Home / Pernikahan / Istri yang Terpaksa Kau Nikahi / Chapter 241 - Chapter 250

All Chapters of Istri yang Terpaksa Kau Nikahi: Chapter 241 - Chapter 250

286 Chapters

BAB 241 — KONSEKUENSI

Sebuah desisan terdengar setelah Romana melayangkan tamparan cukup keras. William cukup tercengang sebab ibunya datang dan tiba-tiba memukulnya tanpa memberikan peringatan. Kini pipinya memanas berbekas gambar tangan Romana di sana. Di sisi lain, Romana sendiri masih menatapnya dengan tajam. Wajah yang tadinya terlihat tenang kini telah menunjukkan raut kekecewaan. Bibirnya mengatup rapat, dan kedua tangannya mengepal erat. Dada wanita paruh baya itu bahkan sudah bergerak naik turun seiring dengan napas yang kian memburu.“Sudah puas membuat ibumu malu di depan banyak orang dan keluarga Chandrawinata?” tanya Romana membuka pertanyaan tanpa basa-basi, tetapi putranya itu masih menutup mata dan bibirnya. “Kemana saja dirimu hingga tak bisa dihubungi? Mertuamu sekarat dan mencarimu pada detik terakhirnya bahkan menunggumu hingga pagi! Tapi bisa-bisanya kau menghilang tanpa kabar! Kemana saja kau semalam?”William menghembuskan napasnya berat. Detik berikutnya lelaki itu membuka mata men
Read more

BAB 242 — KEHILANGAN LOGIKA

William melangkahkan kakinya menyusuri puluhan batu nisan yang berjajar rapi di makam keluarga Chandrawinata. Lelaki itu datang ditemani dengan Romana yang berjalan beriringan dengannya. Dengan balutan pakaian hitam, satu buket bunga, dan satu keranjang bunga tabur, lelaki itu bertekad meminta maaf atas sikapnya meski sebenarnya itu sia-sia, sebab Renata tak bisa lagi mendengarnya. Mertuanya tidak akan pernah bisa mengatakan kata maaf untuknya. Hingga akhirnya mereka telah tiba di sebuah pusara yang masih baru. Bertabur banyak bunga dan bertuliskan sebuah nama Renata Chandrawinata pada nisan berbahan kayu.“Ini makam Renata, dan yang sebelah kiri itu makam suaminya. Papa Alisha.” Romana melepas kaitan tangannya pada lengan William. “Ibu akan tunggu di sana,” sambungnya lagi lalu menunjuk arah yang dimaksud dengan telunjuknya.William hanya mengangguk, kemudian berjongkok di depan makam Renata. Diletakkannya keranjang bunga juga satu buket sedap malam yang ia bawa. Lelaki itu lantas m
Read more

BAB 243 — BERIKAN SATU KESEMPATAN

“Apa yang kau pikirkan, Sha? Tidak baik melamun seperti ini,” tegur sebuah suara bariton membuat Alisha yang sedang menatap kosong ke arah luar jendela segera menggerakkan kepalanya mencari sang pemilik suara.Richoveta, sepupunya. Pria itu sedang berdiri di depan pintu seraya membawa segelas air dingin dengan es batu yang mengapung di atasnya. “Aku hanya melihat tanaman yang sering di sirami Mama. Apakah nanti bunganya masih akan tetap mekar seperti itu, ketika bukan Mama lagi yang menyiramnya?”“Tidak peduli siapa penyiramnya, mereka akan tetap mekar pada waktunya. Mereka hanya perlu kasih sayang yang sama, seperti yang dilakukan Mama.” Richo berjalan mendekat ke arahnya. “Bagaimana hasil pemeriksaannya tadi? Apakah dia baik-baik saja dan aman untuk naik pesawat?”Richo menyerahkan segelas air putih kepada Alisha yang tengah duduk bersandar di ranjang. Pria itu memang baru saja memanggil seorang bidan untuk datang ke rumah dan memeriksa kandungan Alisha yang masih berusia hampir dua
Read more

BAB 244 — TRAUMA

Pada akhirnya Richo mendengarkan kata-kata Romana. Ia juga telah meminta maaf atas dirinya yang telah terbawa emosi sehingga lepas kendali. Kini ia mempersilakan William untuk bertemu Alisha, memberi laki-laki itu satu kesempatan lagi. Namun, dengan sebuah syarat, jika Alisha tidak ingin bertemu, maka William tidak boleh memaksanya.Kini, Romana dan Richo menunggu di bawah. Sementara William sedang berusaha mengetuk-ngetuk pintu kamar Alisha. Rasa perih, linu, dan nyeri pada tubuhnya tidak dihiraukan lagi. Bahkan bibir dan hidung yang berdarah itu belum sempat diobati hanya sempat dibersihkan saja sebelum William menuju tempat ini.“Lisha .... Lisha ini aku. Bisa kita bicara sebentar?” William mencoba mengetuk pintunya sekali lagi. Nadanya biasa bahkan tak mencerminkan sebuah kekasaran sama sekali. Namun, Alisha tetap tidak membuka pintunya.William lantas berinisiatif untuk merarik tuas dan mendorong papan kayu itu hingga terbuka. Tidak dikunci sama sekali. Alhasil William dapat mema
Read more

BAB 245 - DISKUSI BERSAMA GAMMA

Pagi ini William diminta untuk bertemu dengan Gamma. Perintah itu disampaikan melalui Nara beberapa menit yang lalu. William sudah menebak topik apa yang akan dibicarakan kakak tirinya itu. Sudah pasti bukan tentang pekerjaan melainkan tentang hal yang terjadi kemarin. Apalagi kalau bukan soal William yang tidak masuk tanpa memberi keterangan? Ia menghilang tanpa kabar bahkan membuat berbagai statement terbit di banyak media. Mereka membahas tentang dirinya yang tidak terlihat di pemakaman Renata. Lelaki itu sendiri belum memberikan klarifikasi sedikitpun tentang berita itu. Mungkin nanti setelah ia mendapatkan alasan yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan itu. Karena tidaklah mungkin jika William menjawab dengan gamblang tentang kejadian yang sebenarnya. Kemudian skandal hubungan antara dirinya dengan Anna yang sudah diketahui oleh Gamma. Sudah pasti kakaknya itu akan memberikan teguran, atau bahkan hukuman. Seperti yang dikatakan oleh Romana kemarin, posisi dan jabatannya di p
Read more

BAB 246 — SEMOGA BAHAGIA DENGAN PILIHANMU

“Aku dengar Richo memukulmu kemarin. Dia tidak terima karena kau sudah mencampakkan adiknya. Benar begitu?” William mengangguk sebelum kembali memasok udara dalam paru-parunya. Ia kira masalah ini selesai, ia bisa berdamai dengan Gamma, lalu kembali bekerja di ruangannya. Sayangnya tidak begitu. Ternyata, Gamma sudah tahu kejadian kemarin. Ada kemungkinan besar pula kakaknya itu sudah tahu semuanya. Setelah berbincang sebagai atasan, bicara sebagai kakak yang dimaksud oleh pria itu adalah melanjutkan pembahasan tentang rumah tangganya dengan Alisha. Baiklah, ia sudah menyiapkan diri untuk menjawab semua pertanyaan dari saudaranya. “Selama ini, setiap aku memiliki masalah dengan Serra, kau selalu berpikir lebih dewasa dariku. Kau bisa memberi aku beberapa solusi setiap aku buntu. Kau juga yang selalu tidak terima jika aku memperlakukan Serra dengan tidak baik. Aku bahkan sempat memujimu karena kau lebih pandai menghargai perempuan daripada aku. Tapi ternyata kita sama brengseknya.”
Read more

BAB 247 — PUAN SELUSTRUM

Lima tahun kemudian. Wlliam melangkahkan kakinya menyusuri sebuah lorong gedung sebuah apartemen kelas menengah di kota ini. Setelah menaiki lift dan berjalan beberapa meter, ia menghentikan langkahnya di depan sebuah unit kamar. Tempat tinggal yang sempat digunakan dirinya juga Alisha untuk menginap sementara waktu setelah kejadian perampokan dulu. Selama lima tahun ini, setelah Alisha pergi meninggalkannya, William belum pernah mengunjungi apartemen itu. Hanya meminta Nara memanggil jasa home cleaning untuk membersihkannya. Dengan rumah Renata pun ia melakukan hal yang sama. Sebab selama ini tidak ada yang peduli dengan kedua bangunan itu. Alisha sendiri sepertinya masa bodoh. Sebenarnya terlalu berbahaya jika ia harus kembali bersentuhan dengan hal yang berkaitan dengan Alisha. Setiap teringat apapun tentang wanita itu, hanya rasa nyeri yang menyerang dadanya. Namun, entah mengapa kali ini William terdorong untuk mengunjungi apartemen itu. Padahal selama bertahun-tahun, pria itu
Read more

BAB 248 — GADIS KECIL PELIPUR LARA

Hari ini rasanya waktu bergulir tergesa. Entah mengapa, siang hadir lebih awal dari biasanya. Pria yang tengah mengenakan kaus berkerah juga celana pendek itu merasa demikian. Mungkin karena perbedaan waktu antara Singapura dengan Indonesia? Atau mungkin karena dirinya sedang merasa senang sehingga waktu berjalan lebih cepat. Mengapa ia senang? Bukankah selama ini hidupnya penuh dengan keterpurukan dan penyesalan? Untuk kisah cintanya mungkin benar, tetapi untuk karirnya tidak. Selama lima tahun terakhir ia bekerja lebih giat dari sebelumnya. Namun, ia tidak seperti Gamma yang memforsir tubuhnya habis-habisan di kantor sampai tak peduli waktu dan kesehatannya sendiri. Lelaki itu lebih pintar, menggunakan sebagian waktu luangnya untuk memperbanyak aktivitas dengan menekuni hobi yang selama ini ia sembunyikan dari publik. Seni lukis adalah pelampiasan semua perasaannya, ya walau hasilnya tidak dijual belikan dan kegiatan itu hanya sebagai kesenangan saja.Seperti yang dilakukan saat i
Read more

BAB 249 — UNCLE PAINTER

“Lexa punya pekerjaan rumah?”Setiap malam Alisha selalu melempar pertanyaan yang sama kepada putri semata wayangnya. Lexa, atau lebih tepatnya Alexandra Evangelista. Gadis kecil berusia empat tahun itu sengaja ia daftarkan Preschool sebab ia tak memiliki waktu untuk mendidik putrinya sendiri. Apalagi setelah ia memutuskan untuk hidup sendiri membuatnya harus kerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Tahun pertama saat ia hamil memang masih hidup dengan Richo bahkan nampaknya lelaki itu tidak keberatan untuk menanggung hidupnya, akan tetapi lama kelamaan ia tidak enak hati, terlebih kepada pasangan Richo. Tidak mungkin Alisha bergantung terus-menerus. Meskipun sebenarnya cukup-cukup saja. Setelah mereka menikah tentu Richo memiliki kehidupan sendiri. Setelah Lexa berusia satu tahun, Alisha belajar hidup mandiri, tentu masih dalam pengawasan Richo, pun sampai saat ini, lelaki itu masih mengawasinya. Beruntungnya, ada civitas akademik yang mau menerimanya sebagai tenaga p
Read more

BAB 250 — SAYA YANG BERTANGGUNG JAWAB

Hari berikutnya, William kembali ke tempat yang sama.Lelaki itu benar-benar menepati kata-katanya untuk bertemu dengan Lexa. Padahal janji itu semu dan tak pasti, sebab ketika membuat sebuah kesepakatan dengan anak kecil maka kemungkinan besar adalah dilupakan. Bukan seperti kepada orang dewasa yang bisa mengerti apa itu komitmen dan hal yang harus dilakukan ketika janji itu dibuat. Namun, William tetap hadir, tidak peduli anak kecil itu akan muncul kembali atau tidak. Kendati ia mengerti resikonya. Di kursi yang sama tempat ia duduk telah tersusun rapi cat, canvas kosong, crayon dan sebuah buku sketsa merk ternama lengkap dengan segala peralatannya. Semua itu untuk gadis kecil bernama Alexandra. Gadis kecil pelipur lara, William menyebutnya demikian. Sebab, ketika di dekatnya William merasa nyaman. Semua beban dan segala sedih yang sedang ia tanggung bisa sirna. Hidupnya yang kelabu bisa kembali berwarna hanya karena sebuah senyum kecilnya. Mungkin karena lesung pada pipi mungil
Read more
PREV
1
...
2324252627
...
29
DMCA.com Protection Status