

73 Bab

51. Sungguh Keterlaluan!

Part 50Astaga, uang sebanyak itu. Aku harus cari pinjaman kemana lagi? Lagi dan lagi kepalaku terasa begitu berat. Rasanya begitu pening. Ingin menangis tapi air mata ini tertahan. Harga diriku sebagai laki-laki ada dimana! Aku mengacak rambutku dengan kesal. Kesal dengan keadaan sendiri yang tak bisa berbuat banyak. Setelah sekitar satu jam menunggu, pintu ruang operasi terbuka dan munculah seorang pegawai rumah sakit yang memakai baju OK keluar dari pintu ruang operasi.Aku segera mendekatinya, " Itu bayi Ny. Melinda, Mbak?" tanyaku. Perawat bermasker itu memandangku sejenak. "Iya Pak, selamat, bayinya lahir perempuan, tapi berat badannya rendah karena prematur, sehingga harus masuk inkubator terlebih dahulu," jawabnya.Aku hanya menatapnya dengan pasrah saat anakku diinfus dan dipasang selang oksigen. Terenyuh melihat bayi semungil itu harus masuk inkubator. Rasanya hatiku nyeri, tak tega melihatnya begitu. Setelahnya, aku berkonsultasi dengan dokter anak yang menangani bayi m
Baca selengkapnya

52. Dia yang berhati malaikat

Astaga! Jadi ternyata uang tambahan dari Melinda itu bukan uang orang tuanya. Tapi uang ibuku dari hasil gadai sawah? Melinda, jadi kau berbohong padaku? Sungguh keterlaluan!Tanganku mengepal. Tak habis pikir dengan sikap Melinda yang pandai sekali bersilat lidah. Tapi tak mungkin aku marah-marah di depan umum. Aku juga tak ingin membuat ibu shock. Aku mengusap wajah dengan gusar. Hah, bagaimana ini? "Jadi kamu beneran gak punya uang, Damar?" tanya ibuku."Tidak, Bu. Aku bingung sekarang, sudah hubungi teman-teman juga tak ada yang membantu. Bagaimana ini, Bu? Aku merasa gagal jadi lelaki, kenapa kehidupanku pasca cerai dari Wulan malah jadi makin blangsak begini, Bu. Tak ada uang sepeserpun, apalagi buat bayar biaya operasi Melinda.""Kamu lagi butuh uang, Mas?" Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan kami. Aku menoleh dan mendapati Wulan datang bersama Naima. Wanita itu memakai gamis hijau tosca yang dipadu warna abu-abu, jilbab dengan warna senada. Ada manik-manik bros dipasang di d
Baca selengkapnya

53. Sifat dia yang sebenarnya

"Bukan masalah itu. Tapi tidak etis rasanya seorang mantan yang dulu sering menyakiti kini sering datang dengan alasan anak-anak, padahal kewajiban dan tanggung jawabmu sebagai ayah pun tidak kau penuhi. Aku tahu kok, diam-diam kamu selalu datang memperhatikan Wulan, tatapanmu juga berbeda. Kenapa? Kau menyesal telah berpisah dengan Wulan?"Aku terdiam menatap lelaki itu yang tersenyum seolah meledekku. Kalau saja dia tak menggendong Amanda, sudah kuhajar habis-habisan.Tanpa sepatah kata apapun lagi, pria itu meninggalkanku. Ah rasanya aku tak punya harga diri lagi, padahal aku cuma ingin berterima kasih.Adzan maghrib berkumandang, membuatku pergi meninggalkan ruko Amanda babyshop dan bergegas ke masjid terdekat. Kupasrahkan keluh kesahku di rumah Allah ini. Ya, aku menyesal. Sangat menyesal selama ini selalu jauh dariNya.Tanpa terasa butiran bening menggenang di pelupuk mata, dada masih terasa sesak. Aku bangkit menuju teras usai melaksanakan salat maghrib berjamaah. Menghirup uda
Baca selengkapnya

54. Mantan merepotkan

Alhamdulillah, aku sangat bersyukur, hari-hariku berjalan dengan lancar. Rumah yang sudah kuiklankan pun sudah laku terjual. Semudah ini Allah membuka jalanku. Toko Amanda babyshop juga makin ramai pengunjung. Di belakang ruko aku tengah membangun ruangan yang lain, ruang keluarga, kamar juga dapur. Pintunya dari samping. Sengaja, agar lebih luas dari sebelumnya. Uang untuk pembangunan ruko ini dari hasil jual rumah. Dua puluh juta kuberikan pada Mas Damar, kebetulan dia sedang kesulitan uang. Ibunya saat itu menangis di hadapanku. Tapi aku tak mau tahu lebih dalam lagi ada masalah apa gerangan. Sudah cukup hubunganku telah selesai dengannya. Kini aku mantap membuka lembaran baru. Itupun karena anak-anak sangat dekat dengan Mas Ranu. Ya, atas pertimbangan anak-anak yang membutuhkan sosok ayah yang tak mereka dapatkan dari Mas Damar. Mereka begitu dekat meski tak ada ikatan darah. Mas Ranu yang penyayang anak kecil, belum lagi ibunda Mas Ranu yang menaruh harapan besar padaku, lalu N
Baca selengkapnya

55. Babak Belur

"Iya, istri mantan suamimu. Tapi kenapa bisa sama calon suaminya Naima?"Aku termenung sejenak melihat pemandangan itu. Melinda habis melahirkan tapi bisa pergi-pergi begitu? Lalu bayinya sama siapa?"Apakah itu yang namanya Sandi, Mas?""Ya.""Bukannya waktu itu Naima cerita kalau dia gak jadi terima lamarannya?""Hmmm ya itu benar, tapi sayangnya kedua orang tua mereka memaksa kalau Naima harus jadi menikah, mereka tak ingin malu. Ayahnya si Sandi itu katanya sampai masuk rumah sakit.""Tapi kasihan Naima kalau begini terus. Calonnya gak pernah cinta, malah pergi sama perempuan lain, istri orang pula. Atau mereka temenan ya?""Aku lagi rekam videonya dulu, nanti kita berikan pada Naima juga mantan suamimu.""Aku gak ingin Naima merasakan apa yang kurasakan, Mas. Mumpung belum jadi lebih baik gagalkan saja rencana pernikahan mereka.""Ya, aku akan bantu ngomong ke orang tuanya. Mungkin karena tuntutan umur Naima tak muda lagi ya makanya orang tua mereka ingin dia segera menikah." Mas
Baca selengkapnya

56. Sakit tak berdarah

Pagi hari mulai menyapa, mentari sudah menampakkan sinarnya yang keemasan.Ibu dengan semangat menjemur tubuh mungil Syifana di depan rumah seraya bersenandung kecil. Aku tersenyum melihat ibu yang penuh sayang pada Syifana. Namun pemandangan berbeda terjadi pada Melinda. Usai sebulan melahirkan, dia mulai bisa beraktivitas kembali, tapi anehnya ia tak mau menggendong Syifa atau menimang-nimangnya. Semua kerjaan rumah pun diambil alih oleh ibu. Aku tahu ibu pasti sangat kelelahan. Tapi ia tak berani bilang padaku. Hanya terkadang aku melihat ibu mengurut kakinya sendiri atau sesekali memijat kepalanya. Ah, kasihan sekali ibu. Tapi aku gak bisa berbuat apa-apa lagi.Aku merasa sangat bersalah pada ibu, kantung mata hitamnya tercetak jelas, begitu pula dengan gurat kelelahan di wajahnya, tak jarang aku menemukan ibu yang tampak tertidur sembari menunggui bayiku. Lalu terbangun saat menyadariku pulang kerja.Aku menghela nafas dalam, menoleh ke arah pintu dan melihat sosok Melinda denga
Baca selengkapnya

57. Awas saja kalau kau pulang!

"Iya. Oh ya, Damar, ibu juga minta, kamu siapkan uang 25 juta itu, Nak, buat nebus sawah ibu sebentar lagi waktu gadainya akan habis. Ibu gak mau kalau harus kehilangan sawah penghasilan ibu satu-satunya."Aku menghela nafas berat. "Iya Bu, aku akan mengusahakannya. Ayo Bu, aku antar ke terminal ya, Bu. Aku juga sudah WA ke Farah buat jemput ibu di terminal sana."Ibu mengangguk lesu."Tunggu sebentar, Bu, aku akan bangunkan Melinda dulu," ucapku. Kugendong Syifana dari box bayi lalu menuju kamar. Di atas ranjang masih berbaring seorang wanita, matanya masih terpejam sempurna. Lagi, aku membuang nafas panjang. Malas sekali Melinda, padahal waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Sebenarnya hari ini weekend jadi aku libur ngantor.Kuletakkan Syifana di samping ibunya. Tapi sayang, bayi mungilku justru menangis. Melinda mengerjap lalu memandang ke arah bayi kami. "Mas, kenapa Syifana dinawa kesini?" tanyanya seolah tak suka."Ya, kamu jagain dia. Aku mau ngantar ibu.""Hah? Mau ngan
Baca selengkapnya

58. Mengatur Rencana

Pov Melinda"Aku bosan dengan kehidupan seperti ini, Mas! Aku benci dengan semuanya! Aku benciiii, semua berjalan tak sesuai dengan yang kuinginkan! Kamu miskin, anak yang gak sempurna, ini semua gara-gara Wulan! Rasanya ingin kuhancurkan saja wanita itu!"Emosiku sudah memuncak di ubun-ubun. Semua terjadi karena insiden kecelakaan kala itu, aku harus melahirkan sebelum waktunya. Dengan rasa sakit yang hebat, di ambang kematian. Aku muak sekali. Sangat muak. Apalagi Mas Damar terus saja memuji-muji Wulan. Sang mantan kesayangannya itu. Membuat rasa sakitku makin berlipat. Ya, tentu saja sakit, di saat aku kesakitan berjuang antara hidup dan mati dia justru mendewikan Wulan dan memujinya. Kuserahkan saja putrinya untuk ia urus sendiri. Apalagi saat kutahu kalau semua biaya rumah sakit dibayar oleh Wulan. Laki-lakiku kini sudah kere, tak punya harta sepeserpun. Begitu pula dengan ibunya, yang hanya menjadi benalu di rumah tangga anaknya. Untunglah tenaganya berguna untuk merawat Syifa
Baca selengkapnya

59. Pesan dari nomor asing

Bruukk ...!Aku menoleh, mendapati Amanda yang jatuh terduduk karena belajar berjalan. Untunglah dia tak menangis. Segera menghampiri bayi mungilku yang kini usianya hampir 12 bulan. “Sayang, hati-hati ya, ayo belajar jalan lagi,” sahutku dengan sebuah senyuman. Ya, menjadi wanita yang sibuk bekerja, aku tetap tak boleh melalaikan tanggung jawabku sebagai seorang ibu. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk kedua buah hati serta menyayanginya dengan sepenuh hati, jiwa dan raga.Amanda mulai mengoceh kembali seraya memasukkan jarinya ke mulut. "Makan biskuit aja ya sayang," ujarku seraya memberi biskuit padanya.Tak lama terdengar pintu penghubung ke toko diketuk, aku membukanya mendapati pegawaiku tersenyum.dan menyerahkan sebuah paket padaku."Permisi, Bu, ini ada kiriman paket, Bu.""Oh iya, terima kasih ya.""Iya Bu, sama-sama."Gadis itu kembali ke.tempatnya. Begitu pula denganku, bergegas kembali ke ruang keluarga. Keningku mengernyit mengamati kotak paket kecil itu.
Baca selengkapnya

60. Hari istimewa

“Benarkah, Mas?”Mas Ranu mengangguk. “Kamu hati-hati ya, tetap waspada, kalau ada apa-apa kabari aku ya. Nanti aku keluar sebentar untuk beli cctv lagi. Biar dipasang di depan tokomu. Biar gak cuma di dalam saja."“Iya, Mas, terima kasih,” jawabku lagi.“Dan akhir-akhir ini, aku juga sering dapat kiriman paket misterius," ujar Mas Ranu lagi."Paket apa, Mas?""Karyawanku yang sering terima. Kadang paket kosong, kadang juga hanya berisi rumput kering, atau setangkai bunga mawar yang layu, entah apa maksudnya. Aku yakin ini bukan kerjaan orang iseng, tapi memang disengaja."Aku mendengarkan dengan seksama. Dia menghela nafas panjangnya."Apakah mungkin itu kerjaannya Yasmin, Mas?" tanyaku."Bisa jadi. Aku pergi dulu ya, nanti aku kesini lagi. Untuk sementara waktu kamu dan anak-anak jangan keluar dulu. Di dalam sini lebih aman dari pada di luar. Kalau kamu butuh sesuatu tinggal hubungi aku saja.""Iya."Lelaki itupun pergi. Aku masih memikirkan kata-kata Mas Ranu. Apa benar ada yang in
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status