Beranda / Romansa / Dear, Pak Dokter / Bab 51 - Bab 60

Semua Bab Dear, Pak Dokter: Bab 51 - Bab 60

100 Bab

hampir putus asa

Senja kali ini terasa murung, sebab awan hitam menggantung begitu pekat di langit kelabu di luar sana. Cuaca kali ini begitu menggambarkan raut wajah Reanna. Setelah menyandang tas selempangnya, wanita itu bergegas menuju pintu keluar florist. "Aku pulang dulu," pamitnya pada Tisha yang berdiri di dekat meja kasir. Namun, sahabatnya itu segera meraih salah satu pergelangan tangannya untuk menahan kepergiannya. Hal yang membuat Reanna menoleh ke arahnya dengan kernyitan di kening."Sebaiknya kamu pulang bersamaku nanti, Re. Dohyun akan segera datang menjemputku menggunakan mobil. Di luar mendung, kamu akan kehujanan di jalan kalau pulang sekarang."Reanna tampak memberikan senyum tipis. Ia tahu bahwa Tisha begitu peduli padanya dan ia bersyukur memiliki sahabat sebaik dia. Tetapi, ia memang berniat ingin pergi sekarang, maka dengan gerakan pelan Reanna mengurai cekalan tangan sahabatnya itu di pergelangan tangannya."Tidak apa-apa, aku memang sengaja ingin menikmati hujan," lirihnya.
Baca selengkapnya

menemukanmu

Pria berambut pirang itu terdiam cukup lama di dalam mobilnya, menatap awan hitam yang menutupi cahaya jingga senja. Mendung, sama seperti perasaannya saat ini. Seakan alam pun mengerti dengan apa yang ia rasakan di detik ini. Setelah kembali menghela napas panjang sekali lagi, pria itu keluar dari mobilnya dan menuju Carnation florist, seperti biasanya. "Apakah dia datang ke sini hari ini?" pertanyaan yang nyaris serupa ia tanyakan kembali pada gadis sahabat Reanna di depannya, dengan harapan yang sama. Ia ingin sekali bertemu Reanna. "Reanna sudah pulang," jawab Tisha seadanya. Kali ini ia jujur, Reanna memang sudah pulang dari tiga puluh menit lalu. Setelah mengetahui fakta yang Reanna ceritakan padanya beberapa hari lalu, entah kenapa pandangan Tisha pada dokter di depannya ini berubah. Entahlah, ia merasa sedikit kecewa. Awalnya ia mengira jika pria di depannya adalah pria sempurna, pria yang tepat untuk menyembuhkan luka hati sahabatnya. Namun, kenyataan seakan menamparnya
Baca selengkapnya

canggung

Dinginnya udara malam seakan tiada lagi mereka rasakan. Mengabaikan pakaian keduanya yang lembab karena diguyur hujan, mereka berjalan beriringan berteman kesunyian menelusuri lorong-lorong putih rumah sakit itu, menuju salah satu bangsal tempat Sang gadis kecil di rawat. Tangan kiri besar pria itu meraih tangan kanan Reanna, menggenggamnya. Mencoba menyalurkan energi positif yang tersisa di dirinya pada wanita di sebelahnya. Nathan sangat tahu apa yang Reanna rasakan saat ini, karena ia pun merasakan hal yang sama; khawatir. Gadis kecil kesayangan mereka kini sedang terbaring lemah di dalam sana. Tepat di balik pintu yang saat ini berada di hadapan mereka. Pria itu menekan gagang pintu setelah anggukan kecil ia terima dari wanita di sampingnya. Dan setelah pintu itu terbuka sempurna, terlihatlah sosok Kia yang terbaring dengan memejamkan mata di ranjangnya, dengan jarum infus yang tertancap pada pergelangan tangan kiri mungilnya. Ada Kakek dan Neneknya yang menungguinya di sana, ya
Baca selengkapnya

tak terduga

"Anda hanya perlu melupakannya." Setelah beberapa detik mencari jawaban yang menurutnya tepat, pada akhirnya Reanna berucap begitu. Ia masih berusaha mempertahankan senyumannya yang jujur saja justru terlihat menyedihkan.Nathan terdiam mendengarnya. Ia lantas memandang dalam kedua mata indah Reanna—yang terlihat bergerak gelisah ketika mata birunya menatap, sebelum pada akhirnya kata yang begitu mengejutkan meluncur dari bibir merah kecokelatannya."Menikahlah denganku.""Ap—" Reanna speechless. Ia kembali membuka dan menutup mulutnya tanpa suara lengkap dengan tawa sumbang yang justru terdengar memilukan di telinga.Dokter itu melamarnya? Yang benar saja!"Anda tidak perlu menikahi saya, Pak. Itu hanyalah sebuah kesalahan. Saya bisa memakluminya." Reanna menjeda ucapannya sebentar, hanya untuk kembali memaksakan senyuman sebelum melanjutkan. "Lagi pula kita melakukannya hanya sekali, saya tidak akan hamil. Jadi, Anda tidak perlu menikahi saya.""Hamil atau tidak, aku akan tetap meni
Baca selengkapnya

calon menantu

Langkah kaki panjangnya tampak gontai menjejak lantai dingin menuju kamar Kia. Wajah khas bangun tidur masih menghiasi rautnya, pula dirinya sesekali menguap lebar. Seperti biasanya, ritual pagi Nathan adalah mengecek kondisi Sang putri di kamarnya.Pagi ini merupakan pagi terbaik untuk pria itu. Setelah beberapa hari selalu menyambut pergantian hari dengan murung, kini dadanya dilingkupi semangat baru. Pasalnya Kia baru tadi malam dibawa pulang dari rumah sakit, dan kini kondisi balita cantik itu berangsur semakin baik."Selamat pagi, Princessnya Papa," sapanya setelah membuka pintu kamar Kia. Ternyata Nathan datang di waktu yang tepat, di mana gadis kecil itu baru saja membuka mata. "Pagi, Papa~" Kia membalas sapaan ayahnya dengan suara serak. Mata lebarnya tampak mengerjap lucu lengkap dengan menguap kecil, menggemaskan sekali. Hal yang membuat Nathan bergerak untuk menciumi kedua pipi bulatnya."Bagaimana keadaanmu, Sayang? Masih pusing?" tanya pria itu setelahnya. Ia duduk di te
Baca selengkapnya

meyakini

Meja makan di rumah Nathan tak pernah seramai ini sebelumnya, tentu karena adanya satu anggota baru yang turut duduk bersama. Ya, dia Reanna. Meskipun masih tampak kikuk, wanita cantik itu cukup mudah berbaur dengan keluarga. Ia bahkan makin perhatian pada anak semata wayang Si dokter pirang."Kia mau makan yang mana, Nak? Biar Kakak ambilkan," tawar Reanna pada Kia yang duduk di kursi di sisinya. Senyum manis itu seakan tak pernah pudar menghiasi raut wajahnya."Yang itu." Kia menunjuk sepiring ikan goreng dengan jari telunjuk mungilnya. Dan Reanna dengan sigap segera menuruni keinginan gadis kecil itu, ia mengambilkan sebuah ikan yang ukurannya paling besar ke atas piring Kia, memancing senyuman lebar balita itu."Mau disuapi sekalian?" tawarnya lagi. Namun, Kia membalasnya dengan gelengan kepala. "Tidak. Kia cudah bica makan cendiri, Kak~" lalu balita imut itu mulai menyuap makanan di atas piringnya langsung dengan tangan, tanpa sendok ataupun garpu. Tentu setelah mencuci tangann
Baca selengkapnya

menghangat

Dalam fisiologi, senyum adalah ekspresi wajah yang terjadi akibat bergeraknya atau timbulnya suatu gerakan di bibir atau kedua ujungnya, atau pula di sekitar mata. Kebanyakan orang senyum untuk menampilkan kebahagiaan dan rasa senang. Dan hal tersebutlah yang terjadi pada Nathan. Pria blasteran itu seakan tak pernah berhenti tersenyum seharian. Bahkan ketika dirinya harus pulang larut malam karena banyaknya jadwal operasi, raut bahagia itu tetap terpatri. Bagaimana tidak? Setiap kali dirinya memikirkan jika ketika ia pulang nanti akan ada Reanna yang menyambutnya, dadanya terasa dipenuhi euforia."Hmm ... sepertinya cuaca hari ini sangat cerah, ya? Berbeda sekali dengan hari-hari lalu yang selalu mendung," sindir Arvi yang berjalan di sisinya menuju parkiran. Sesekali mata Si dokter anak itu kedapatan melirik ke arah Nathan dengan senyum jenaka."Tidak perlu menyindir begitu, Ar. Aku tahu maksudmu." Nathan justru terkekeh ringan menanggapinya. Ia meraih kunci mobil di saku celana saa
Baca selengkapnya

ke mana?

Puas. Satu kata yang kini berada dalam benak Reanna ketika baru saja selesai menyisir rambut halus gadis kecil di depannya. Lihat saja, bahkan hanya dengan merapikan sedikit surai pirang Kia, balita itu sudah terlihat begitu istimewa. "Kamu cantik sekali, Sayang." Tak pelak bibir mungil itu merekah setelah mendengar pujian dari kakak tersayangnya, sebuah senyuman ceria terangkai dari wajah imutnya ketika menatap pantulan wajahnya sendiri pada cermin di hadapannya. Gadis kecil itu melirik sekilas melalui ekor mata pada wanita yang duduk di belakangnya."Kuncil dua, Kak~""Baiklah. Sesuai permintaanmu, Sayang." Wanita itu kembali menyunggingkan senyuman. Kedua tangannya kembali terangkat, kembali menyisir rambut gadis kecil itu lalu membaginya menjadi dua.Dari arah kanan mereka, muncul sosok Tisha yang baru saja melayani seorang pelanggan. Gadis cantik dengan rambutnya yang terurai panjang itu melayangkan sebuah senyuman ketika netranya menangkap sosok Kia beserta Reanna. Ia menduduk
Baca selengkapnya

melamarmu

"Mau pulang dulu?" pertanyaan Nathan memecah keheningan di dalam mobil hitam yang tengah melaju. Netra biru itu melirik pada Reanna melalui spion dalamnya. "Untuk?" wanita yang duduk di belakang kursi pria itu tampak mengerutkan keningnya. Jari-jemarinya tak henti menyisir lembut surai pirang balita yang tertidur dengan berbantalkan pahanya."Berganti baju misalnya?"Kerutan pada kening Reanna semakin dalam saja, ia masih belum mengerti atas pertanyaan Nathan. "Memangnya kita mau ke mana?""Ke rumahku. Mama dan Papa sudah menunggu." Pria blasteran itu menjawab begitu ringan, membuat kepala Reanna mengangguk-angguk paham di kursi belakang. "Sepertinya memang harus pulang dulu. Aku akan berganti baju dengan yang lebih baik," putus wanita itu pada akhirnya. Biar bagaimanapun ia harus terlihat lebih sopan di hadapan calon mertua, 'kan? Pakaian yang ia kenakan sekarang terasa terlalu santai baginya. "Apa ada acara penting?""Sangat penting." Nathan menjawab cepat seraya mengangguk mantap
Baca selengkapnya

diterima

Reanna mendongak secepat yang ia bisa atas pertanyaan kakaknya. Jantungnya berdentum kencang di dalam rongga dada. Ah, ia belum menceritakan soal putusnya hubungan dirinya dengan lelaki yang namanya baru saja disebutkan oleh Bastian. Dan kini ia bingung harus mengatakan apa.Sedangkan Danudirja pun tampak mengernyit saat mengingat nama tersebut. Seingat pria baya itu, Kalandra memanglah nama yang sering Reanna perkenalkan padanya lewat sambungan telepon beberapa bulan lalu."Kalandra siapa, Rea?" Joana yang mendengar nama lelaki asing keluar dari mulut Bastian membuatnya menatap menyelidik pada calon menantunya. Tentu hal tersebut membuat Reanna semakin pusing dibuatnya. 'Apakah aku jujur saja?' batinnya seraya sesekali meremas rok di atas pangkuannya.Ketika raut panik mendominasi wajah adiknya, Bastian yang duduk di samping sang ayah terkekeh puas. Pria itu tahu dengan pasti bahwa lelaki yang duduk di samping adiknya itu bukanlah Kalandra Adi Sucipta; tunangan yang sering diceritak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status