Home / Romansa / Dear, Pak Dokter / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Dear, Pak Dokter: Chapter 31 - Chapter 40

100 Chapters

kamu hebat!

Nathan menyugar rambut pirangnya ke belakang ketika angin sore berhasil membuat tatanannya berantakan. Setelah menutup pintu mobilnya, langkah kaki panjang itu bergerak menuju pintu kaca Carnation florist. Lonceng yang berada di atas daun pintu itu berdenting."Pak dokter, selamat sore." Tisha yang berada di meja kasir langsung menyapanya dengan senyum seindah bunga. Meskipun gurat lelah terpetak jelas di wajah si pria dewasa, namun ketampanannya tiada luntur di mata gadis itu."Sore, Nona." Nathan balas menyapa, pula membalas senyumannya. "Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Anda lihat, kabar saya selalu baik, Pak. Ah, silakan duduk dulu." Tisha menunjuk tempat duduk di sisi kanannya. Namun, pria itu masih tak juga bergeser dari tempatnya berdiri. Ia hanya tersenyum sopan."Terima kasih. Kia mana?" tanyanya."Di sana, Pak." Tisha beralih menunjuk karpet bulu di sudut ruangan, di atasnya terbaring sosok Kia. "Kia baru saja tertidur beberapa menit lalu. Jadi, jangan berbicara terlalu ker
Read more

your promise

Nathan dan Arvi melangkah bersama melintasi lorong rumah sakit ketika senja telah menampakkan kemilau jingga. Atribut dokter milik keduanya sudah tertanggal, menyisakan kemeja yang tergulung sebatas siku. Pekerjaan telah usai, dan kini mereka akan kembali ke rumah masing-masing untuk melepas lelah.Setelah melewati pintu kaca besar di bagian depan gedung rumah sakit, Nathan merogoh kunci mobilnya dari saku celana sebelah kanan. Ia melirik Arvi lewat sudut mata, dan kening dokter obgyn itu mngernyit. Pasalnya raut muka Sang sahabat tampak tak secerah biasanya."Apa yang terjadi dengan wajahmu, Ar?" tanyanya seraya turun dari undakan menuju parkiran di sisi kiri."Memangnya wajahku kenapa?" namun Arvi justru menjawab pertanyaan Nathan dengan pertanyaan lain."Kamu tampak kesal." Nathan berucap ringan. Ia membalikkan badan, berdiri bersandar pada bagian belakang mobilnya sambil bersedekap. "Jangan suka menekuk muka, nanti kamu bisa cepat tua. Tidak lucu kan kalau kamu sudah terlihat seper
Read more

with you

Suara cempreng Kia menggema di dalam ruang keluarga bernuansa putih itu. Televisi layar datar berukuran empat puluh dua inchi itu menyala dengan Elsa dan Anna, si tokoh dalam film animasi favorit gadis kecil itu menghiasi layar kacanya. Bibir mungilnya sesekali mengalunkan lirik lagu Let it go yang menjadi soundtrack film laris itu, tentu saja dengan berlompat-lompatan mengikuti gerakan tokoh di depannya, tanpa memperdulikan keberadaan sang ayah yang duduk di sofa tepat di belakang tubuhnya. Ah, balita itu memang super aktif.Pria dengan rambut pirang itu terlihat duduk dengan gusar di tempatnya. Sesekali mata biru itu melirik pada arloji hitam di pergelangan tangannya kemudian mengambil napas panjang. Benar apa kata orang, menunggu merupakan hal yang sangat menyebalkan, dan Nathan mengalaminya kali ini.Malam ini ia akan menemani Reanna untuk menghadiri pesta pernikahan mantan kekasih gadis itu, sesuai janjinya.Dokter tampan itu sudah terlihat begitu rapi malam ini. Blazer hitam yan
Read more

pernikahan itu

Pesta pernikahan itu mengusung konsep outdoor garden party, kursi kayu dan meja yang berbalut kain putih tersebar ke berbagai penjuru taman sejauh mata Reanna memandang, dengan lampu-lampu kecil berwarna putih menghiasi setiap sisi atap yang ditumbuhi tanaman merambat. Suasana romantis menguar dari setiap sudut tempat itu, meskipun dengan cahaya yang sedikit redup. Dan di ujung sana, tepat di pelaminan yang terdapat bunga putih di sekelilingnya terlihat sepasang mempelai yang tersenyum dengan bahagia.Setelah menyerahkan kadonya pada seorang penerima tamu, Reanna menghentikan langkahnya tanpa sadar. Rasa ragu itu kembali menyeruak, diiringi jantungnya yang kembali bertalu hebat dalam rongga dadanya ketika melihat pria itu menatapnya dari kejauhan sana. Senyuman pria bertuxedo putih itu perlahan menghilang ketika mereka bertemu pandang. Sedangkan mempelai wanita dengan gaun putih berekor itu terlihat tidak menyadari kehadirannya."Tersenyumlah, Rea. Angkat kepalamu dan perlihatkan pada
Read more

(not) first night

"Terima kasih untuk malam ini, Pak. Berkat Bapak, saya bisa melalui semua ini dengan begitu mudah." Reanna berucap sebelum menjejakkan kaki ke atas paving halaman rumah kontrakannya, keluar dari mobil Nathan. Ia benar-benar merasa lega setelah melewati satu malam yang awalnya terasa begitu berat untuknya."Sama-sama." Nathan melepas sabuk pengamannya, lalu bergegas turun dari mobil untuk menghampiri gadis manis itu. Hal yang sukses membuat Reanna mengerutkan dahi."Bapak mau mampir dulu?" tanyanya.Alis-alis pirang Nathan naik semua saat balas menatap Reanna. Ia sudah berada di sisi gadis itu sekarang. "Memangnya boleh?""Boleh-boleh saja. Memangnya kenapa?" jawab Reanna dengan polosnya, membuat Nathan menyeringai ke arahnya."Kamu ... tinggal sendirian, bukan?""Iya, Pak." Reanna menjawab pertanyaan pria itu seringan kapas. Tak menaruh curiga sedikit pun. "Bukankah saya pernah bilang kalau saya anak rantau?""Itu dia pointnya, Rea. Saya masih seorang pria kalau kamu lupa. Kalau kamu m
Read more

sudah move on?

"Kak Lea, look! Kia gambal kuda poni. Bagus, tidak?" Kia berucap antusias ketika memamerkan sebuah gambar yang baru saja ia selesaikan pada Reanna. Mata besarnya berbinar seakan meminta penilaian. Mereka sedang berada di dalam mobil Nathan sekarang, sedang di jalan menuju arah pulang."Wah ... bagus sekali, Sayang!" tentu Reanna memberikan respons positif berupa pujian. Namun, alis-alis kelam itu nyaris bertaut saat menyadari setitik kejanggalan pada gambar Si balita. "Tapi, kenapa kakinya ada lima?" tanyanya sambil menahan tawa."Ini ekol, Kak! Yang ini kaki, ada empat." Tak menerima kritikan, Kia menunjuk-nunjuk bagian gambarnya dengan jari telunjuk mungilnya. Mukanya tertekuk ketika melirik Reanna, hal yang sukses membuat gadis manis itu tertawa."Astaga! Kamu menggemaskan, Kia! Sini Kakak gigit." Tak tahan dengan wajah imut yang tampak begitu lucu itu, Reanna meraih tubuh Kia kemudian mendudukkannya di paha. Beberapa kali ia menciumi pipi bak bapao itu, seakan benar-benar akan meng
Read more

thank you

"Yakin kamu bisa?" suara maskulin Nathan terdengar lirih, seakan memang sengaja agar orang lain tidak mampu mendengarnya kecuali Reanna. "Tentu saja, Pak. Asal Bapak tahu, saya ini jago di segala bidang." Reanna berucap dengan nada tak kalah lirihnya, membanggakan diri. Namun, tiba-tiba ia memekik kecil. "Ah!""Tuh, kan ... Pelan-pelan saja, Rea. Saya takut ada yang lecet." Nathan kembali berkata."Tidak apa-apa, Pak. Masih aman." Meskipun kalimat Reanna sarat akan makna bahwa dirinya baik-baik saja, tetapi napasnya yang sedikit terengah tak mampu membohongi pria blasteran itu."Jika kamu tidak sanggup, biar saya saja yang melakukannya. Kita bertukar posisi," ucap Nathan, mencoba memberikan bantuan. "Tidak perlu. Sebentar lagi akan sampai, Pak." Reanna lagi-lagi menolak niatan pria itu. Embusan napasnya terdengar memberat tiba-tiba sebelum akhirnya ia mendesah lega. "Ugh! Akhirnya masuk juga! Hufftt ... butuh effort yang cukup besar, mungkin karena saya jarang berolah raga." Kekehan
Read more

buah hati

"Semoga lekas sembuh, ya? Obatnya diminum sehari tiga kali. Kalau yang salep, dipakai sehabis mandi." Arvi menebar senyum ramah pada seorang balita yang duduk di pangkuan ibunya, lalu mengusap rambut halus itu sekilas. Pasien kecilnya itu datang dengan keluhan gatal dan bentol-bentol di beberapa bagian tubuhnya, alergi dingin yang mampu dokter anak itu simpulkan. Meskipun hanya penyakit ringan, namun orang tua lelaki kecil bermata lebar itu terlihat begitu mencemaskannya. Dan baru merasa lega ketika Arvi mengatakan bahwa kondisi anak mereka baik-baik saja."Iya, Dok. Terima kasih," ucap Si ayah, mewakili. "Ayo, Sayang ... ucapan terima kasih sama Pak dokter."Dan balita itu segera menuruti perintah ayahnya. Berucap dengan cedal, namun terdengar begitu menggemaskan. "Telima kacih, Pak doktel.""Sama-sama."Senyum Arvi terus mengembang ketika kedua orang tua beserta anak mereka bergerak keluar dari ruangannya bersama seorang suster yang menjadi asistennya. Keduanya tampak begitu bahagia
Read more

trauma

Nathan berlari tunggang langgang setelah memarkirkan mobil milik Arvi di parkiran. Ia memasuki ruang Instalasi Gawat Darurat sembari memakai handscoon di kedua tangannya. Sudah tidak ada waktu lagi, kondisi pasien yang dikabarkan seorang perawat yang meneleponnya tadi sudah tidak memungkinkan untuk menunggu lebih lama lagi.Setelah langkah kakinya menjejak ke dalam, suasana tegang menyapanya. Ada seorang wanita dengan perut besar tampak lemah di atas ranjang. Sepertinya wanita itu memiliki kendala ketika melahirkan. Di sisinya terdapat seorang pria yang terlihat selalu menggenggam tangannya. Pria yang Nathan tebak adalah suami dari Si pasien. Seorang bidan yang awalnya berdiri di bagian bawah kaki wanita itu segera bergerak menyambutnya dengan wajah begitu panik. "Dok ....""Bagaimana kondisinya?" tanya Nathan, mencoba tenang. Ia melangkah menuju ranjang pasien."Bukaannya sudah lengkap, Dok. Tapi, bayinya belum juga keluar. Sedangkan pasien sudah dalam keadaan lemah.""Kenapa tidak l
Read more

memory

Segala gerakan Reanna terhenti ketika handphone yang ia letakkan di atas meja bergetar, di layarnya terdapat sebuah notifikasi pesan masuk dari ayah Kia. Gadis manis itu meletakkan buket bunga yang belum selesai ia kerjakan, memilih untuk membaca pesan itu lebih dahulu.'Malam ini saya akan pulang sedikit larut, tolong kamu jaga Kia sampai saya kembali. Saya akan menambah gajimu nanti.'Reanna melirik pada presensi Kia yang sedang memainkan boneka beruang kecil di sisinya dengan setitik senyuman. Semburat senja yang masuk ke dalam ruangan menimpa wajah gadis kecil itu, membuatnya tampak bercaya. Cantik sekali."Sepertinya aku akan lembur malam ini."Ucapan Reanna segera ditanggapi oleh Tisha. Ia melirik ke arah Sang sahabat melalui ekor mata, sedikit menjeda kegiatannya. "Kenapa?""Pak dokter pulang malam. Sedang banyak pasien sepertinya." Kedua bahu mungil Reanna terangkat singkat, dengan menipiskan garis bibirnya. Setelah ia mengetikkan balasan pesan di dokter tampan, ia kembali mel
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status