All Chapters of Kaya Setelah Diusir Mertua: Chapter 171 - Chapter 180

220 Chapters

Bab 171

Sebelum melanjutkan langkahku menuju ruangan Sabrina, aku menyempatkan diri menghubungi dan meminta Mak Isah untuk menjemput Raihan dengan pak supir. Jangan sampai Raihan menunggu terlalu lama di sekolah. Sesuai petunjuk dari perawat tadi, akhirnya aku tiba di depan ruang yang bertuliskan dr.Sabrina (Dokter Onkologi). Perlahan kuketuk pintu. "Masuk!" Sabrina berdiri menyambutku saat aku membuka pintu. Wanita cantik itu tersenyum dan mengangguk ramah. "Duduklah, Salma!" Sabrina kembali duduk setelah aku menjatuhkan badanku pada kursi yang berada di hadapannya.. "Ada yang ingin kamu bicarakan padaku? Tentang Yuda?' "Ya betul." "Bicaralah!" Sebenarnya aku tak mau berlama-lama berhadapan dengan Sabrina. Entahlah, aku kurang menyukai wanita ini sejak melihat kedekatannya dengan Mas Yuda. Sabrina sepertinya sedang mempersiapkan diri untuk bicara denganku. Tampak berkali-kali wanita itu menghela napas dan gelisah. "Begini, Salma. Beberapa dokter menganjurkan agar Yuda berobat ke
Read more

Bab 172

Pov Elkan Malam ini Yuda memintaku datang ke rumah sakit. Sejak kemarin sahabatku itu sudah dipindahkan ke kamar rawat VIP. Walau menurut dokter Sabrina tumor yang dideritanya semakin parah, namun kondisi tubuh Yuda sedikit lebih baik. Mungkin dia lebih tenang karena tidak lagi menyembunyikan penyakitnya ini dari Salma. Aku berhenti di depan kamar 109. Nomor kamar yang diberitahu Yuda lewat pesan ponselnya tadi. Perlahan aku membuka pintu. Mataku melebar melihat siapa yang berada di dalam. Kenapa perempuan itu selalu berada disamping Yuda? Pantas saja Salma cemburu. "Selamat malam, Dok. Sedang memeriksa Yuda?" tanyaku basa basi. Padahal jelas-jelas Sabrina sedang tidak memakai jas putihnya. Malahan saat ini pakaiannya cukup santai. Dokter cantik itu hanya mengenakan kaos lengan pendek , celana jeans dan outher tak berlengan. "Tidak. Kebetulam Aku lagi off. Oh ya, silakan saja kalau ada yang mau dibicarakan." Aku mengangguk seraya tersenyum. "Yud, Aku tinggal dulu. Nanti aku ba
Read more

Bab 173

"Maafin Mak, Neng. Tristan tadi maksa minta ikut pulang bareng Raihan. Katanya mau main ke sini." Dengan merasa bersalah Mak Isah yang baru saja pulang menjemput Raihan dari sekolah, langsung tergopoh-gopoh menghampiriku yang sedang menemani Yumaina tidur siang di kamar. "Loh, memangnya Tristan nggak dicariiin supirnya, Mak?" "Supirnya sudah tau, Neng. Tapi Tristan maksa dan hampir ngamuk. Ini nomor ponsel supirnya dan alamat rumah Tristan." Mak Isah menyodorkan sobekan kertas yang bertuliskan sebuah alamat. "Ya sudah nggak apa-apa, Mak. Biar Tristan main di sini. Nanti biar saya yang antar pulang." "Baik, Neng. Mak izin ke belakang dulu." Aku mengangguk. Kasihan Tristan. Pasti anak itu sangat kesepian. Sabrina jarang pulang. Aku berdecak kesal mengingat Sabrina lebih tega meninggalkan anaknya di rumah demi menemani Mas Yuda semalaman di rumah sakit. Ibu macam apa dia. Setelah yakin Yumaina tertidur pulas, aku melangkah menuju belakang rumah dimana Raihan dan Tristan bermain.
Read more

Bab 174

"Seharusnya kamu nggak usah repot-repot jemput aku, El. Aku bisa diantar supir." Elkan duduk di ruang tamu menungguku bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. "Kamu tau sendiri suamimu, perintahnya mana bisa dibantah." Elkan terkekeh. "Mas Yuda memang kadang suka berlebihan. Bagaimana aku bisa mandiri kalau ke mana-mana ditemani." "Kamu seharusnya bangga, banyak wanita di luar sana yang minta ditemani pengacara tampan ini." Elkan kembali terkekeh melihatku mencibir padanya. Aku meraih tas cangklong yang berada di meja. "Mak Isah, aku pergi dulu. Jangan lupa, kalau Yumaina bangun minta Bu Ratri hubungi aku. Aku belum sempat ngomong sama Yumaina mau ke rumah sakit. Dia belum bangun." "Iya, Neng."sahut Mak Isah yang masih setia bekerja denganku. Bang Safwan dan Kak Lina sudah sejak lama berhenti. Sejak Bang Adam dan Bang Marwan keluar dari penjara, Mereka memilih pindah rumah ke daerah pinggiran dan membuka usaha kecil-kecilan di sana. Aku teringat ketika mereka pamit, Mas Yuda
Read more

Bab 175

Pov Elkan Andai saja aku belum menandatangani surat perjanjian itu, Aku tak akan membiarkan Yuda melakukan ini terhadap Salma. Aku yakin sekali Salma saat ini sangat terluka. Entah kenapa Yuda meminta Sabrina yang menemaninya ke Singapore? Padahal banyak dokter pria yang dia kenal di rumah sakit ini. Apa dia sengaja agar Salma cemburu? Dalam surat perjanjian itu, Yuda memintaku untuk menjaga dan menikahi Salma jika dia sudah tiada nanti. Yuda pun memintaku untuk menahan Salma agar tak ikut ke Singapore. Entah apa rencana sahabatku itu. Seharusnya dia optimis bisa sembuh dan berkumpul kembali dengan keluarganya. Sejak kecelakaan dan hilang ingatan, Yuda lebih dingin dan keras kepala. Sikapnya yang tertutup membuatku sulit berbicara banyak dengannya. Salma sedang menemui dokter Sabrina. Sebaiknya aku bicarakan hal ini kembali padanya. Masih ada waktu sebelum keberangkatannya ke Singapore. Kupercepat langkahku menuju ruang VIP. Sepanjang melewati lorong, aku mempersiapkan hati un
Read more

Bab 176

Elkan "El, Aku nggak kuat pisah dari Mas Yuda." Salma terus tergugu di dalam mobil sejak berangkat dari rumah. "El, apa kamu nggak bisa membantuku agar bisa ikut ke Singapore? Tolong Aku, El. Selama ini aku belum pernah ke luar negri. Semua urusan Mas Yuda di luar kota dan luar negeri ditangani oleh Rein. Belakangan ini Rein selalu sibuk jika aku hubungi. Ayolah, El! Cuma kamu yang bisa tolong aku." Wanita cantik di sampingku ini terus memohon diantara isak tangisnya. Namun aku tak bisa bicara apapun. Salma, mengurus keberangkatanmu ke luar negeri itu hal yang sangat mudah bagiku. Menghalangi Sabrina untuk menemani Yuda ke singapore pun bukan masalah untukku. Semua bisa aku lakukan dengan mudah. Namun semua ini adalah skenario yang dibuat oleh Yuda. Dan bodohnya aku sudah menandatangani surat perjanjian itu. Mau tidak mau aku harus mengikuti skenario yang dibuat Yuda. "Elkan! Kok diam aja, sih?" "Iy-iyaaa, aku lagi mikir." Tepukan tangan Salma pada lenganku membuatku terkejut
Read more

Bab 177

"Sabrina, sini biar aku aja yang suapi suamiku!" Aku meraih piring yang masih penuh berisi bubur dan sayuran dari tangan Sabrina. Dokter cantik itu nampak terkejut, mungkin tak menyangka aku akan bersikap begini. Sabrina berdiri dan mulai menjauh. Tatapan tak suka jelas terlihat dari raut wajahnya. "Kalau begitu aku kembali ke ruanganku," sahutnya kemudian. "Terima kasih Sabrina. Tapi, sebaiknya kamu pulang dan beristirahat. Kalau ada apa-apa dengan Mas Yuda, aku akan segera hubungi suster." Sabrina menggeleng. "Aku ada di ruanganku. Biarkan Yuda istirahat menjelang keberangkatannya besok. Jangan terlalu banyak diajak bicara!" Nada bicara Sabrina sedikit ketus "Iyaaaa ... iyaaa," sahutku sedikit kesal. "Yuda, ingat! Banyak tidur malam ini!" Sabrina menatap Mas Yuda dengan serius. Suamiku itu hanya mengangguk. Setelah berpesan ini dan itu pada Mas Yuda, Akhirnya dokter cantik itu keluar. Aku melanjutkan menyuapi Mas Yuda. Sementara Elkan duduk di sofa seraya mengganti-ganti
Read more

Bab 178

"Ayo segera ke bandara! Jangan sampai terlambat!" Sabrina masuk dan langsung menghampiri Mas Yuda. Dadaku kembali sesak melihat penampilan Sabrina yang begitu cantik. Wanita itu menggunakan stelan celana panjang dengan jas putihnya. "Ayo, Yuda. kita naik ambulan!" Tiba-tiba Sabrina meraih tubuh Yuda. "B-biar aku saja. Ayo, Yud!" Elkan dengan cepat mengambil alih tubuh Yuda dan membantunya duduk ke kursi roda. "Sabrina, biarkan Mas Yuda di mobilku!" pintaku. "Tidak bisa. Ambulan dilengkapi alat-alat medis lengkap. Yuda lebih aman di sana.," sahutnya tanpa menoleh padaku. Sementara kedua tangannya sibuk memeriksa kondisi Mas Yuda saat ini. Juga memerika semua obat-obatan serta perlengkapan medis untuk selama perjalanan nanti "Bagaimana jika aku ikut bersama ambulan? A-aku ingin berada di sampingnya." Aku terus mencoba bernegosiasi dengan Sabrina. Sabrina diam. Sepertinya dia ragu. "Sabrina. Aku mohon izinkan Salma menemaniku. Please ...!" Akhirnya Mas Yuda bersuara Sabrina m
Read more

Bab 179

"Mulai hari ini aku akan tinggal di rumahmu!" "Apaaa??" Sontak aku menoleh dengan mata membelalak ke arahnya. "Yuda memintaku menjagamu 24 jam," sahutnya sambil melangkah di sampingku menuju area parkir. "Haah? 24 jam? Jangan becanda, El. Nggak mungkin Mas Yuda seperti itu," pungkasku dengan yakin. Mengingat betapa cemburunya Mas Yuda selama ini jika aku sedang berdekatan dengan Elkan. Namun Elkan sepertinya serius. Dengan rasa penasaran Aku mencoba menghubungi Mas Yuda dengan ponselku. Namun ternyata ponsel Mas Yuda tidak aktif. "Mungkin mereka sedang bersiap-siap naik pesawat," ujar Elkan. Tak mau menyerah, aku pun mencoba menghubungi Sabrina. Namun sama. Ponselnya pun tak aktif. "Kamu nggak percaya padaku ...?" tanya Elkan sambil melangkah tenang, denga kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. "El, jangan ngaco, deh. Mana bisa kita satu atap. Kita bukan muhrim," cecarku. Elkan terkekeh "Yang bilang kita satu atap siapa, cantik" "Maksud kamu?" Aku jadi semakin bigung
Read more

Bab 180

Hingga sudah hampir sepuluh menit, Elkan belum juga keluar dari ruang kerjanya yang tak jauh dari tempat aku duduk. Aku berusaha sabar menunggu walaupun dilanda rasa penasaran yang sangat menganggu. Mau menyusul, rasanya tidak pantas. Lagi pula hujan masih sangat deras. Sesekali aku membuka ponselku. Namun masih saja tidak ada balasan pesan dari Mas Yuda ataupun Sabrina. Ini sudah lebih dari tiga jam. Seharusnya mereka sudah tiba di bandara Changi sejak tadi. Tapi kenapa ponsel Mas Yuda masih tidak aktif? Aku semakin gelisah sendirian. Apa yang harus aku lakukan? Aku putuskan untuk menyusul Elkan ke ruang kerjanya. Pikiranku tidak tenang memikirkan Mas Yuda. Saat ini hanya dia yang bisa aku ajak bicara. Perlahan aku mendekat pada ruangan yang pintunya setengah terbuka itu. Nampak Elkan sedang membolak-balik beberapa berkas. Nampaknya berkas-berkas itu sangat penting. "Masuklah!" Aku terlonjak, ternyata Elkan tau aku sudah ada di balik pintu ini. "M-maaf. Kamu lama banget," ucap
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
22
DMCA.com Protection Status