Home / Pernikahan / Perempuan Rahasia Suamiku / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Perempuan Rahasia Suamiku: Chapter 61 - Chapter 70

73 Chapters

61. Pulang tengah malam

"Mel, tunggu sebentar Mel! Jangan tarik-tarik begini kasihan Syifana!" Melinda tetap berjalan dengan cepat hingga terkadang langkahku menabrak meja makan."Aku kesal banget sama wanita itu. Lihat saja senyumannya seperti mengejekku. Hhhh!" gerutu Melinda."Maaf Pak, Bu, ini ada apa ya? Kenapa kalian tidak menikmati hidangan dan pestanya dulu?" tanya salah seorang penjaga menghentikan langkah kami.Melinda masih mengumpat dengan raut wajah tak suka. Terlihat jelas kalau dia benar-benar kesal."Maaf Pak, istri saya kebelet, makanya buru-buru mau pulang," sahutku.Mata Melinda membulat mendengar ucapanku."Di sebelah sana ada toilet, mari silakan ikut saya, Pak, Bu," sahut penjaga itu lagi. "Eh, tidak perlu, Pak, istri saya tidak nyaman, jadi kami langsung pulang saja.""Ya, baiklah, silakan."Pria bertubuh tegap dan kekar itu mempersilakan kami pergi. Dalam hati kecil bergumam, keren sekali Ranu, pesta pernikahan dijaga sampai sebegininya. Mewah juga megah, Wulan juga terlihat sangat
Read more

62. Penyesalan terdalam

Aku benar-benar berada diambang batas kesabaran. Perasaan begitu kacau tak terkira.Keesokan paginya, gegas aku langsung bersiap-siap, sekaligus membawa perlengkapan Syifana. Ibu adalah tempat pulang yang terbaik dari pada dimanapun. Meski tinggal dalam satu rumah, tapi Melinda seolah tak peduli lagi padaku."Mel, kami mau pulang ke rumah ibu."Dia melirik ke arahku. "Ya, pulang saja, aku tak bisa ikut denganmu. Harus kerja," jawabnya cuek.Aku hanya tersenyum getir, melangkah pergi meninggalkan kontrakan ini. Menuju ke pool tempat Bus berada. Empat jam perjalanan naik Bus sembari menggendong si kecil yang sesekali merintih dan menangis."Sabar ya, Sayang. Bertahanlah kita akan ke rumah nenek. Nenek yang akan selalu menyayangimu," ucapku dengan mata berkaca-kaca.Sampai di rumah, pulang disambut oleh tangisan ibu. "Kalian datang? Mana Melinda?" tanya ibu sembari celingukan. "Dia gak ikut, Bu.""Aduh, aduh, cucu nenek sayang ... Dah agak besar ya sekarang." Ibu menciumi Syifana denga
Read more

63. Hadiah untuk para pengganggu

"Ayo kita hancurkan wanita itu. Kita hancurkan kelemahannya lebih dulu. Dia sangat menyayangi anak-anak 'kan? Kalau kita hancurkan mereka, dia juga akan ikut hancur. Gimana menurutmu, Mel?"Dua orang wanita itu terlibat obrolan serius. Mata Melinda membelalak. "Ti-tidak, Yasmin, gue gak mau kalau harus berurusan dengan polisi.""Halah, cemen lu! Katanya lu benci banget sama dia, diajakin gini aja kagak mau! Lu tinggal pisahin aja Wulan dengan anak-anaknya. Bakalan stress dia."Melinda terdiam sejenak. Kata-kata sahabatnya itu memang benar. Kalau ingin hancurkan orang, maka hancurkan dulu orang kesayangannya. Tapi dia juga masih waras, kalau berhubungan dengan anak-anak adalah kejahatan yang serius.***"Aaarrggghhh!!" Yasmin menggerutu dengan kesal. Ia membuat semua barang yang ada di hadapannya berserakan di lantai. Ia tak menyangka semua usaha untuk menghancurkan Wulan gagal. Ya, Wulan ternyata tak selemah yang dia kira. Saat ia menebar teror pesan, Wulan membalasnya dengan lebih m
Read more

64. Nasib Damar dan keluarga

Aku sudah tak bisa berpikir lagi, terlalu sakit di ulu hati. Ingin pergi menenangkan diri. Melipir dan beristirahat sejenak di masjid terdekat di kompleks perumahan. Merenung cukup lama di sini. Silih berganti potongan-potongan masa lalu yang seperti puzzle menghantui. Rasanya begitu menyesakkan dada. Segera bangkit berdiri, lalu mengambil wudhu dan melaksanakan salat taubat. Ya Allah ... selama ini banyak sekali kesalahan yang telah kuperbuat. Jauh dari Engkau hingga berbuat semau sendiri. Sekarang aku benar-benar menyesal. Teguran ini membuatku sadar kalau aku hanya orang yang hina. Hati sedikit lebih tenang, aku baru ingat kalau motor masih tertinggal di kontrakan. Melangkah kembali menuju ke rumah kontrakan, belum sampai di sana, aku melihat Melinda dan pria itu sedang diadili warga. Mereka hendak melaporkannya ke polisi. Biarkan sajalah, biar jadi pelajaran untuk mereka. Usai mereka semua pergi, aku baru mendekat. Terkesan pengecut memang. Tapi aku tak sanggup membayangkan ist
Read more

65. Malam Spesial

Satu hari yang begitu istimewa, acara demi acara terlewati dengan baik. Aku tak menyangka, banyak tamu undangan yang pada hadir. Rasanya seperti mimpi, aku menikah lagi bahkan dibuatkan pesta semeriah ini. "Terima kasih ya sudah mau jadi istriku," ujarnya sambil tersenyum. Aku mengangguk. Tak lama Mas Ranu mengecup keningku dengan lembut. "Hari ini kita pulang ke rumah ya, ya menginaplah selama beberapa hari setelah itu terserah kamu mau tinggal dimana," ucapnya lagi."Iya, Mas."Malam harinya, setelah pernikahan selesai, kami langsung dibawa pulang ke rumah Mas Ranu. Selama jalannya acara, anak-anak juga tak menangis, mereka bersama Naima juga ibu."Ranu, Wulan, kalian istirahatlah. Raffa dan Amanda biar Bik Waroh yang mengurusnya," ujar ibu. Di sampingnya sudah berdiri wanita yang berumur 45 tahunan, tersenyum ke arah kami.Aku menghampiri Amanda yang masih digendong oleh Naima. Dia tengah tertidur pulas. Kuciumi sebentar gadis mungilku ini. Sementara Raffa tengah duduk di sofa,
Read more

66. Hadiah istimewa

“Aku mencintaimu, Wulan. Mari kita raih bahagia bersama,” ujarnya lembut.Aku mengangguk lagi, entah mulai dari mana bunga-bunga cinta ini hadir dalam hatiku. Saat bersamanya terasa begitu damai juga nyaman.Ting ting ting, denting suara notifikasi pesan WA membuyarkan kami. Aku menatap ponselku yang menyala dan berkedip-kedip sebagai tanda banyak pesan yang masuk.“Handphonemu bunyi, Wulan, coba dilihat dulu, mungkin ada yang penting,” ujar Mas Ranu. “Iya, Mas. Emmh aku sekalian mau ganti baju dulu,” jawabku kikuk. Mas Ranu mengangguk sambil tersenyum melihat salah tingkahku. Dia duduk di bibir ranjang sembari terus memperhatikanku.Aku membuka pesan yang dikirim oleh Naima. [Wulan, jangan lupa kado dariku dibuka dulu. Kadonya sudah kutaruh di dekat lampu tidur][Kau harus tampil cantik dan mempesona di hadapan suamimu][Semangat ya Wulan, semoga malam pertamamu dilalui dengan indah][Aku yakin, Mas Ranu takkan mungkin mengecewakanmu. Dia kalau sudah jatuh cinta, pasti bakalan cin
Read more

67. Pelakor kena karma

"Ada apa, Mas?""Ada yang mengacau di toko," sahutnya. "Mereka sepertinya komplotan, security dibuat babak belur, kaca toko dihancurkan, mungkin mereka juga mengambil isinya serta uang yang masih ada di brankas kasir."Dia menghela nafas dalam-dalam. "Rampok?"Mas Ranu mengangguk. "Tapi kau tenang saja ya, nanti akan kubereskan. Aku harus berangkat sekarang, mau cek ke lokasi dulu.""Mas mau langsung pergi?""Iya."Wajah lelaki itu tampak begitu tegang. Ia meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja serta jaket agar tubuhnya sedikit hangat. Aku mengantarnya sampai teras depan. "Sayang ...""Ya, Mas?""Tolong jangan beri tahu ibu m3ngenai hal ini, aku takut beliau drop lagi. Bilang saja aku ada urusan di Butik yang gak bisa ditinggal," ujar Mas Ranu kemudian."Iya, Mas.""Maaf ya.""Tidak apa-apa, Mas, semoga masalahnya cepat selesai ya, Mas.""Terima kasih, Wulan." Aku meraih punggung tangannya lalu menciumnya dengan takdzim. "Mas, hati-hati.""Iya, Sayang. Makasih ya. Kau tena
Read more

68. Bertemu Damar

Tetiba sebuah sentuhan lembut di pundak membuyarkan pikiranku. "Ada apa, Sayang? Kamu kenapa? Kok di sini?" tanya suara seorang laki-laki yang kini mengisi hari-hari sepiku.Aku menoleh dan menatapnya yang tengah keheranan."Mas, tadi aku lihat Melinda.""Melinda istri mantan suamimu itu? Dimana? Apa dia menyakitimu lagi?""Ah tidak-tidak. Tapi aku sungguh tak percaya dengan keadaannya sekarang.""Maksudmu?""Dia kok kayak jadi gembel ya, Mas," jawabku heran."Gembel?""Iya, tadi dia ngorek-ngorek tong sampah, Mas, sepertinya cari makanan. Jadi aku beri saja kotak nasi. Eh setelah kulihat termyata dia Melinda, dia langsung lari."Mas Ranu masih diam memperhatikanku bicara. "Penampilannya juga lusuh, kumal banget, Mas. Kasihan kalau memang benar itu Melinda.""Kenapa kasihan?""Bukannya dia masih punya bayi.""Sayang, apa kau tidak ingat dulu pernah disakiti olehnya?" pertanyaan Mas Ranu seketika membungkam mulutku."Mungkin itu bentuk teguran dari Allah agar dia sadar dan bisa berta
Read more

69. Karma tak semanis kurma

Sudah lebih dari satu minggu aku di rumah. Panggilan kantor tak kugubris lagi. Ini dikarenakan Farah yang sering kumat, berteriak histeris bahkan tak segan menyakiti dirinya sendiri. Ibu sudah kewalahan, selalu menangis tanpa bisa berbuat apa-apa. Apalagi akhir-akhir ini Syifana pun sering sakit-sakitan, panas dan tak berhenti menangis. Mungkin dia pun merasa terganggu dengan teriakan Farah.“Farah! Jangan seperti ini, Dek! Jangan sakiti dirimu seperti ini, Dek!” pekikku seraya mengambil cutter di tangannya. Lalu kupeluk tubuhnya yang terguncang. Kubiarkan dia memukul-mukul tubuhku. Rasanya benar-benar perih. Sangat perih melihat adikku hancur. Aku benar-benar tak tega. Wajah cantiknya sudah tak karuan. Mata merah yang sembab, bahkan rambutnya yang berantakan sungguh membuatnya sangat miris. Sudah hilang keceriaan dan semangatnya untuk hidup gara-gara lelaki biadab. Andai kutahu siapa pria yang begitu tega membuat adikku sampai seperti ini, pasti sudah kuhabisi dia.“Dek, ini adalah
Read more

70. Roda berputar

Saat ini, aku hanya seorang pengangguran, uang kompensasi yang kuterima sebagian kuberikan pada ibu, dan sebagian lagi untuk peganganku, untuk bensin dan makan di luar serta kebutuhan mendadak yang lain. Alhamdulillah, setidaknya aku merasa lega saat Farah perlahan membaik. Ia tak lagi menjerit atau berteriak histeris seperti di kampung. Ia pun mulai mau diajak mengobrol.Surat lamaran pekerjaan sudah kulayangkan ke beberapa perusahaan, tapi belum ada kejelasan. Jadi aku melamar ke tempat pekerjaan lain. “Bu, hari ini aku mau lamar kerja.”“Melamar kerja dimana?”“Di Mall Bu, kata orang sedang butuh cleaning service.”“Kamu gak apa-apa kerja begituan?”“Iya, Bu. Aku tidak apa-apa. Akan kubuang gengsi ini jauh-jauh. Dari pada nganggur, yang penting dapat penghasilan untuk memenuhi hidup kita.”“Terima kasih ya, Nak. Kamu sudah berubah sekarang, semoga Allah meridhoimu.”“Aamiin, Bu. Keadaan yang membentuk kita jadi seperti ini ya, Bu.”Ibu mengangguk seraya tersenyum simpul. Kita dide
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status