Setelah memastikan semua aman dan terkendali, aku meminta ijin pada ibu untuk pergi ke rumah sakit. bagaimana pun, Hilman terluka karena aku. Setidaknya aku harus menjenguknya. "Tapi ini sudah malam, Yumna!" ujar ibu, aku tau ibu khawatir. Akan tetapi, aku juga mengkhawatirkan Hilman. Bukan karena cinta, tapi karena merasa bersalah. Setelah membujuk ibu, dan mendapatkan ijinnya. Aku langsung menuju rumah sakit, tentu sudah mempersiapkan susu dan lainnya untuk Aqila. Beruntunnya, aku memiliki anak yang tidak rewel. Aqila bisa dekat dengan siapa saja, yang sering dilihatnya. *** [Dit, mbak diparkiran nih, kamu di kamar apa dan nomor berapa?] Tanyaku pada Radit. Saat akan berangkat tadi, aku sudah menghubunginya, bertanya mereka ada di rumah sakit mana, tapi lupa menanyakan detailnya. [Tunggu di sana saja, Mbak!] Radit mengakhiri pangilan teleponnya, aku hanya berdiri memperhatikan setiap orang yang lalu lalan. menunggu itu ternyata hal yang tidak mengenakkan. "Mbak enggak capek?
Read more