Langkah kaki yang tergesa spontan melambat ketika dering panggilan masuk terdengar di telinga William. Pria itu sedang berjalan menuruni tangga hendak pergi ke ruang kerjanya. Meskipun hari ini adalah akhir pekan tetap saja William tak bisa meninggalkan pekerjaan. Di belakangnya terlihat sosok perempuan yang juga berjalan di tangga yang sama. Alisha, biasanya wanita itu akan ke dapur untuk membuat sarapan.William lantas segera merogoh benda pipih yang meraung keras pada saku celananya. Sebuah panggilan dari Romana membuatnya mengernyit sebentar. Ada apa ibunya menelpon pagi-pagi begini? Adakah hal urgent yang harus ia urus? Tanpa banyak berpikir lagi William mengusap layar ponsel dan menjawab panggilan itu. “Ada apa, Bu?” tanyanya ketika mendengar Romana sedang menggerutu pelan akibat panggilan yang tak segera tersambung. William menghentikan langkah sejenak di depan anak tangga kemudian bersandar pada penyangga besi, membiarkan Alisha untuk melewati dirinya begitu saja.[“Will? Apa
Ketika berjalan melewati ruang tamu, Alisha dikejutkan dengan setumpuk kado yang tersusun rapi di atas meja. Wanita itu baru saja pulang dari mengajar. Sementara saat, ia datang ia mobil suaminya juga sudah terparkir rapi di garasi. Itu tandanya William sudah berada di rumah. Mungkin, pria itu tahu dari mana jejeran kotak berbalut kertas warna-warni itu berasal.Alisha lantas berjalan ke arah meja, ia ingin melihat lebih dekat hadiah itu.[Happy monthversarry.]Begitulah dua kalimat ucapan pada sepucuk surat yang terlampir pada sebuah karangan bunga. Buket itu dibiarkan tergeletak di atas meja dengan sebuah kotak kertas berisi dengan beberapa toples kaca. Alisha sendiri tidak bisa memastikan bingkisan itu dari siapa. Namun, saat memeriksa satu buket lainnya ia mendapati nama Gamma dan Serra. Bisa dipastikan semua ini dari keluarga William, termasuk Romana.Ah, bingkisan itu manis sekali, semanis lengkung senyum yang teruntai di bibir Alisha.Tidak terasa sudah satu bulan lamanya Alish
Pesta ini nampaknya digelar untuk kalangan internal perusahaan saja. Terbukti saat Alisha hanya menjumpai tamu yang sebagian besar bekerja sebagai karyawan suaminya. Mungkin memang dibuat demikian agar tidak terlalu ramai. Toh, ballroom hotel yang mereka gunakan ini tidak terlalu luas. Dekorasi acara ini sederhana namun tetap mewah. Serangkaian acara tiup lilin sudah mereka lewati dan kini mereka hanya tinggal bersenang-senang sembari melahap makanan dan minuman yang telah disediakan.Sejak tadi Alisha hanya duduk di sebuah meja bundar. Tidak tahu harus pergi kemana ketika sang suami lebih memilih mengobrol dengan para bawahannya. Ia tak punya kenalan akrab. Bertegur sapa dengan para karyawan pun hanya beberapa kali. Serra dan Gamma sedang berbincang dengan salah satu pemegang saham. Romana sedang menjamu karyawan-karyawannya. Ah, rasanya Alisha tak ikut pun tidak berpengaruh pada acara ini.“Kau bicara apa pada ibu?” Tiba-tiba saja, William sudah duduk di hadapan Alisha. Entah kapan
[Bapak lebih suka nasi hainan tanpa pandan untuk sarapan. Opsi yang lain nasi daun jeruk dengan ayam crispy, Bu.]Begitulah pesan yang masuk dalam ponsel Alisha beberapa jam yang lalu. Setelah semalam bertukar nomor, Alisha bertanya pada Anna tentang apa saja yang disukai oleh suaminya. Mungkin dengan memberinya makanan kesukaan, pria itu akan sedikit luluh. Sama seperti Serra yang berusaha meluluhkan hati Gamma dengan sebuah masakan. Tidak peduli apa hubungan Anna dengan suaminya saat ini, ataupun siapa yang masih singgah dalam hati William, tidak masalah bagi Alisha. Ia hanya ingin membangun hubungan baik dengan lelaki itu saja. Dan sekarang, Hanya Anna yang bisa membantunya. Belajar darinya juga tidak salah, kan?Kebetulan nasi hainan adalah menu kesukaan Richo, sejak dulu pria yang sering mengaku sebagai mantan kekasihnya itu sering merengek meminta untuk dimasakkan. Selalu begitu setiap pulang ke Indonesia. Jadi lidah dan tangannya cukup terlatih untuk memasak hidangan itu. Ki
Suara alarm peringatan mengganggu tidur nyenyak Alisha. Wanita itu mencoba membuka mata, tetapi yang terlihat hanya kegelapan. Lampu tidur yang biasanya berpendar remang-remang tidak menyinari sedikit pun. Mungkinkah sedang ada pemadaman listrik?Tidak tahu pasti. Alisha sendiri tidak mendapatkan informasi apa-apa. Bahkan pengurus kompleks pun tidak memberikan penjelasan tekait pemutusan listrik.Dengan perlahan, Alisha bangkit dari tempat tidur dan mengambil ponsel yang berada di meja sampingnya. Layar yang terang memudahkan dia untuk menemukan ponsel tersebut. Alisha menyalakan senter di ponselnya agar bisa melihat dengan jelas. Sekarang dia dapat melihat dengan lebih baik. Dia hampir menabrak sebuah sofa kecil di depannya. Bahkan, dia bisa melihat William yang masih tertidur pulas sambil memeluk guling.Alisha kemudian berjalan ke arah jendela dan menyibak tirai tebal yang tergantung di sana untuk melihat kondisi di sekitar. Kamar tempat mereka menginap berada di lantai dua, jadi d
"Bagaimana keadaanmu?"Kabar itu ditanyakan oleh Alisha kepada Wiliam yang sedang terbaring lemah di atas brankar sebuah kamar rawat inap. Tubuh kekarnya belum bisa bergerak leluasa setelah tindakan medis yang ia jalani beberapa jam yang lalu. Pisau yang digunakan para perampok itu melukai bagian perutnya. Menusuk dan menembus kulitnya. Namun, beruntung tusukan itu tidak terlalu dalam dan tidak mengenai organ vital, sebab William berhasil menahan laju senjata tajam itu dengan tangannya. Hanya saja hal itu membuat jemari dan telapak tangannya harus terluka cukup parah. Suaminya itu pun segera mendapatkan pertolongan dan dilarikan ke rumah sakit setelah beberapa tetangga kompleks dan satuan pengamanan yang bertugas segera datang ke rumah meringkus para penjahat yang tersisa. Bahkan Gamma langsung datang ke kantor polisi untuk mengurus beberapa hal yang bisa diwakilkan. Ia mendapatkan laporan dari Serra beberapa waktu yang lalu."Better," jawab lelaki itu se
William spontan menutup bibirnya rapat. Kedua matanya terpejam, meredam penyesalan yang tiba-tiba mendrobak keluar. Batinnya tak henti merutuki dirinya sendiri, mengapa ia begitu ceroboh sehingga mengucapkan kalimat seperti itu? Sekarang apa yang harus ia sampaikan kepada Romana? Apakah ia harus jujur atau justru berkilah dan semakin menutupi kebohongan? Jika William memilih untuk jujur, semua pertanyaan Romana bisa saja terjawab. Namun, mengungkapkan bahwa Alisha tidak akan hamil karena William tidak pernah menyentuhnya adalah hal yang sulit. Selain itu, banyak hal lain yang harus disembunyikan William karena hubungan mereka yang tidak baik-baik saja. Tapi, mengungkapkan semuanya secara gamblang kepada Romana bisa menyulut masalah yang lebih besar. Ibunya pasti akan bertanya apa alasan di balik semua ini. Di sisi lain, William juga tidak ingin mengecewakan Romana saat ini. Ia merasa tidak ada pilihan lain, bukan? "Bukan seperti itu maksudku, Bu. Kami tidak memiliki masalah kesehat
Di tempat lain, seorang wanita berambut panjang dan seorang pria tengah menepati janji temu mereka. Hari masih bisa terbilang subuh, akan tetapi tempat ini sudah dipenuhi dengan puluhan manusia. Sebagian pegawai dan tenaga medis, sebagian lagi pengunjung biasa.“Aku mendengar kau dan suamimu baru saja terkena musibah, Bagaimana denganmu? Kau ada yang terluka? Bagaimana bisa rumahmu dirampok, Sha? Bukankah ada security di kompleks rumahmu?” Alisha membuang napas pelan ketika suara bariton melontarkan berbagai pertanyaan itu. Arsakha Daneswara, dokter spesialis yang menangani mamanya. Wanita yang masih mengenakan baju tidur itu lantas menggeser tubuhnya agar Arsa yang baru saja datang bisa duduk di sebelahnya. Alisha pamit tak masuk kerja, kemudian Arsa baru saja selesai bertugas. Wajar mereka bisa bertemu. Arsa bertugas di Pranadipta Hospital, dan suaminya dilarikan di rumah sakit yang sama. Kabar terlukanya William pun sudah menyebar dari jajaran manajemen hingga para tenaga medis,
“Apa yang membuat istriku ini melamun, hm?”Suara bariton itu membuyarkan lamunan Alisha. Bersamaan dengan kedua lengan kekar yang kini membelit tubuh rampignya dari arah belakang. Siapa lagi kalau bukan suaminya? Tentu hanya William, satu-satunya lelaki yang berada di rumah ini. Wanita itu hanya pasrah ketika pria itu menekan tubuhnya dan meletakkan kepala di ceruk leher jenjang miliknya. Bahkan Alisha tidak menolak sama sekali saat William mendekapnya begitu intim. Aroma susu yang menusuk indera penciuman sudah cukup memberikan informasi bahwa suaminya ini baru saja membersihkan diri. Ya, beberapa saat yang lalu mereka baru saja tiba di rumah setelah mengunjungi sang ibu mertua. Lexa masih belum bangun dari tidur siangnya. Membuat sepasang suami istri itu bebas melakukan apapun.“Coba katakan, apa yang sedang kau pikirkan hingga melamun begini? Ada sesuatu yang terjadi padamu?” tanya William lagi sebelum mengecup tengkuk istrinya dengan lembut.“Tidak, Will. Tidak ada yang terjadi
“Setelah sekian lama. Aku pikir, tidak akan pernah betemu lagi denganmu, Alisha.”Serra menolehkan kepala ke arah Alisha yang duduk di sebelahnya. Istri Gamma itu lebih dulu memulai pembicaraan setelah sekian lama saling bertukar geming dengan adik iparnya. Sejak mereka bertemu tadi hanya sebuah senyum yang mereka lemparkan satu sama lain. Lama tak bertemu, membuat mereka bingung apa yang harus diobrolkan selain bertukar sapa dan kabar, mungkin saja demikian.Dua menantu itu sedang menunggu di depan kamar Romana, membiarkan para putra Pranadipta menyelesaikan masalah yang terjadi. Tidak ingin ikut campur terlalu jauh dan memilih menunggu sembari mengamati buah hati mereka bermain kejar-kejaran. Padahal, baru beberapa detik yang lalu Sagara dan Lexa berkenalan, tak sampai hitungan menit mereka sudah dekat bagai tanpa sekat. Bahkan layaknya teman lama yang tak lama berjumpa. “Aku juga sempat berpikir begitu, Serra,” jawab Alisha setelah membuang napas panjang. Selanjutnya menguntai sen
“Siapa juga yang mau menyia-nyiakan wanita secantik istriku ini?”Sahutan dari William membuat tautan tubuh dua kaum hawa itu terlepas. Alisha langsung menyurut air matanya dan menyembunyikan wajahnya. Baru setelah semuanya terasa baik, wanita itu menoleh ke arah sumber suara. William sudah berdiri di ambang pintu bersama dengan Lexa yang sedang memegang sebuah cupcake di tangan kanannya. Entah sejak kapan mereka kembali dari dapur, Alisha hanya berharap William tidak mendengar semua kalimat yang dia ucapkan tadi. Tentu ia akan malu setengah mati.Pria itu lantas melanjutkan langkah kakinya, diikuti dengan Lexa yang sadar sang ayah lebih dulu pergi. Selanjutnya menggeser sebuah kursi yang terletak di samping nakas dan mendaratkan tubuhnya di sana.“Aku tidak akan bertindak bodoh seperti dulu,” sambungnya kemudian.“Kalau dia kembali seperti dulu lagi, laporkan padaku, Lisha! Aku yang akan maju memberinya pelajaran!” sahut Romana yang kini menoleh ke arah sang cucu. “Ah, rupanya dia be
“Hai, Grandma!”Lengkingan suara itu berasal dari Lexa. Gadis itu kegirangan saat mengetahui dirinya akan menjenguk Romana. Sejak dari rumah tak henti-hentinya mengoceh tidak sabar bertemu Grandma-nya Uncle Painter—yang notabene adalah nenek kandungnya sendiri. Saking senangnya, anak itu pula yang memilihkan bingkisan untuk Romana. Dengan langkah kecilnya, Lexa berjalan menuju ranjang Romana, tempat dimana wanita paruh baya itu beristirahat, meninggalkan kedua orang tuanya yang mengekor di belakang. Tak lupa sebuah senyum tulus dari bibir mungilnya terbit lebih dulu. Tidak ada perasaan takut, meski baru pertama kali bertemu. “Hai, Manis!” sapa Romana usai mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Sedikit terkejut dengan kedatangan seorang anak perempuan yang begitu cantik. Namun, begitu menyadari William juga Alisha muncul di ambang pintu, wanita itu tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Sang Pencipta. Sebab pada akhirnya ia diijinkan untuk bertemu dengan cucu yang selama ini tak
Begitu pintu terbuka, pemandangan yang pertama kali dilihat oleh William adalah Romana yang sedang terbaring di atas ranjang. Dengan infuse cairan berwarna kuning yang terpasang di tangan kirinya. Dua matanya terpejam. Kantungnya begitu besar dan tampak menghitam. Entah sudah seberapa sering wanita paruh baya itu tidak mengistirahatkan diri. William hanya mendengar cerita dari Bi Sumi yang mengatakan bahwa Romana sulit tidur hingga harus diberikan obat agar mendapatkan waktu rehat yang cukup selama beberapa hari terakhir. Dokter telah mendiagnosa bahwa hipertensi Romana muncul karena kelelahan dan banyak pikiran. Seolah menyadari seseorang telah datang di kamar pribadinya, Romana perlahan membuka mata. Wanita itu hampir melompat karena terkejut mendapati putra bungsunya sudah berada di hadapan mata. Bahkan sampai terduduk dan hendak menyingkap selimut guna berjalan menyambut William.Sebesar itu rindunya terhadap putranya.“Jangan bangun dulu, Ibu belum sehat, kan,” tegur William ke
Alisha mengamati setiap detail rumah besar yang baru saja ia pijak ini. Setelah mendarat di tanah air, ia dengan keluarga kecilnya itu segera menuju bangunan mewah yang sempat ia tinggali selama beberapa bulan. Rumah pribadi milik William. Rumah yang menyimpan banyak cerita dan kenangan akan mereka. Mulai dari masa-masa perjodohan hingga mereka menikah. Rumah itu pula yang menjadi saksi bisu kisah cinta mereka.Baru berpijak di halaman rumah saja semua peristiwa yang terjadi bertahun-tahun silam langsung terputar. Peristiwa dimana William tidak mau membantunya menurunkan dan membawa koper. Juga peristiwa William membuang bekal makanan yang dibuat Alisha dengan susah payah. Ah, semua itu masih bisa mencubit hatinya.Alisha memang seperti ini. Terlalu melankolis hingga sulit melupakan hal-hal yang pernah terjadi padanya terutama kejadian buruk.“Biarkan saja kopernya, nanti biar aku dan Pak Man yang membawanya ke dalam.” William berkata demikian seraya membopong tubuh mungil putrinya ya
“Kalau kau tidak mau ikut, tidak apa-apa. Biar aku yang pulang sendiri ke Indonesia, tetapi mungkin aku akan kembali saat ibu sudah baikan.”William memutar tubuh dan melihat ke arah sang istri yang datang membawa satu piring lauk menu makan malam mereka hari ini. Lelaki yang tengah mengenakan piyama biru tua itu lantas menarik sebuah kursi berbahan kayu kemudian mendaratkan tubuhnya di sana, menunggu jawaban Alisha. Sedangkan Alisha belum mengatakan sepatah kata pun terkait hal yang sedang mereka rundingkan. Sepasang suami istri itu baru saja membahas terkait dengan kabar Romana yang jatuh sakit.Situasi itu, membuat William harus pulang sesegera mungkin. Tidak ingin keadaan ibunya semakin parah, sebab obat yang paling manjur hanyalah kedatangan dirinya. Namun, ia tak mungkin juga meninggalkan Alisha dan Lexa lagi. Untuk itu, William berinisiatif untuk mengajak mereka kembali ke Indonesia. Ia juga ingin menunjukkan pada ibunya bila dia setidaknya sudah bisa memperbaiki hubungan perni
“Mama Sha? Wau! Ada cake dari siapa, Ma?”Lexa menaiki bangku, lalu mengamati barisan cupcake brownies berhias krim warna-warni pada sebuah piring yang terletak di atas meja makan. Anak kecil berkuncir dua itu baru saja menyusul sang mama ke dapur, setelah sebelumnya asik menonton film kartun favorite-nya di ruang tengah. Bocah itu tertarik pada salah satu krim yang berwarna biru dengan taburan cokelat mutiara putih, tetapi tak berani mengambilnya sebab belum diijinkan oleh sang mama. Alisha melempar senyum pada putrinya. Lalu merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan tubuh Alexandra. “Mama baru saja beli, Sayang. Kau mau makan?”Anggukan kepala diberikan oleh gadis kecil itu. Alisha lantas mendekatkan piring berisi kue-kue itu ke arah Lexa, agar mengambil sendiri kue yang dia mau.“Blue, is my favorite!” seru Lexa dengan nada yang menggemaskan. Selanjutnya mengambil kue berwarna biru seperti yang inginnkannya. “Kalau yang itu, Ma?” Anak itu menunjuk ke potongan brownies biasa yang t
Di tempat lain.“Kau terlalu cepat membuat keputusan, Nak. William juga punya hak atas perusahaan. Kau tidak bisa memecatnya sembarangan seperti pegawai lainnya. Dan, Ibu rasa selama ini dia tidak pernah absen kecuali beberapa waktu belakangan. Itupun kau tahu karena dia sedang mengurus keluarganya. Dimana akal sehatmu, Gamma!”Teguran dengan nada cukup keras itu diberikan Romana kepada Gamma yang sedang duduk di atas kursi kerjanya. Beberapa saat yang lalu, wanita paruh baya itu mendapatkan kabar bila Putra sulungnya mengirimkan surat pemecatan kepada adiknya sendiri.Tentu saja Romana tidak terima akan hal itu. Gamma tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan William. Gamma hanya tersulut emosi sebab beberapa investor marah padanya satu hari yang lalu. “Aku tidak mau ada pengacau di perusahaan, Bu. Ibu juga tahu sendiri bagaimana para investor dan pemegang saham menegurku karena progress yang lambat. Sedangkan William pergi tanpa mengurus pekerjaannya sama sekali! Dia harus diberika