Home / Romansa / DUSTA LELAKI BERGELAR SUAMI / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of DUSTA LELAKI BERGELAR SUAMI: Chapter 51 - Chapter 60

95 Chapters

Kecurigaan

"Beberapa hari yang lalu, waktu aku mampir ke kantor. Ada petugas kebersihan yang sedang membersihkan ruangan, Mas. Kulihat dia memasukkan obat ke dalam gelas minuman. Saat kutanya, katanya itu suplemen yang Mas Bram titipkan padanya untuk disiapkan setiap hari." Elya menjelaskan panjang lebar. Tangannya meremas bahu Bram pelan.Suaminya itu menatap Elya bingung. Bram masih berusaha mencerna setiap ucapan yang keluar dari bibir merah menantang milik istrinya."Mas sedang melakukan pengobatan? Atau terapi kesuburan?" Elya bertanya hati-hati.Bram masih terdiam. Seketika otaknya buntu."Sebegitu kuatkah daya tarik Rossa, Mas? Sehingga baru beberapa hari menjadi istrimu, dia berhasil membuat Mas mau melakukan terapi. Sementara aku, bertahun-tahun membujukmu, tetapi …" Elya terisak. Hatinya perih akhirnya harus membawa nama Rossa dalam pembicaraan mereka."El, aku –"Dering ponsel Elya memotong ucapan Bram. Elya bergegas melihat siap
Read more

Hamil?

"Bisa minta waktu sebentar Kakek, Om, Tante semua?" Rossa mengangkat tangan sambil sedikit menggoyangkannya.Ruangan itu mendadak hening. Percakapan-percakapan terhenti. Ini acara kumpul keluarga besar pertama sejak pernikahan Bram dan Rossa, sepulang bulan madu mereka."Ada apa, Ros?" Kakek Harimurti berdehem. Cucu mantunya yang satu ini memang kadang sedikit suka mencari perhatian.Rossa berdiri dengan anggun. Wajahnya tersenyum sumringah. Tangannya pelan mengambil sesuatu dari dalam tas. Kertas berukuran 10 x 8 cm itu diangkatnya."Taraaaaaaa, surprise." Wajah Rossa sumringah memperlihatkan kertas itu.Hasil USG.Tante Adisti yang duduk di sampingnya segera menyambar kertas yang dipegang Rossa. Tertera nama Ny. Rossa Velisha Wiratama."Kamu hamil, Ros?" Wajah Tante Adisti terlihat kaget sekaligus sumringah.Rossa mengangguk cepat sambil mengulum senyum.Ramailah ruangan itu. Suara-suara berputar memenuhi langit-langit. Ucapan selamat bergema. Wajah bahagia Rossa. Wajah kaget Mama V
Read more

Pisau Bermata Dua

"Elya, aku sungguh tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan. Tapi yang harus kau tahu, aku tidak terlibat sedikitpun dengan masalah kemandulan Bram." Lelaki itu memegang bahu sebelah kanan Elya. Berusaha menghentikan langkah wanita cantik itu."Lalu?" Cepat Elya menepis tangan Om Ridho di bahunya."Kau benar aku mengetahui Bram mandul, tetapi kau salah kalau mengira aku terlibat dalam prosesnya. Kenapa aku mengatakannya padamu? Karena aku tahu sepak terjangmu, El." Mata mereka bertatapan."Lalu kenapa diam saja? Bukankah dengan ikut menutupi kebenaran Om sama saja dengan turut andil membantu pelakunya?""Ada alasan tersendiri kenapa aku menutupinya." Om Ridho menarik napas panjang."Lalu, Om pikir apa gunanya mengatakan semua ini sementara Om tetap menyembunyikan nama pelakunya?""Aku hanya tidak ingin kau salah langkah karena menuduh orang yang salah, Elya.""Terima kasih." Elya tersenyum tipis dan melangkah lebih cepat menuju tempat mobilnya terparkir.Pikiran Elya terus berputa
Read more

Rossa Datang

"Kalau bukan Om Ridho lalu siapa? Atau ini hanya akal-akalan Om Ridho karena aku sudah memergoki Diar? Apa petugas kebersihan itu sudah melapor kalau saat itu aku melihat dia mencampurkan obat itu pada minuman Mas Bram?" Pikiran Elya terus berputar."Pasti Diar, petugas kebersihan itu tidak akan memberitahu siapa yang menyuruhnya. Aku harus menjebaknya jika ingin mengetahui siapa dalang dibalik semua ini. Tapi bagaimana caranya?" Elya menggigit bibir. Akhirnya tadi Elya memutuskan pulang dengan menggunakan taksi. Selain karena tidak ingin ketahuan telah mendengar semua pembicaraan Bram dan Rossa, pikirannya juga sedang kalut, sehingga dia merasa sulit untuk mengemudi.Kening Elya mengernyit saat sampai di rumah lampu dalam keadaan menyala. Bram pulang? Bukankah seharusnya dia di tempat Rossa?"El …." Bram langsung berdiri saat melihat Elya memasuki kamar. Lelaki itu berjalan menuju ke arah Elya.Secara tiba-tiba Bram memeluk Elya. Erat. Sangat erat. Elya terpana. Entah kenapa, hatiny
Read more

Sebuah Tamparan

"Tahu apa kau tentang sesuatu yang sangat dirahasiakan oleh Bram, El? Baginya kau tidak lebih dari pajangan. Boneka cantik yang bisa dijadikan bahan untuk pamer."Elya mengulum senyum melihat Rossa yang begitu berapi-api. Wajah manis wanita itu terlihat memerah. Pelipisnya dipenuhi oleh keringat, padahal pendingin ruangan menyala dalam kondisi maksimal.Rossa cemburu? Atau hanya takut kalah lagi dengannya? Elya tersenyum samar."Aku tahu Bram mandul." Datar saja wajah Elya saat mengatakannya.Rossa menatap Elya tek percaya. Jadi madunya itu tahu?"Tentu saja aku tahu." Elya tertawa kecil."Bram menikah denganmu juga atas seizinku. Andai aku tidak mengizinkan, pasti dia tidak akan melakukannya." Kening Bram berkerut mendengar perkataan Elya. Kapan mereka pernah membicarakan masalah itu? Namun, lelaki itu memilih diam. Dia lelah dengan perseteruan kedua istrinya itu."Jadi, jangan terlalu berbangga diri, Ros. Andai kukatakan pada Kakek Harimurti seperti apa masa lalumu, hampir bisa dipa
Read more

Belasan Tahun

"Rapat hari ini diagendakan jam sepuluh, El. Kau datang sendiri? Atau diwakilkan Hendy?" Bram menoleh pada Elya yang sedang mengunyah nasi goreng di sampingnya."Membahas tentang kelanjutan kerja sama ya?" Elya bertanya sambil mengambil air putih hangat. Dia meneguknya perlahan. Elya memang lebih menyukai air putih hangat untuk minumannya di pagi hari."He'em." Bram menjawab dengan dehaman. Mulutnya penuh berisi nasi goreng. Tadi sesendok besar dia suapkan ke dalam mulutnya. Masakan Elya memang selalu juara."Lihat nanti, Mas. Inti pembicaraan sebenarnya sama saja dengan poin-poin yang sudah kita sepakati sewaktu di daerah bersalju kemarin, kan?" Elya meletakkan sendok. Sarapannya sudah selesai."Kurang lebih. Hei! Aku tidak berminat membahas masalah pekerjaan di meja makan." Bram tersenyum lebar, yang disambut tawa riang dari Elya."Bagaimana hasil pemeriksaan dokter Lucky kemarin?" Elya mengalihkan topik pembicaraan.Bram menar
Read more

Dia Pelakunya?

Setengah jam berlalu. Elya akhirnya dengan bebas tanpa hambatan melajukan kendaraannya. Sedang saja, tidak terlalu cepat tidak pula terlalu lambat."Rim …." Elya langsung menyapa sekretaris Bram begitu dia sampai di kantor."Bu Elya." Rima mengangguk sopan."Bapak masih rapat?" Elya meletakkan tas tangannya di meja kerja Rima."Masih, Bu. Baru mulai sekitar sejam yang lalu." Elya melihat jam di tangannya."Ada berapa orang yang ikut pembahasan mengenai kelanjutan kerjasama?""Tim lengkap, Bu. Ada sekitar empat perusahaan yang akan bergabung. Masing-masih perusahaan mengirimkan dua orang perwakilan." Rima sejenak membuka buku catatannya.Elya mengangguk. "Diar ada?""Diar? Petugas kebersihan itu?" Rima memastikan. Sedikit terkejut kenapa Elya tiba-tiba menanyakan petugas kebersihan yang sudah bekerja di sana selama lebih dari lima tahun itu.Elya mengangguk."Ada, Bu. Sepertinya sedang
Read more

Kunjungan Sang Pelaku

Ketukan di pintu membuat Elya sejenak menghentikan kesibukannya."Masuk," perintah Elya pada yang mengetuk pintu."Maaf, Bu. Di depan ada tamu yang memaksa ingin menemui Ibu." Liontin, sekretaris Hendy yang kini menjadi sekretarisnya juga, langsung berbicara saat sampai di depan meja Elya."Siapa?" Kening Elya berkerut."Katanya dari rekanan bisnis, Bu.""Dari perusahaan mana? Arahkan dia menemui Pak Hendy." Pikiran Elya langsung menebak-nebak siapa yang datang. Tidak banyak yang tahu posisinya. Rekanan bisnis itu hanya tahu kalau Hendy lah pemilik sekaligus pemimpin perusahaan ini."Dia tidak mau, Bu. Memaksa bertemu Ibu. Katanya dari pemilik perusahaan Harimurti Grup.""Pak Bram?" Elya bertanya penasaran."Bukan, Bu. Sudah tua." Liontin menggeleng."Tua?" Elya mengulangi tanya.Pikiran Elya langsung menebak satu nama. Senyum itu terbit di bibir sensual Elya. Pasti Diar sudah melaporkan kejadi
Read more

Alasan Tak Terduga

Elya mengangguk. Dia berdiri cepat menuju meja kerjanya dan memencet tombol di telepon, sejenak berbicara pada Liontin. Setelah itu berjalan kembali menuju sofa tamu. Langkahnya terlihat anggun. Bunyi sepatu hak tinggi yang dikenakannya menimbulkan bunyi yang khas saat beradu dengan lantai."Masih kecil." Elya tertawa santai. Perlahan menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa.Kakek Harimurti mengerutkan kening. Matanya sedikit menyipit, menatap Elya tidak mengerti."Masih kecil jika dibandingkan dengan perusahaan keluarga Harimurti." Elya terkekeh."Kau ingin menandingi perusahaan kami rupanya, El?" Kakek Harimurti menatap Elya tajam."Kenapa tidak? Dalam dunia bisnis hal semacam itu sah-sah saja terjadi." Elya mengedikkan kedua bahunya. Dia tersenyum yakin menatap lelaki berjas mahal di sampingnya."Menandingi atau menyingkirkan?" Kakek Harimurti mencondongkan badannya ke arah Elya.Wanita cantik dengan jepit berbent
Read more

Jebakan

"Papa Lin bukan anak Kakek Harimurti? Bagaimana mungkin? Bukankah jelas sekali dia menyandang nama Harimurti? Lin Feihung Harimurti?"Elya terkesiap.Fakta itu tiba-tiba menghantam kesadarannya. Bagaimana mungkin selama ini dia tidak menyadari? Bodoh! Bodoh sekali!Beberapa kali wanita cantik itu mengumpat dalam hati. Elya menggigit bibir. Sementara lelaki tua di depannya santai kembali menyesap jeruk hangat miliknya. Lin Feihung Harimurti? Nama itu, nama itu sungguh berbeda. Walaupun menyandang nama Harimurti di belakang namanya. Nama itu berbeda.Elya memejamkan mata. Dia sungguh tidak melihat petunjuknya dengan jelas selama ini.Adisti Nirwasita Harimurti.Ridho Rawikara Harimurti.Dua nama itu kental dengan bahasa Jawa Sansekerta. Sementara Papa Lin? Nama itu sungguh berbeda dari kedua saudaranya.Lelaki tua itu terkekeh melihat Elya memejamkan mata. Badannya terlihat bergerak-gerak."Tap
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status