Semua Bab Istri yang Terpaksa Kau Nikahi: Bab 231 - Bab 240

286 Bab

BAB 231 — SELEMBAR SAPU TANGAN HITAM

"Alisha?" Arsa terlihat menekuk dahi ketika melihat Alisha berjalan dengan cara tak normal. Wanita itu melangkah dengan tapak sedikit pincang sembari menggigit bibirnya sendiri, seakan sedang menahan rasa sakit akibat gerakan yang ia lakukan. Seturut pengetahuannya kemarin putri tunggal pasiennya itu ia antarkan dengan baik di apartemen. Istri pimpinannya itu masih bisa berjalan dengan baik pula, Akan tetapi kenapa sekarang seperti ini? Pria yang baru saja keluar dari ruang rawat Renata itu kemudian berjalan mendekat ke arah Alisha. Menjemput wanita itu di tengah koridor. Beberapa jam yang lalu Arsa menelpon Alisha karena kedaan Renata yang kurang baik dan terus memanggil dan mencari Alisha. "Ya ampun, kau kenapa?" tanya lelaki itu kembali. Sementara Alisha sudah sekuat tenaga untuk berjalan senormal mungkin agar orang lain tak merasa curiga dengan keadaannya. Namun, agaknya perjuangan itu sia-sia karena Arsa masih melihat sesuatu yang berbeda dari cara berjalannya. Namun, Alish
Baca selengkapnya

BAB 232 — LIONTIN BERMATA HIJAU

Dua minggu kemudian. Dispatch Coffee. Entah ini hanya perasaannya atau memang tubuhnya sedang bermasalah, Alisha tidak tahu. Kopi bukan hal baru bagi perutnya. Cairan hitam dan pahit itu biasa ia minum. Bahkan di beberapa kesepatan jika begadang wanita itu selalu menggunakan kopi sebagai penangkal kantuknya. Namun, kali ini perutnya tak bersahabat. Setelah mencerup beberapa mili cairan hangat itu, rasanya ia malah seperti habis naik roller coaster lima putaran sekaligus. Padahal tadi pagi ia tak merasa sakit sedikitpun. Atau mungkin cafe ini menjual kopi yang tak cocok untuknya? Tapi sejak kapan ia punya alergi kopi? Segala kopi sudah pernah ia coba dan tak bermasalah sebelumnya. Lagipula, mengapa bisa Alisha berada di kedai ini? Bukan tanpa alasan wanita yang berprofesi sebagai dosen itu bisa berada di sana. Sore ini, Alisha memiliki janji untuk bertemu dengan Anna di tempat yang menjual menu dengan bahan dasar kopi ini. Entah apa yang ingin dibicarakan wanita pujaan hati suamin
Baca selengkapnya

BAB 233 — PREGNANT AND THE SECRET

Alisha membilas wajahnya dengan air kran yang mengalir pada wastafel di kamar mandi. Kedua tangannya lantas menempel pada kabinet, menyangga beban tubuhnya agar tidak jatuh. Ada hal yang tak biasa pada wanita itu. Wajahnya pucat, mata sayu, dan bibirnya bergetar. Sesekali menggembungkan pipi, menahan sebuah pusaran yang kembali menyerang lambungnya.Sejak pulang dari cafe kemarin, pusing di kepala Alisha makin menjadi-jadi. Rasa mual yang terus saja datang mengganggu aktivitasnya. Tak hanya itu, penyakit ini juga merepotkan karena setiap makanan yang ia makan terasa pahit. Ia sudah periksa ke rumah sakit dan dokter mendiagnosa bahwa dirinya terkena asam lambung akibat sering terlambat makan.Wanita itu sudah minum obat yang diberikan dokter. Sayangnya, penyakit itu tak kunjung reda. Bahkan mencium bau seikit saja ia harus buru-buru ke kamar mandi. Dan sampai detik ini, Satu-satunya aroma yang bisa ramah di hidungnya hanyalah minyak kayu putih. Selain itu, ia akan mual dan isi perutny
Baca selengkapnya

BAB 234 — KEPALAN TANGAN RICHOVETA

Berondongan pertanyaan itu berputar di kepala William. Ia ingin menceritakan seluruhnya kepada Gamma, barangkali lelaki itu bisa memberikan solusi walau ia tahu jawaban Gamma akan tetap sama seperti kebanyakan orang yang mendengar cerita ini. Gamma pasti akan memintanya untuk meninggalkan dan mengakhiri hubungannya dengan Anna, lalu memberinya wejangan tetek bengek yang intinya ia harus menerima Alisha sebagai istrinya. Namun, sepertinya ini bukanlah waktu yang tepat. Belum, karena situasinya masih terlalu rumit dan perasaannya sendiri masih berantakan. William masih butuh waktu untuk merenung dan memutuskan langkah yang tepat. Ia tidak ingin membuat keputusan sembarangan dan melukai hati banyak orang. Terutama ibu dan mertuanya.“No! Sepertinya pertanyaanmu terlalu jauh. Hubungan kami hanya sebatas pimpinan dan sekretaris saja, Gam! Sorry, aku .... entah kenapa beberapa hari ini aku tidak bisa mengendalikan emosi emosi.” William menghela napas berat, tangannya bergerak memijat pangk
Baca selengkapnya

BAB 235 — KEADAAN YANG GENTING

William melemparkan ponselnya pada kursi kosong di samping kemudi. Dering panggilan yang terdengar lirih sengaja diabaikan saat mengetahui bahwa nama sang pemanggil. Lelaki itu lebih memilih fokus pada jalanan di hadapannya tanpa berniat untuk mengangkat panggilan yang sudah berkali-kali masuk dari Alisha. Sejak tadi siang, wanita itu menghubunginya membuat telinganya risih.Tidak biasanya Alisha menelponnya sebanyak itu. Bila dihitung mungkin sudah puluhan kali. Entah apa maksudnya, William hanya membaca sebuah pesan sebelum panggilan beruntun itu masuk. Alisha mengabarkan jika hari ini mereka sudah pindah ke rumahnya. Dengan demikian, William akan langsung menuju rumah dan tidak perlu ke apartemen. Selebihnya ia tak peduli. Panggilan itu berakhir bersamaan dengan roda mobil yang terhenti. William telah sampai di basement apartemen. Bukan milik Alisha, melainkan milik Anna. Usai memarkirkan mobilnya, pria yang masih mengenakan jas kerjanya itu langsung menuju kamar wanita yang ingi
Baca selengkapnya

BAB 236 — SEBUAH BENANG MERAH

“Nak, dimana William?”Romana melemparkan pertanyaan itu ketika semua orang sudah berkumpul untuk mendoakan Renata dan memberikan dukungan padanya, akan tetapi ia tak melihat putra bungsunya sama sekali. Wanita paruh baya itu sudah memastikan bahkan bertanya dengan Gamma kapan William pulang dari kantor. Lelaki itu sudah pulang tepat saat rapat internal mereka berakhir. Seharusnya lelaki itu sudah berada di tempat ini. Sejak di rumah ia mengira bahwa William telah berada di rumah sakit bersama dengan Alisha. Oleh karena itu ia buru-buru datang untuk menguatkan keduanya. Sayangnya, ia justru melihat Alisha sedang memeluk pria lain. Dan setelah dijelaskan ternyata lelaki itu adalah sepupu menantunya. Ia tak perlu memendam rasa takut karena ternyata mereka telah berhubungan dekat sejak kecil.Romana juga sudah menjenguk sahabatnya yang terbaring tak berdaya di brankar ICU. Hatinya terasa nyeri ketika Renata terus memanggil nama putranya, akan tetapi Romana tak sanggup memberikan kehadir
Baca selengkapnya

BAB 237 — MENDUA DI BELAKANGKU!

[ “ARGH!” William menendang roda belakang mobilnya dengan cukup kencang. Armada itu menjadi sasaran empuk kekesalannya karena lagi-lagi ia tak menemukan keberadaan Anna. Sudah berjam-jam lamanya ia memutari jalanan, menyusuri berbagai kontrakan dan kos-kosan di sepanjang Jalan Kenanga, bertanya ke sana kemari dan mencoba menghubungi wanita itu tetapi hingga baterai ponselnya lemah William masih tak menemukan jejaknya.  
Baca selengkapnya

BAB 238 — PERGI UNTUK SELAMANYA

“Sha ... Lisha ... Alisha.”Mata Alisha yang baru saja terpejam beberapa menit, kini harus terpaksa dibuka karena sebuah panggilan dari seseorang. Alisha yang sedang terbaring pada sebuah kasur di bangsal pasien pun segera mengumpulkan kesadarannya. Wanita itu lantas terbangun dari posisi tidurnya dan kembali memejamkan mata setelah berhasil mendudukkan tubuhnya. Ia sedang mencoba meredam rasa pening kembali membebat kepalanya. Juga kelopak mata yang terasa sangat berat layaknya diberi beban satu kuintal.Pagi-pagi buta Alisha kembali ke bangsal setelah para medis yang menangani mamanya memberikan informasi jika Renata membaik secara signifikan. Lalu wanita itu merapikan beberapa barang-barang pribadinya. Baru lima menit yang lalu Alisha bertukar rencana dengan Richo, tidur sejenak barang dua jam, lalu bangun dan bergantian menjaga mamanya, tetapi belum genap lima menit, Richo sudah datang kembali ke ruangannya dan membangunkannya. “Ada apa, Rich?” tanya Alisha setelah menguap.“Maa
Baca selengkapnya

BAB 239 — HAMPIR KARAM

Pemakaman Keluarga Chandrawinata.Alisha duduk bersimpuh di samping gundukan tanah bertabur bunga. Air mata yang sejak semalam mengalir deras kini tak turun lagi. Tatapannya tertuju pada nisan kayu bertuliskan Renata Chandrawinata itu dengan kosong. Memandang ke arah pusara itu tanpa sebuah kedipan sama sekali.Beberapa saat yang lalu, Jasad wanita yang telah melahirkannya telah dikebumikan. Acara doa pengantar jenazah hanya digelar singkat dan kini para tamu yang turut menyampaikan dukacita sudah membubarkan diri. Hanya tersisa Richo, Romana, Gamma dan Serra. Mereka masih berjongkok di makam basah itu untuk menemani Alisha yang belum ingin berpisah dengan mamanya.Wanita itu tahu, jika ia mengangkat kaki dari pemakaman ini, maka dirinya benar-benar tidak memiliki siapa-siapa. Hanya Richo yang mungkin bisa menjadi tempatnya bersandar.Karena sampai saat ini, William masih tidak terlihat sama sekali. Sejak Renata menghembuskan napas terakhirnya, Gamma bahkan Romana telah berusaha memba
Baca selengkapnya

BAB 240 — SURAT GUGATAN CERAI

Tiba-tiba saja Richo datang kembali setelah selesai menerima panggilan membuat pembicaraan kedua wanita itu terhenti. Mereka segera merapikan diri dan menyusut jejak air pada wajah masing-masing. “Bu Romana, sopir ibu sudah datang dan menunggu di depan,” katanya sembari menunjuk arah yang ia maksud dengan ibu jarinya. Romana pun segera menganggukkan kepala.“Baik, Richo, terima kasih sudah memberitahuku.” Romana lalu menolehkan kepalanya kepada Alisha. “Nak, ibu pamit dulu, ya. Aku harap kau bisa mempertimbangkan semua keputusanmu. Ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian.” Usai mengatakan demikian wanita yang mengenakan gaun hitam itu segera bangkit berdiri dan pamit kepada Richo, “Nak Richo, ibu pergi ya, aku titip Alisha. Sungguh aku meminta maaf yang sebesar-besarnya karena William tidak hadir dalam pemakaman ini, tapi akan aku usahakan saat pria itu kembali aku akan memberinya pengertian, jika hal yang dilakukannya ini tidak benar. Sekali lagi maaf ya, Nak.”Sebenarnya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2223242526
...
29
DMCA.com Protection Status