"Ibu, Mbak Naura, Adam!" pekikku kegirangan. Karena baru hari ini aku bisa berjumpa dengan mereka, selama masa iddah aku tidak pernah ke mana pun, tapi mereka berdua selalu menyemangatiku dengan mengirim pesan atau pun paket. Aku memeluk mereka dengan erat, dan juga dengan tetesan air mata. Ibu dan Mbak Naura, sepertinya sama denganku, menahan rindu. "Maaf, kami baru bisa berkunjung," Mbak naura terdengar sangat lesu. "Ada apa, Mbak?" tanyaku. "Ah, iya, ayo masuk," Aku sampai melupakan, jika kami masih ada di luar rumah. "Aku ajak mereka dulu, ya, Man. Ibu keluar, karena mendengar di ruang tamu berisik. Tentunya dari suara kami yang menggema memenuhi ruangan. Ibu pun memeluk mantan ibu mertuaku dan juga Mbak Naura. Bertanya kabar dan bersenda gurau, seperti biasa saat sebelum perpisahanku dan Mas Attar. "Nak, masa iddahmu sudah selesai, kamu sudah memikirkan mau usaha apa?" tanya ibu mertua, tepatnya mantan ibu mertua. "Hilman dan Radit, mengajakku untuk membuka cafe, tapi aku
Read more