“Atas dasar apa anda menuduh kami berselingkuh?”Richo mengepalkan tangannya ketika mendengar suara William. Bila saja tak ingat mereka sedang berada di rstoran, mungkin saja kekuatan pria itu mampu meremukkan gelas kaca yang sedang dipegangnya. Jiwa protektifnya tidak terima ketika Alisha terkena tuduhan tak berdasar yang dilayangkan. Lelaki yang tengah memakai baju casual itu lantas mengurai pelukan. Kemudian menarik tubuh Alisha agar berada di belakang tubuhnya. Seolah memberikan perlindungan bagi wanita itu. Dengan bengis Richo menatap William. Sementara William juga tengah menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Seharusnya saya yang bertanya, mengapa sepasang mantan kekasih berada di tempat ini, lalu berpelukan? Apakah saya masih bisa percaya bahwa tidak terjadi apa-apa di antara kalian?” balas William dengan lirikan yang begitu sinis. “Atau memang benar, jika kalian masih terlibat dengan cinta lama yang belum selesai?”“Lalu mengapa jika Alisha memiliki cinta lama yang
Sebuah getar notifikasi membuat Alisha yang sedang menata baju-bajunya ke dalam koper segera menghentikan aktivitas dan meraih ponsel yang terletak di atas nakas. Mulanya, Alisha mengira jika pesan masuk itu berasal dari sang mama atau mahasiswanya. Akan tetapi prediksinya meleset begitu melihat isi pesan yang dikirimkan juga nama sang pengirim.[Turunlah ke arah pantai, di sebelah selatan ada festival layang-layang! Kau harus melihatnya. Aku tahu kau perlu hiburan. Datanglah kalau tidak mau seharian terkurung di kamar bersama suamimu yang menyebalkan itu, haha.]Begitulah isi pesan masuk yang dikirim oleh seseorang dengan nama kontak Richoveta. Bagaimana bisa lelaki itu tahu jika Alisha seharian ini hanya di kamar saja? Apa dia sudah menjadi cenayang? Bibir manis milik perempuan berambut panjang itu spontan membengkok beberapa saat. Ada rasa hangat yang tiba-tiba menyembul keluar dari pipinya. Richo memang tahu apa yang sedang ia butuhkan. Dan ini sudah hari kedua mereka honeymoon d
"Nanti, kalau kita sudah menikah, kau harus mau menemani aku menyelesaikan semua bucket list ini!" Masih segar diingatkan William bagaimana Anna mengatakan itu seraya menunjukkan catatan pribadinya. Halamannya terbuka pada sebuah kertas bergaris berisi empat daftar tulisan yang akan ia lakukan bersamanya. "Bucket list honeymoon? Kenapa cuma sedikit?" ujar William kala itu ketika membaca judul yang tertera. "Karena aku tahu calon suamiku ini adalah orang yang tidak bisa meninggalkan pekerjaan lama-lama, jadi aku pilih beberapa hal saja yang ingin aku tunjukkan padamu. Aku hanya ingin ke Bali, lalu mengajakmu ke Resto Apung. Kau harus mencoba bubur ketan hitamnya, aku jamin setelah makan kau akan jatuh cinta dengan hal yang tidak kau suka. Yang kedua, aku ingin mengunjungi festival layang-layang, aku juga tidak tahu sih, kebenarannya tetapi katanya festival layang-layang itu hanya setahun sekali. Orang-orang tidak pernah liburan sepertimu harus datang ke sana!" William menghela napa
"Aku memang menemanimu di sini, tapi bukan berarti aku setuju dengan usulanmu! Sebanyak apapun kau meminta aku tetap tidak bisa!" William menjawab pertanyaan itu setelah mendudukkan diri di atas hamparan pasir. Sandal yang ia gunakan sudah dilepas sebagai alas. Volume suara lelaki itu memang rendah, tetapi penekanannya cukup mampu membuat hati Alisha tercekit. Sepertinya, suaminya ini adalah tipe pria yang jika sudah mencintai satu wanita maka dia akan sulit beralih dengan wanita yang lain. Sayangnya, bukan Alisha yang berada dalam posisi itu. Statusnya memang sebagai istri sah, tapi itu hanya di atas kertas saja. Dia tidur satu ranjang dengan William, tapi tidak pernah melakukan hubungan suami istri. Jangankan itu, saling memeluk saat tidur saja tidak bisa. Raga pria itu bahkan selalu bersisihan dengannya, tetapi bukan Alisha yang ratu dalam hatinya.Benteng yang dibangun lelaki itu terlalu tinggi. Pondasinya terlalu kuat sehingga Alisha kesulitan untuk merobohkannya. Dan, entah sa
"Turunkan barangmu!" Suara derit hand rem yang ditarik terdengar begitu kencang. Mobil yang digunakan William dan Alisha otomatis berhenti di halaman rumah tak berpenjaga ini. Sepasang suami istri itu benar-benar kembali ke Jakarta dan melupakan agenda liburan yang sebelumnya telah direncanakan—oleh ibunya. Usai memerintahkan Alisha untuk berkemas tadi siang, William segera memesan tiket penerbangan dari Bali menuju Jakarta. Tentu saja hal itu memicu banyak pertanyaan dari berbagai pihak. Para manajemen dan petugas hotel pun meminta kejelasan mengapa pimpinan mereka begitu cepat meninggalkan Sintara, sementara mereka baru saja mempersiapkan private dinner. Namun, hebatnya dengan sedikit sandiwara para manajemen hotel pun percaya bahwa William benar-benar sedang memiliki pekerjaan yang mendesak dan harus segera kembali ke Jakarta. Alisha sendiri hanya diam saja. Ia tak punya kuasa untuk melarang keputusan suaminya. Sekalipun sudah meminta maaf dan membujuk William agar tidak kembali
“Alisha?” Alisha menarik kedua sudut bibirnya ke atas ketika melihat reaksi Serra. Wanita yang baru saja melahirkan itu ternganga ketika melihat dirinya berdiri di ambang pintu. Alisha sudah menduga jika istri kakak iparnya ini akan terkejut dengan kedatangannya. Ia memang sengaja tidak mengirim pesan apapun padanya. Sore ini setelah pulang mengajar, Alisha berkunjung ke rumah Serra. Ya, masa cutinya sudah berakhir. Ia telah menjalani rutinitas menjadi seorang dosen kembali setelah meliburkan diri beberapa hari. “Maaf, Serra, aku tidak memberitahumu dulu. Aku hanya tiba-tiba ingin mampir saja, lalu tadi aku beli beberapa mainan untuk Sagara.” Alisha menyerahkan sebuah paperbag hitam berisi beberapa teethers dengan berbagai macam bentuk ikan dan boneka tangan berbentuk penguin. “Astaga, ini banyak sekali.” Serra membuka paperbag itu dan memeriksa isinya. “Terima kasih, ya. Ayo masuk. Kebetulan anak itu baru saja mandi. Biasanya dia akan main sebentar, lalu menyusu dan tidur. Masuk
Jujur Alisha tertohok dengan kalimat pedas itu. Kabut tipis mulai menyelimuti kedua pualam hitam miliknya. Mungkin sebentar lagi menembal dan turun hujan bila saja Alisha tak menhannya. William benar. Sejak awal hubungan mereka penuh dengan kebohongan dan Alisha sendiri yang menciptakannya. “Aku tahu semua kebohongan ini berasal dariku. Aku orang paling jahat di sini karena sudah menghancurkan hubunganmu dengan Anna dan membuat rencanamu dengannya berantakan! Tapi apa kau pernah berpikir bagaimana dirimu dalam sudut pandangku? Aku tidak tahu sejauh apa hubunganmu karena kau tidak terbuka padaku! Aku bahkan tahu kau memiliki hubungan dengann wanita lain hanya selisih satu minggu sebelum pernikahan! Andai sejak awal kau jujur padaku bahwa kau sudah bertunangan dengan Anna, aku memilih mundur, William!” Apron yang dikenakan Alisha lantas dilepas. Lalu digantung pada tempatnya. Wanita itu bergerak ke pantry dan melanjutkan aktivitasnya memindah nasi dari wajan ke piring berbahan keramik
“Semalam Mama menelpon karena muntah darah lagi. Aku langsung ke rumah untuk memeriksa keadaan mama aku takut terjadi apa-apa. Maka dari itu aku minta hari ini untuk datang kembali ke rumah sakit.” Arsa, dokter onkologi—spesialis kanker— yang menangani Renata menjelaskan asal mula mengapa jadwal rutin check up dimajukan. Di sebuah ruang berbau antiseptic ini lelaki berjas putih ini bicara empat mata dengan Alisha. Sementara wanita itu baru saja duduk dan meletakkan tasnya di atas meja kaca setinggi diafragma. Umur yang hanya selisih beberapa tahun membuat mereka menjadi cukup akrab. Frekuensi pertemuan yang cukup sering membuat keduanya menjalin hubungan dekat. Bahkan lelaki itu sudah menganggap Renata sebagai ibunya sendiri.“Kenapa tidak menelponku, Arsa? Atau setidaknya memberiku pesan.” Alisha menatap gelisah ke arah Arsa, meminta penjelasan, mengapa bisa dalam hal segenting itu tidak mengabarinya? Padahal biasanya, Arsa selalu memberinya informasi terkait dengan kesehatan Renat
“Apa yang membuat istriku ini melamun, hm?”Suara bariton itu membuyarkan lamunan Alisha. Bersamaan dengan kedua lengan kekar yang kini membelit tubuh rampignya dari arah belakang. Siapa lagi kalau bukan suaminya? Tentu hanya William, satu-satunya lelaki yang berada di rumah ini. Wanita itu hanya pasrah ketika pria itu menekan tubuhnya dan meletakkan kepala di ceruk leher jenjang miliknya. Bahkan Alisha tidak menolak sama sekali saat William mendekapnya begitu intim. Aroma susu yang menusuk indera penciuman sudah cukup memberikan informasi bahwa suaminya ini baru saja membersihkan diri. Ya, beberapa saat yang lalu mereka baru saja tiba di rumah setelah mengunjungi sang ibu mertua. Lexa masih belum bangun dari tidur siangnya. Membuat sepasang suami istri itu bebas melakukan apapun.“Coba katakan, apa yang sedang kau pikirkan hingga melamun begini? Ada sesuatu yang terjadi padamu?” tanya William lagi sebelum mengecup tengkuk istrinya dengan lembut.“Tidak, Will. Tidak ada yang terjadi
“Setelah sekian lama. Aku pikir, tidak akan pernah betemu lagi denganmu, Alisha.”Serra menolehkan kepala ke arah Alisha yang duduk di sebelahnya. Istri Gamma itu lebih dulu memulai pembicaraan setelah sekian lama saling bertukar geming dengan adik iparnya. Sejak mereka bertemu tadi hanya sebuah senyum yang mereka lemparkan satu sama lain. Lama tak bertemu, membuat mereka bingung apa yang harus diobrolkan selain bertukar sapa dan kabar, mungkin saja demikian.Dua menantu itu sedang menunggu di depan kamar Romana, membiarkan para putra Pranadipta menyelesaikan masalah yang terjadi. Tidak ingin ikut campur terlalu jauh dan memilih menunggu sembari mengamati buah hati mereka bermain kejar-kejaran. Padahal, baru beberapa detik yang lalu Sagara dan Lexa berkenalan, tak sampai hitungan menit mereka sudah dekat bagai tanpa sekat. Bahkan layaknya teman lama yang tak lama berjumpa. “Aku juga sempat berpikir begitu, Serra,” jawab Alisha setelah membuang napas panjang. Selanjutnya menguntai sen
“Siapa juga yang mau menyia-nyiakan wanita secantik istriku ini?”Sahutan dari William membuat tautan tubuh dua kaum hawa itu terlepas. Alisha langsung menyurut air matanya dan menyembunyikan wajahnya. Baru setelah semuanya terasa baik, wanita itu menoleh ke arah sumber suara. William sudah berdiri di ambang pintu bersama dengan Lexa yang sedang memegang sebuah cupcake di tangan kanannya. Entah sejak kapan mereka kembali dari dapur, Alisha hanya berharap William tidak mendengar semua kalimat yang dia ucapkan tadi. Tentu ia akan malu setengah mati.Pria itu lantas melanjutkan langkah kakinya, diikuti dengan Lexa yang sadar sang ayah lebih dulu pergi. Selanjutnya menggeser sebuah kursi yang terletak di samping nakas dan mendaratkan tubuhnya di sana.“Aku tidak akan bertindak bodoh seperti dulu,” sambungnya kemudian.“Kalau dia kembali seperti dulu lagi, laporkan padaku, Lisha! Aku yang akan maju memberinya pelajaran!” sahut Romana yang kini menoleh ke arah sang cucu. “Ah, rupanya dia be
“Hai, Grandma!”Lengkingan suara itu berasal dari Lexa. Gadis itu kegirangan saat mengetahui dirinya akan menjenguk Romana. Sejak dari rumah tak henti-hentinya mengoceh tidak sabar bertemu Grandma-nya Uncle Painter—yang notabene adalah nenek kandungnya sendiri. Saking senangnya, anak itu pula yang memilihkan bingkisan untuk Romana. Dengan langkah kecilnya, Lexa berjalan menuju ranjang Romana, tempat dimana wanita paruh baya itu beristirahat, meninggalkan kedua orang tuanya yang mengekor di belakang. Tak lupa sebuah senyum tulus dari bibir mungilnya terbit lebih dulu. Tidak ada perasaan takut, meski baru pertama kali bertemu. “Hai, Manis!” sapa Romana usai mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Sedikit terkejut dengan kedatangan seorang anak perempuan yang begitu cantik. Namun, begitu menyadari William juga Alisha muncul di ambang pintu, wanita itu tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Sang Pencipta. Sebab pada akhirnya ia diijinkan untuk bertemu dengan cucu yang selama ini tak
Begitu pintu terbuka, pemandangan yang pertama kali dilihat oleh William adalah Romana yang sedang terbaring di atas ranjang. Dengan infuse cairan berwarna kuning yang terpasang di tangan kirinya. Dua matanya terpejam. Kantungnya begitu besar dan tampak menghitam. Entah sudah seberapa sering wanita paruh baya itu tidak mengistirahatkan diri. William hanya mendengar cerita dari Bi Sumi yang mengatakan bahwa Romana sulit tidur hingga harus diberikan obat agar mendapatkan waktu rehat yang cukup selama beberapa hari terakhir. Dokter telah mendiagnosa bahwa hipertensi Romana muncul karena kelelahan dan banyak pikiran. Seolah menyadari seseorang telah datang di kamar pribadinya, Romana perlahan membuka mata. Wanita itu hampir melompat karena terkejut mendapati putra bungsunya sudah berada di hadapan mata. Bahkan sampai terduduk dan hendak menyingkap selimut guna berjalan menyambut William.Sebesar itu rindunya terhadap putranya.“Jangan bangun dulu, Ibu belum sehat, kan,” tegur William ke
Alisha mengamati setiap detail rumah besar yang baru saja ia pijak ini. Setelah mendarat di tanah air, ia dengan keluarga kecilnya itu segera menuju bangunan mewah yang sempat ia tinggali selama beberapa bulan. Rumah pribadi milik William. Rumah yang menyimpan banyak cerita dan kenangan akan mereka. Mulai dari masa-masa perjodohan hingga mereka menikah. Rumah itu pula yang menjadi saksi bisu kisah cinta mereka.Baru berpijak di halaman rumah saja semua peristiwa yang terjadi bertahun-tahun silam langsung terputar. Peristiwa dimana William tidak mau membantunya menurunkan dan membawa koper. Juga peristiwa William membuang bekal makanan yang dibuat Alisha dengan susah payah. Ah, semua itu masih bisa mencubit hatinya.Alisha memang seperti ini. Terlalu melankolis hingga sulit melupakan hal-hal yang pernah terjadi padanya terutama kejadian buruk.“Biarkan saja kopernya, nanti biar aku dan Pak Man yang membawanya ke dalam.” William berkata demikian seraya membopong tubuh mungil putrinya ya
“Kalau kau tidak mau ikut, tidak apa-apa. Biar aku yang pulang sendiri ke Indonesia, tetapi mungkin aku akan kembali saat ibu sudah baikan.”William memutar tubuh dan melihat ke arah sang istri yang datang membawa satu piring lauk menu makan malam mereka hari ini. Lelaki yang tengah mengenakan piyama biru tua itu lantas menarik sebuah kursi berbahan kayu kemudian mendaratkan tubuhnya di sana, menunggu jawaban Alisha. Sedangkan Alisha belum mengatakan sepatah kata pun terkait hal yang sedang mereka rundingkan. Sepasang suami istri itu baru saja membahas terkait dengan kabar Romana yang jatuh sakit.Situasi itu, membuat William harus pulang sesegera mungkin. Tidak ingin keadaan ibunya semakin parah, sebab obat yang paling manjur hanyalah kedatangan dirinya. Namun, ia tak mungkin juga meninggalkan Alisha dan Lexa lagi. Untuk itu, William berinisiatif untuk mengajak mereka kembali ke Indonesia. Ia juga ingin menunjukkan pada ibunya bila dia setidaknya sudah bisa memperbaiki hubungan perni
“Mama Sha? Wau! Ada cake dari siapa, Ma?”Lexa menaiki bangku, lalu mengamati barisan cupcake brownies berhias krim warna-warni pada sebuah piring yang terletak di atas meja makan. Anak kecil berkuncir dua itu baru saja menyusul sang mama ke dapur, setelah sebelumnya asik menonton film kartun favorite-nya di ruang tengah. Bocah itu tertarik pada salah satu krim yang berwarna biru dengan taburan cokelat mutiara putih, tetapi tak berani mengambilnya sebab belum diijinkan oleh sang mama. Alisha melempar senyum pada putrinya. Lalu merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan tubuh Alexandra. “Mama baru saja beli, Sayang. Kau mau makan?”Anggukan kepala diberikan oleh gadis kecil itu. Alisha lantas mendekatkan piring berisi kue-kue itu ke arah Lexa, agar mengambil sendiri kue yang dia mau.“Blue, is my favorite!” seru Lexa dengan nada yang menggemaskan. Selanjutnya mengambil kue berwarna biru seperti yang inginnkannya. “Kalau yang itu, Ma?” Anak itu menunjuk ke potongan brownies biasa yang t
Di tempat lain.“Kau terlalu cepat membuat keputusan, Nak. William juga punya hak atas perusahaan. Kau tidak bisa memecatnya sembarangan seperti pegawai lainnya. Dan, Ibu rasa selama ini dia tidak pernah absen kecuali beberapa waktu belakangan. Itupun kau tahu karena dia sedang mengurus keluarganya. Dimana akal sehatmu, Gamma!”Teguran dengan nada cukup keras itu diberikan Romana kepada Gamma yang sedang duduk di atas kursi kerjanya. Beberapa saat yang lalu, wanita paruh baya itu mendapatkan kabar bila Putra sulungnya mengirimkan surat pemecatan kepada adiknya sendiri.Tentu saja Romana tidak terima akan hal itu. Gamma tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan William. Gamma hanya tersulut emosi sebab beberapa investor marah padanya satu hari yang lalu. “Aku tidak mau ada pengacau di perusahaan, Bu. Ibu juga tahu sendiri bagaimana para investor dan pemegang saham menegurku karena progress yang lambat. Sedangkan William pergi tanpa mengurus pekerjaannya sama sekali! Dia harus diberika