Home / Romansa / PELAYAN RESTORAN ITU, ISTRI BOS / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of PELAYAN RESTORAN ITU, ISTRI BOS: Chapter 41 - Chapter 50

229 Chapters

041

Poin keinginan Xabier tertulis jelas di perjanjian itu.Xabier masih memiliki kebebasannya, sementara Batari harus puas dengan hidup nyaman dan pekerjaan bergaji lebih tinggi dibanding karyawan restoran pada umumnya.Perjanjian ini menekan mental Batari, dia bisa anjlok diizinkan berteman setelah mendapat restu oleh pria itu. Pergi harus sepengetahuan Xabier, memangnya Batari narapidana.Dan, lebih mencengangkan lagi, Batari diminta untuk tidak memiliki perasaan lebih pada lawan jenis termasuk pada pria itu. Artinya, tidak ada perlakuan kasih sayang dari seorang suami pada istrinya. "Bagian mana yang kamu keberatan?" tanya Xabier, kursinya bergerak-gerak."Semua. Saya keberatan. Sekalian saja ...." Batari tidak melanjutkan kata-kata yang diyakininya akan membuat suaminya berang.Xabier mengangkat alis matanya, seperi bertanya 'apa?'. Batari menunduk, ia mengelus lembut perutnya."Saya hanya ingin menjaga batin saya seha
Read more

042

Terbangun di pagi hari, Batari berkutat di dapur, membuat sarapan untuk porsi tiga orang. Setelahnya, Batari membereskan dirinya agar saat kerja tidak beraroma asap. Xabier keluar kamar sudah dengan pakaian yang rapi. Meskipun bukan kerja kantoran, kerapian adalah hal terpenting bagi pria itu. Kalaupun menggunakan kaos, pria itu akan memilih yang berkerah."Pagi ini aku akan antarkan kamu ke restoran, aku ada pemotretan untuk produk parfum milik Serafina," ujarnya begitu duduk di ruang makan.Batari baru tahu belakangan kalau Xabier dan Serafina memiliki kerja sama produk parfum, ia mengangguk-anggukkan kepala."Tapi, Pak, saya bisa ke restoran sendiri. Tidak masalah tidak diantar, sudah biasa," sanggah Batari.Xabier meliriknya sekilas. "Lokasi pemotretan melewati restoran," timpal Xabier sebelum memasukkan makanan ke dalam mulutnya.Selesai sarapan keduanya berangkat bersama-sama, tidak ada suara percakapan selama perjalanan.
Read more

043

"Ba... baik, Nyonya. Saya setuju Pak Xabier dengan Ibu Serafina," ucapnya dengan nada rendah. Batari tidak mau terjadi keributan di ruangan Xabier.Sudah pasti dirinya kalah dan salah bila melawan. Kalau orang di desanya dulu bilang, melawan orang tua bisa kualat."Saya pegang kata-kata kamu. Bila perlu kamu bantu dorong Xabier agar menerima Serafina. Baru saya bisa percaya dengan kamu." Dengan angkuh Andalaska duduk di sofa, ia meminum jus tomat yang dibawakan oleh Batari. Sementara itu, perempuan hamil itu dibiarkan terus berdiri sambil memeluk nampan."Mama?" Suara berat itu mendadak terdengar, mereka berdua menoleh ke arah pintu.Andalaska berdiri lalu menghampiri Xabier. "Anak mama yang tampan sudah datang. Kamu dari mana?" tanyanya dengan suara melembut, setelah mengecup pipi Xabier"Tadi kunjungan ke salah satu cabang restoranku, Ma. Kami sedang ada proyek mengubah desain interior lebih natural," jawab Xabier sambil berjalan menuju kursi kerjanya.Ia melirik Batari yang berdiri
Read more

044

"Siapa sebenarnya Batara Wisanggeni?" tanya Xabier selesai mereka makan malam bersama di rumah.Sore tadi Xabier meminta Batari pulang sendiri sebab dirinya masih memiliki keperluan lain. Kepulangan Xabier dengan wajah dingin disambut rasa bingung Batari."Mas Wisang, teman saya di desa, Pak," jawab Batari. Aktivitasnya membersihkan meja kembali dilakukannya."Kalau aku bicara, kamu perhatikan bukan sibuk membersihkan meja," ketus Xabier dengan nada menahan kesal.Kegiatan Batari terhenti. Ia duduk hadap-hadapan dengan suaminya."Pantas pekerjaannya pelayan," gumam Xabier pelan agar tidak terdengar Batari.Sebenarnya Batari mendengar ucapan itu, dia ingin mengajukan keberatan. Belum sempat berbicara, Xabier melanjutkan perkataannya. "Jadi, dia punya usaha restoran juga? Berani mengajak kamu bekerja dengannya padahal kamu terikat kontrak di restoranku? Atau kalian punya rencana untuk menghancurkan usaha restoranku?" berondong Xabier dengan wajah tegang, menunjuk-nunjuk Batari lalu tan
Read more

045

Panggilan Batari hanya ditanggapi dengan gumaman oleh Xabier. Apa Pak Xabier mabuk? tanya Batari dalam hati.Saat Batari ingin keluar dari kamar Xabier. Pria itu mengigau tidak jelas, sesekali merintih kesakitan seperti orang yang mengalami kekerasan.Rintihan itu semakin intens, Batari bingung harus melakukan apa. Pria itu bahkan menggigil seperti orang kedinginan. Dengan ragu dan sedikit gemetaran, Batari menyentuh pundak Xabier yang tidak tertutup selimut."Pak... Pak Xabier," ucapnya sambil mengguncang pundak Xabier.Pria itu tidur tanpa mengenakan kaos, topless, entah karena sentuhan Batari atau hal lain, rintihan Xabier berkurang hingga tidak terdengar lagi.Batari merasakan di tangannya suhu tubuh Xabier tidaklah normal. Ia manaruh telapaknya di kening Xabier, suhu panas terasa di kulit tangannya.Gegas Batari ke ruang tengah mengambil termometer dalam kotak obat yang tergantung di sana.Ia mengepit termometer di pangkal lengan Xabier untuk mengetahui suhu tubuh suaminya.Termo
Read more

046

Batari sampai mengalihkan pandangannya melihat adegan keakraban antara Serafina dan Xabier."Aku khawatir begitu mendengar kabar dari Batari tentang kamu," ucapnya manja."Sera, sudah. Aku tidak bisa bernafas." Xabier menggerakkan tangannya menjauhkan Serafina dari tubuhnya.Mau tidak mau Serafina melepaskan tangannya dari tubuh Xabier. Perempuan itu menegakkan badannya."Maaf, Xabi, aku begitu sedih mendapat kabar mengenai dirimu," ucapnya dengan wajah lara."Aku sudah baikan, hanya sedikit demam," sahut Xabier sembari melirik Batari yang menaikkan pupilnya pertanda ucapan Xabier berlebihan. Demam Pak Xabier tidak sedikit, gerutu Batari dalam hati.Ingin rasanya Batari meninggalkan ruang rawat VIP Xabier. "Tari, ponselku mana?" Xabier menjeda pikiran melayang perempuan itu. Batari merogoh tas kecilnya lalu menyerahkan ponsel Xabier. Namun, pria itu menolak lalu memberi perintah."Kirim pesan pada seseorang dengan nama kontak Syamsuddin, sampaikan bahwa aku sedang sakit dan janji p
Read more

047

Sepanjang perjalanan pulang, pandangan kosong Batari menembus kaca hitam mobil milik Xabier. Kendaraan melaju dengan kecepatan sedang."Bu Tari, kita sudah sampai." Lamunan Batari buyar begitu mendengar suara Jaka memanggilnya.Batari mengucapkan terima kasih pada Jaka. Dia memesankan agar kendaraan dalam kondisi standby.Dengan langkah gontai Batari masuk ke kamar Xabier. Dirinya merapikan kasur suaminya yang berantakan.Ia beralih ke lemari pakaian milik Xabier untuk memilih kaos yang diinginkan oleh suaminya. Ada benda terjatuh saat Batari menarik celana panjang dari lemari.Sebuah kalung dengan liontin tergeletak di lantai. Setelah menaruh kembali pakaian Xabier di tempatnya, Batari memungut kalung itu dengan kesusahan.Saat meraih dan memperhatikan liontin yang menggantung, mendadak tangan Batari gemetaran. Benda di genggamannya serasa familiar di ingatannya.Batari membuka liontin bulat warna perak, seketika air matanya jatuh membasahi pipi. Dia bahkan perlu berpegangan pada lem
Read more

048

Xabier menunggu Batari kembali, sayangnya sampai malam tiba perempuan hamil itu tidak kunjung menampakkan diri. Serafina telah pulang sedari tadi.Xabier mencoba menghubungi Batari melalui pesan singkat dan panggilan suara, tetapi tidak ada balasan sama sekali. Entah bagaimana, kejadian tadi seperti mengganggu pikirannya.Apakah Batari marah padanya? Atau Batari tidak ingin menganggu mereka berdua? Namun, Xabier tidak yakin Batari marah karena melihatnya berciuman dengan Serafina. Kalaupun Batari tidak datang, mungkin dia lelah.Begitu banyak dugaan di dalam pikiran Xabier. Hingga larut malam, Xabier tidak berhasil menghubungi Batari. Pria itu menghabiskan malamnya di rumah sakit seorang diri.Sepulang dari rumah sakit mengunjungi Xabier, Serafina menyempatkan diri berkunjung ke sebuah rumah mewah. Dia tahu orang yang dicarinya ada di dalam rumah itu.Dengan terpaksa Serafina menunggu di teras menanti penghuni rumah membukakan pintu. Hal yang tidak pernah dilakukannya. Namun, demi mem
Read more

049

Hingga siang tiba, Xabier diperbolehkan kembali pulang. Sebenarnya, ia masih disarankan untuk melakukan rawat inap. Namun, ia meminta dipulangkan saja dengan melakukan rawat jalan.Xabier beberapa kali melakukan panggilan ke nomor ponsel Batari, tetapi perempuan itu tetap tidak menunjukkan reaksi membalas pesan atau panggilannya. Jadi, ia pun langsung meminta Jaka yang menjemput ke rumah sakit."Ibu Batari ke mana, Pak Jaka?" tanya Xabier di perjalanan menuju ke rumah. Xabier tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, meskipun akhirnya ia menyesal menanyakannya."Ibu bekerja, Pak."Rahang Xabier mengetat begitu mendengar jawaban Jaka. Entah mengapa ia merasa Batari marah dan ngambek padanya karena peristiwa tempo hari di rumah sakit. Kenyataannya, perempuan itu bekerja hari ini dan tidak menanyakan kabar dirinya sama sekali."Kita ke restoran, Pak," perintah Xabier begitu saja."Tapi, Pak, maaf... Bapak baru saja keluar dari rumah sakit," ingat Jaka melalui spion dalam. Ia khawatir
Read more

050

Xabier mengigau tidak jelas, Batari menegakkan tubuhnya hingga berlutut."Jangan pergi," igau Xabier sesekali."Pak Xabier, Pak...." Batari mengguncang pelan tubuh Xabier. Igauannya semakin terdengar kencang, Batari menepuk-nepuk pipi Xabier sembari memanggil namanya. Xabier sepertinya kesulitan bangun, bahkan pria itu tanpa sadar mencengkram lengan Batari erat, sampai-sampai wajah Batari mengenai wajah Xabier.Perempuan hamil itu bisa merasakan deru nafas Xabier. Ia berusaha meronta melepaskan diri."Pak Xabier, sadar...," ujarnya ketakutan.Tidak lama kemudian, igauan Xabier terhenti, deru nafasnya perlahan normal kembali, cengkramannya mengendur. Hanya saja, Xabier tetap dalam kondisi terlelap.Batari bisa bernafas lega, ia menarik lengannya. Terduduk di karpet dengan punggung menyender ke meja sofa yang berbahan kayu."Pak Xabier hampir membuat jantung saya copot," ucap Batari menyentuh dadanya, Xabier yang terlelap tidak mendengarnya.Siapa yang Pak Xabier minta jangan pergi? bat
Read more
PREV
1
...
34567
...
23
DMCA.com Protection Status