Home / Romansa / DUSTA LELAKI BERGELAR SUAMI / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of DUSTA LELAKI BERGELAR SUAMI: Chapter 11 - Chapter 20

95 Chapters

Tekad Bram

Bram meremas kemudi. Ingin rasanya dia berteriak. Dia tidak ingin kerja keras Papa Lin dan Kakek Harimurti sia-sia. Dia tidak ingin tampuk pimpinan perusahaan berpindah ke Randy, anak Tante Adisti.Bram mengembuskan napas kasar. Dia melirik ke jam mewah di tangan kanannya, hampir tengah malam. Lelaki itu menarik kunci mobil, kemudian membuka pintu dan membantingnya dengan kasar. Bram memasuki kamar yang temaram. Elya telah mematikan lampu utama. Wanita itu tertidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Dari ujung kepala sampai ujung kaki. Bram tersenyum. Dia sudah sangat hafal kebiasaan Elya. Bahkan di cuaca panas pun, Elya tetap tidur seperti itu.Bram memutuskan untuk mandi. Badannya lengket, gerah. Seharian meeting menemui rekanan bisnis, kemudian dilanjut dengan acara lamaran Kenny –anak Om Ridho–. Badannya belum tersentuh air sama sekali.Saat membuka pintu kamar mandi, Bram disambut dengan wangi aromatherapy yang sangat disukainya.Dua buah lilin berukuran besar menyala, sa
Read more

Kau Tidak Punya Hak!

Aroma wangi duo bawang berpadu dengan gurihnya aroma mentega, semerbak memenuhi dapur.Bram tersenyum. Dia meletakkan tas kerjanya di meja makan, lalu menghampiri Elya yang sedang sibuk berkutat dengan wajan dan printilan lainnya.Bram meraih pinggang Elya. Wanita menoleh, merasakan pipinya bertemu dengan pipi Bram."Iiih … cukuran sana! Gatel tau." Elya meringis terkena bulu-bulu halus di sekitar jambang Bram.Bram tertawa. Biasanya tiap hari dia mencukur bulu halus di sekitar jambangnya, tapi ini sudah tiga hari dia tidak bercukur. Terlanjur pusing dengan banyak hal, sehingga sedikit melupakan penampilan. Tapi sebenarnya, Bram terlihat lebih jantan dengan tampilan bulu halus menghiasi wajahnya."Masih lama, Nyonya Elya?" Bram mengintip ke wajan.Elya mendorong Bram agar duduk di kursi."Stay!" Elya mengacungkan sutil ke dada Bram.Bram tertawa. Dia mengambil segelas jus buah jambu biji merah yang telah disiapkan Elya. Segar. Minuman favoritnya di pagi hari.Tak lama sepiring nasi g
Read more

Telak!

"Sayangnya, aku tidak mau menerimanya." Elya tersenyum. Santai mengelus dada Bram."Elya, tolonglah. Jangan buat rumit masalah ini." Suara Bram terdengar frustasi."Mas kira aku suka dikatakan meng-gan-tung-kan hi-dup padamu?" Elya tertawa kecil. Dia nemberikan penekanan pada beberapa kata. Mengembalikan ucapa Bram beberapa waktu lalu kepadanya."Sudahlah, Mas. Aku malas berdebat. Nanti kita terlambat." Elya mengambil tasnya di meja rias dan bergegas menuju pintu.Bram mendahului langkah Elya. Dia membuka pintu dan menutupnya kembali dengan cepat. Bunyi kunci berputar terdengar.Elya menendang pintu kamar sekeras-kerasnya saat mendengar bunyi mobil Bram menjauh.Elya terduduk, menghapus air matanya yang mengalir begitu saja. Bagaimana bisa selama ini dia tertipu oleh lelaki seperti Bram? Lelaki egois yang hanya memikirkan pandangan orang lain padanya. Lelaki pengecut yang selalu ingin terlihat sempurna, dengan mengorbankan perasaan Elya.Elya tergugu. Sungguh dia lelah dengan semua. S
Read more

Perseteruan dengan Ranti

"Kau yakin aku yang mandul, Ran? Bukan masmu?" Mati-matian Elya menahan diri agar tidak terpancing emosi."Apa maksudmu, Elya?" Mama Vania memegang bahu Elya."Mas Bram yang bermasalah, Ma." Lima kata itu ringan saja meluncur dari mulut Elya.Sementara di pintu, Bram yang kembali lagi karena flashdisknya tertinggal, mematung. Kaku. Jantungnya seakan berhenti. Mulutnya kelu mendengar kalimat Elya.Elya menatap Bram. "Sampai kapan semua kebenaran ini bisa kau simpan, Mas? Bantahlah, patahkan kata-kataku kali ini.Tunjukkan padaku, bagaimana caranya kau menyimpan semua dengan rapi, selama bertahun-tahun yang telah kita lewati."Elya tersenyum. Sementara ketiga orang di depannya mematung. Kaku. Muka-muka pucat. Bibir yang bergetar.Elya bersorak dalam hati. Senyum itu semakin mengembang."Ayo, Mas. Patahkan kalimatku ….""Gila!" Ranti menyandarkan badannya ke sandaran kursi. Dia Memijat kening. Kepalanya mendadak pusing."El?" Mama Vania menggoyang bahu Elya pelan.Elya memejamkan mata. An
Read more

Rencana Perjodohan

"Tadi Mas bertanya tujuanku datang kesini, kan? Tujuanku untuk memberi tahu secara langsung pada wanita ini, agar bersiap-siap dengan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Didepak dari keluarga Harimurti."Elya menegakkan badan. "Habislah hidupmu, Elya! Perempuan mandul yang dicampakkan suami." Suara Ranti melengking."Jaga mulutmu, Ran!" Muka Bram memerah."Dia Kakakmu. Kau hina dia, sama saja dengan kau menghinaku!" Suara Bram terdengar serakElya terbahak dalam hati. "Dia memang menghinamu, Mas. Lelaki mandul yang dicampakkan istri.""Kenapa kau sangat membenciku, Ran? Apa salahku?" Elya bertanya lembut. Suaranya terjaga, tenang seperti biasa."Kau ingin tahu, El?" Ranti menatap Elya."Karena kau, Mas Bram belum mempunyai keturunan sampai hari ini. Karena kau, Mama dan Papa harus menanggung malu di depan keluarga besar." Mama Vania bergeser, duduk di samping Ranti. Dia mengusap punggung Ranti perlahan. Berusaha menenangkannya."Betapa memalukannya, pimpinan tertinggi perusahaan
Read more

Dari Hati ke Hati

Dress semi formal di bawah lutut, dengan bahu sedikit terbuka melekat indah di tubuh Elya. Warna merah menyala, kontras dengan kulitnya yang putih. Dilengkapi dengan sepatu hak tinggi berwarna senada setinggi sembilan sentimeter, membuat kaki jenjang Elya terlihat dengan jelas.Rambut disanggul ala pramugari, membuat leher putih dan mulus Elya terpampang dengan sempurna. Jepitan kecil berbentuk sekuntum bunga dengan lima buah kelopak, menempel manis di rambutnya. Masing-masing kelopak terbuat dari berlian berwarna merah menyala, sama dengan warna dress yang dikenakan Elya.Berkelas dan berani, kesan yang ditampilkan Elya, saat pertama kali orang melihat penampilannya malam ini."El …." Bram menahan tangan Elya saat dia akan membuka pintu mobil.Elya mengurungkan niatnya keluar dari mobil. Dia menoleh pada Bram yang terlihat sedikit kurang baik. Namun, wajah dingin dan tegas itu mampu menutupi kegugupannya.Bram terlihat sangat berwibawa menggunakan setelan j
Read more

Pengecut!

"Aku berbohong tentang kemandulanku. Kau tidak pernah bertanya kenapa, El?" Bram menelisik wajah Elya. Berusaha membaca raut wajah wanita cantik itu."Aku tahu, kau terlanjur sakit hati dibohongi dan dijadikan tameng olehku selama bertahun-tahun, sehingga kau memutuskan membatukan hati, tidak peduli apapun alasannya." Bram menyeka ujung matanya yang berair."Izinkan aku menjelaskan kenapa aku melakukannya, El." Bram menatap Elya. Meminta izin.Aduh! Bram mendesah, mata Elya basah."Awalnya aku tidak yakin kau tulus mencintaiku, El. Seperti wanita kebanyakan, kau tenggelam dalam cinta yang kupersembahkan dan harta yang kuberikan." Bram menjeda kalimatnya.Bunyi AC mobil berdesing. Dingin menyentuh kulit bahu Elya yang terbuka. Sedingin hatinya kini, pada lelaki bergelar suami di depannya."Aku berpikir tidak akan masalah bagimu, menerima semua hinaan itu. Karena tujuanmu adalah harta, aku yakin kau bisa menahan semuanya." Bram men
Read more

Kekalutan Bram

Elya membuka pintu mobil, membantingnya dengan keras.Bram mendesah.Kepalanya pusing. Dia takut kehilangan Elya, takut tidak menjadi pimpinan perusahaan lagi, takut mengecewakan Papa Lin. Dia takut akan banyak hal. Dibalik sikap dingin Bram, bertahun dia menyimpan ketakutan itu sendirian.Bukan tanpa alasan dia menolak berterus terang pada Papa Lin dan Mama Vania. Dia tidak mau membebani masa tua mereka. Dia ingin kedua orangtuanya hidup damai di masa senja, setelah perjuangan berat dulu di masa muda.Selain itu, dia anak sulung laki-laki, tumpuan harapan keluarga. Bagaimana mungkin dia membuat khawatir mereka dengan kondisinya seperti ini?"Elya …." Sekali lagi Bram menyebut nama Elya. Dia menghela napas untuk yang ke sekian kalinya."Andai kau tahu fakta ini nanti, El. Semua tidak akan kacau begini!" Bram mendesis dan memukul kemudi mobil.Bram lulusan salah satu perguruan tinggi terbaik di luar negeri. Dia meraih gel
Read more

Luka Itu Menganga

"Tasmu tertinggal, El." Bram menyerahkan tas tangan Elya. Tas mewah berwarna merah menyala, dengan warna emas melingkari pinggirannya.Lucu sekali melihat Bram yang sangat jantan itu menenteng tas tangan milik Elya. Mengundang senyum di bibir Elya dan Mama Vania. Sementara Ranti semakin gusar melihat pemandangan itu."Hellooooooo … Mas Bram, hei! hei! Sadar!" Ranti menjentikkan jari telunjuk dan jempol di muka Bram."Sebegitu bucinnya Mas ke wanita ini?" Ranti menunjuk Elya dengan dagu."Pakai pelet apa sih? Ampuh banget!""Ranti! Jaga ucapanmu, dia Kakak iparmu." Bram menatap Ranti tajam."Tenang saja, Mas. Sebentar lagi sudah bukan." Ranti tersenyum sinis."Ranti!" Bram mengepal tangan.Sementara Elya hanya menatap Ranti datar. "Kau kira aku mau terus bersama masmu? Aamiin, semoga sebentar lagi aku terbebas dari lingkaran keluarga menyebalkan ini." Ingin sekali rasanya Elya meneriakkan kalimat itu di wajah Ran
Read more

Membungkam Ranti

"Beberapa bulan belakangan, Frans jarang ikut acara keluarga, Ran?" Elya melanjutkan melangkah.Dia tidak menanggapi omongan Ranti barusan. Elya menyimpan kesal itu di dalam hati. Bukan caranya menunjukkan emosi di depan lawan."Jangan mengalihkan pembicaraan, Elya, kau –""Kau ingin aku menanggapi omonganmu bagaimana memangnya?" Elya tersenyum, memotong ucapan Ranti. Langkahnya anggun memasuki teras rumah Kakek Harimurti.Rumah dua lantai dengan halaman yang sangat luas itu terlihat sangat megah. Bergaya khas Eropa, menggunakan cat putih gading dengan pilar-pilar besar. Mewah. Kesan pertama saat melihat rumah itu.Ranti berdecak sebal. Dia selalu kalah setiap adu omongan dengan Kakak iparnya itu. Jauh di dalam hati dia mengakui, selain cantik, Elya juga wanita yang baik. Dia bisa melihat bagaimana cara Elya memperlakukan dan menghormati Bram selama ini.Wajar sebenarnya jika Bram begitu memuja Elya. Namun, melihat bagaimana kedu
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status