Home / Pernikahan / Istri yang Terpaksa Kau Nikahi / Chapter 211 - Chapter 220

All Chapters of Istri yang Terpaksa Kau Nikahi: Chapter 211 - Chapter 220

286 Chapters

BAB 211 - BATASAN

"William? Richo? Kalian ada di sini?"Alisha, datang menghampiri mereka dengan suara yang sedikit sengau dan mata berair. William yang telah mengurungkan niat untuk membalas perkataan Richo lantas menghadap ke arah istrinya yang baru saja datang. Baru ia lihat jika Hidung wanita itu juga turut memerah. Membuatnya sedikit menerka-nerka. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Alisha? Wanita itu pergi meninggalkannya subuh-subuh lalu sekarang wajahnya terlihat kacau seperti ini. Rambut berantakan, wajah kusut, seperti habis menangis.Satu lagi yang membuat pikiran jahat William mengakuisisi. Ada urusan apa Richo berada di Sintara kembali? Lalu, mengapa pria itu ada di sana—ditempat yang sama dengan Alisha? Tidak masuk akal jika ini semua sebuah kebetulan, bukan? Apakah Alisha sengaja mengajak Richo untuk datang ke Bali? Jangan-jangan kisah cinta mereka juga belum selesai?“Rich? Kau belum kembali sejak tadi?” tanya Alisha membuat William sedikit memicingkan matanya. Jadi, sejak tadi mereka d
Read more

BAB 212 — BUBUR KETAN HITAM DAN SEPOTONG KENANGAN

“Ini bill pembayarannya, jika sudah selesai jangan lupa dibawa ke meja kasir, terima kasih.” Pesanan menu telah diantar, pelayan itu pergi setelah memastikan semua menu yang dipesan tersaji. Alisha segera merapikannya ke tengah meja begitu juga dengan William. Saat ini mereka ada di sebuah resto yang letaknya lumayan jauh dari Sintara, mungkin sekitar dua puluh menit belum dengan kalkulasi macet. Jarak yang cukup membuat punggung pegal walaupun hanya duduk dan diam di samping kemudi. Di tambah dengan jalanan yang pagi ini terlihat sesak oleh kendaraan. Namun, itu semua terbayarkan ketika mereka melihat pemandangan danau yang terhampar luas di tempat ini.Danau? Ya! Resto ini terapung di atas danau. Udaranya terasa sejuk. Airnya jernih dan tenang memantulkan pegunungan yang indah di permukaan. Sinar matahari yang mulai tinggi menjulang menciptakan efek kilauan yang memukau. Entah mengapa William mengajaknya ke tempat ini. Bukankah tempat ini terlalu indah untuk di datangi bersamanya
Read more

BAB 213 — SARANMU BAGUS! TAPI AKU TIDAK BISA!

“Atas dasar apa anda menuduh kami berselingkuh?”Richo mengepalkan tangannya ketika mendengar suara William. Bila saja tak ingat mereka sedang berada di rstoran, mungkin saja kekuatan pria itu mampu meremukkan gelas kaca yang sedang dipegangnya. Jiwa protektifnya tidak terima ketika Alisha terkena tuduhan tak berdasar yang dilayangkan. Lelaki yang tengah memakai baju casual itu lantas mengurai pelukan. Kemudian menarik tubuh Alisha agar berada di belakang tubuhnya. Seolah memberikan perlindungan bagi wanita itu. Dengan bengis Richo menatap William. Sementara William juga tengah menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Seharusnya saya yang bertanya, mengapa sepasang mantan kekasih berada di tempat ini, lalu berpelukan? Apakah saya masih bisa percaya bahwa tidak terjadi apa-apa di antara kalian?” balas William dengan lirikan yang begitu sinis. “Atau memang benar, jika kalian masih terlibat dengan cinta lama yang belum selesai?”“Lalu mengapa jika Alisha memiliki cinta lama yang
Read more

BAB 214 — FESTIVAL LAYANG-LAYANG

Sebuah getar notifikasi membuat Alisha yang sedang menata baju-bajunya ke dalam koper segera menghentikan aktivitas dan meraih ponsel yang terletak di atas nakas. Mulanya, Alisha mengira jika pesan masuk itu berasal dari sang mama atau mahasiswanya. Akan tetapi prediksinya meleset begitu melihat isi pesan yang dikirimkan juga nama sang pengirim.[Turunlah ke arah pantai, di sebelah selatan ada festival layang-layang! Kau harus melihatnya. Aku tahu kau perlu hiburan. Datanglah kalau tidak mau seharian terkurung di kamar bersama suamimu yang menyebalkan itu, haha.]Begitulah isi pesan masuk yang dikirim oleh seseorang dengan nama kontak Richoveta. Bagaimana bisa lelaki itu tahu jika Alisha seharian ini hanya di kamar saja? Apa dia sudah menjadi cenayang? Bibir manis milik perempuan berambut panjang itu spontan membengkok beberapa saat. Ada rasa hangat yang tiba-tiba menyembul keluar dari pipinya. Richo memang tahu apa yang sedang ia butuhkan. Dan ini sudah hari kedua mereka honeymoon d
Read more

BAB 215 – OUR BUCKET LIST

"Nanti, kalau kita sudah menikah, kau harus mau menemani aku menyelesaikan semua bucket list ini!" Masih segar diingatkan William bagaimana Anna mengatakan itu seraya menunjukkan catatan pribadinya. Halamannya terbuka pada sebuah kertas bergaris berisi empat daftar tulisan yang akan ia lakukan bersamanya. "Bucket list honeymoon? Kenapa cuma sedikit?" ujar William kala itu ketika membaca judul yang tertera. "Karena aku tahu calon suamiku ini adalah orang yang tidak bisa meninggalkan pekerjaan lama-lama, jadi aku pilih beberapa hal saja yang ingin aku tunjukkan padamu. Aku hanya ingin ke Bali, lalu mengajakmu ke Resto Apung. Kau harus mencoba bubur ketan hitamnya, aku jamin setelah makan kau akan jatuh cinta dengan hal yang tidak kau suka. Yang kedua, aku ingin mengunjungi festival layang-layang, aku juga tidak tahu sih, kebenarannya tetapi katanya festival layang-layang itu hanya setahun sekali. Orang-orang tidak pernah liburan sepertimu harus datang ke sana!" William menghela napa
Read more

BAB 216 — MY LITTLE GIRL

"Aku memang menemanimu di sini, tapi bukan berarti aku setuju dengan usulanmu! Sebanyak apapun kau meminta aku tetap tidak bisa!" William menjawab pertanyaan itu setelah mendudukkan diri di atas hamparan pasir. Sandal yang ia gunakan sudah dilepas sebagai alas. Volume suara lelaki itu memang rendah, tetapi penekanannya cukup mampu membuat hati Alisha tercekit. Sepertinya, suaminya ini adalah tipe pria yang jika sudah mencintai satu wanita maka dia akan sulit beralih dengan wanita yang lain. Sayangnya, bukan Alisha yang berada dalam posisi itu. Statusnya memang sebagai istri sah, tapi itu hanya di atas kertas saja. Dia tidur satu ranjang dengan William, tapi tidak pernah melakukan hubungan suami istri. Jangankan itu, saling memeluk saat tidur saja tidak bisa. Raga pria itu bahkan selalu bersisihan dengannya, tetapi bukan Alisha yang ratu dalam hatinya.Benteng yang dibangun lelaki itu terlalu tinggi. Pondasinya terlalu kuat sehingga Alisha kesulitan untuk merobohkannya. Dan, entah sa
Read more

BAB 217 — OBAT LELAHKU

"Turunkan barangmu!" Suara derit hand rem yang ditarik terdengar begitu kencang. Mobil yang digunakan William dan Alisha otomatis berhenti di halaman rumah tak berpenjaga ini. Sepasang suami istri itu benar-benar kembali ke Jakarta dan melupakan agenda liburan yang sebelumnya telah direncanakan—oleh ibunya. Usai memerintahkan Alisha untuk berkemas tadi siang, William segera memesan tiket penerbangan dari Bali menuju Jakarta. Tentu saja hal itu memicu banyak pertanyaan dari berbagai pihak. Para manajemen dan petugas hotel pun meminta kejelasan mengapa pimpinan mereka begitu cepat meninggalkan Sintara, sementara mereka baru saja mempersiapkan private dinner. Namun, hebatnya dengan sedikit sandiwara para manajemen hotel pun percaya bahwa William benar-benar sedang memiliki pekerjaan yang mendesak dan harus segera kembali ke Jakarta. Alisha sendiri hanya diam saja. Ia tak punya kuasa untuk melarang keputusan suaminya. Sekalipun sudah meminta maaf dan membujuk William agar tidak kembali
Read more

BAB 218 — MAINAN UNTUK SAGARA

“Alisha?” Alisha menarik kedua sudut bibirnya ke atas ketika melihat reaksi Serra. Wanita yang baru saja melahirkan itu ternganga ketika melihat dirinya berdiri di ambang pintu. Alisha sudah menduga jika istri kakak iparnya ini akan terkejut dengan kedatangannya. Ia memang sengaja tidak mengirim pesan apapun padanya. Sore ini setelah pulang mengajar, Alisha berkunjung ke rumah Serra. Ya, masa cutinya sudah berakhir. Ia telah menjalani rutinitas menjadi seorang dosen kembali setelah meliburkan diri beberapa hari. “Maaf, Serra, aku tidak memberitahumu dulu. Aku hanya tiba-tiba ingin mampir saja, lalu tadi aku beli beberapa mainan untuk Sagara.” Alisha menyerahkan sebuah paperbag hitam berisi beberapa teethers dengan berbagai macam bentuk ikan dan boneka tangan berbentuk penguin. “Astaga, ini banyak sekali.” Serra membuka paperbag itu dan memeriksa isinya. “Terima kasih, ya. Ayo masuk. Kebetulan anak itu baru saja mandi. Biasanya dia akan main sebentar, lalu menyusu dan tidur. Masuk
Read more

BAB 219 — SUAMI YANG KEJAM

Jujur Alisha tertohok dengan kalimat pedas itu. Kabut tipis mulai menyelimuti kedua pualam hitam miliknya. Mungkin sebentar lagi menembal dan turun hujan bila saja Alisha tak menhannya. William benar. Sejak awal hubungan mereka penuh dengan kebohongan dan Alisha sendiri yang menciptakannya. “Aku tahu semua kebohongan ini berasal dariku. Aku orang paling jahat di sini karena sudah menghancurkan hubunganmu dengan Anna dan membuat rencanamu dengannya berantakan! Tapi apa kau pernah berpikir bagaimana dirimu dalam sudut pandangku? Aku tidak tahu sejauh apa hubunganmu karena kau tidak terbuka padaku! Aku bahkan tahu kau memiliki hubungan dengann wanita lain hanya selisih satu minggu sebelum pernikahan! Andai sejak awal kau jujur padaku bahwa kau sudah bertunangan dengan Anna, aku memilih mundur, William!” Apron yang dikenakan Alisha lantas dilepas. Lalu digantung pada tempatnya. Wanita itu bergerak ke pantry dan melanjutkan aktivitasnya memindah nasi dari wajan ke piring berbahan keramik
Read more

BAB 220 — BELAJARLAH TANPA MAMA

“Semalam Mama menelpon karena muntah darah lagi. Aku langsung ke rumah untuk memeriksa keadaan mama aku takut terjadi apa-apa. Maka dari itu aku minta hari ini untuk datang kembali ke rumah sakit.” Arsa, dokter onkologi—spesialis kanker— yang menangani Renata menjelaskan asal mula mengapa jadwal rutin check up dimajukan. Di sebuah ruang berbau antiseptic ini lelaki berjas putih ini bicara empat mata dengan Alisha. Sementara wanita itu baru saja duduk dan meletakkan tasnya di atas meja kaca setinggi diafragma. Umur yang hanya selisih beberapa tahun membuat mereka menjadi cukup akrab. Frekuensi pertemuan yang cukup sering membuat keduanya menjalin hubungan dekat. Bahkan lelaki itu sudah menganggap Renata sebagai ibunya sendiri.“Kenapa tidak menelponku, Arsa? Atau setidaknya memberiku pesan.” Alisha menatap gelisah ke arah Arsa, meminta penjelasan, mengapa bisa dalam hal segenting itu tidak mengabarinya? Padahal biasanya, Arsa selalu memberinya informasi terkait dengan kesehatan Renat
Read more
PREV
1
...
2021222324
...
29
DMCA.com Protection Status