Serafina telah mengadukan perbuatan Batari pada Andalaska. Ibu kandung Xabier itu menunggu waktu yang tepat untuk melaporkannya pada putranya.Batari dinilai telah lancang mendorong Serafina saat mengunjungi rumah kekasihnya. Andalaska yakin begitu mendengar ceritanya, Xabier akan marah besar dan bisa jadi menceraikan Batari."Kenapa ponsel Xabier tidak aktif?" gerutu Andalaska saat menghubungi ponsel putranya."Xinda, coba kamu hubungi nomor kakakmu, sedari tadi mama tidak berhasil menghubunginya," perintah Andalaska pada putrinya yang sedang asyik membaca tugas kuliahnya melalui komputer jinjing miliknya. Xinda mencobanya, benar saja, nomor Xabier tidak aktif."Coba mama hubungi istrinya," saran Xinda.Andalaska berdecak keras. "Mana mau mama menyimpan nomor kontak pelayan restoran itu.""Ya sudah, mama tunggu saja nomor kakak sampai aktif," timpal Xinda, kembali menekuni tugas kampusnya.Andalaska sewot terhadap jawaban Xinda. Namun, ia tidak pernah bisa marah berlebihan pada putri
Setiba di rumah, baik Batari maupun Xabier masuk ke kamar masing-masing. Xabier memeriksa ponselnya yang sudah mati karena kehabisan baterai. Segera pria itu memuat daya ponselnya di dalam kamar.Sementara itu, setelah membasuh tubuhnya Batari keluar kamar untuk memeriksa bahan makanan untuk sarapan pagi. Jaka tadi sempat menyampaikan kalau asisten rumah tangga akan tiba besok siang di kediaman mereka.Setelah menyediakan bahan makanan, Batari ingin masuk ke kamar untuk beristirahat. Dirinya teringat akan obat yang tadi belum sempat diminum oleh suaminya.Apakah Pak Xabier telah meminumnya? tanya Batari dalam hati.Perempuan itu mengabaikan dorongan hatinya untuk peduli pada Xabier. Ia berjalan melewati kamar Xabier, setelah menutup semua pintu rumah.Di waktu yang bersamaan, Xabier keluar dari kamarnya. Mereka berdua beridir dalam keadaan sama-sama canggung."Eeee... Bapak apa sudah minum obat?" tanya Batari. Hanya itu yang bisa menyelamatkannya dari ketegangan yang meliputi mereka b
Hari Minggu pagi, Batari menyediakan sarapan seperti biasa. Selama mereka menempati rumah bersama, jam sarapan Batari dan Xabier berbeda.Mereka tidak duduk bersama di ruang makan, Batari lebih sering duluan barulah Xabier menyusul. Begitu pula pagi ini, Batari telah menyelesaikan sarapannya saat Xabier masuk ke ruang makan."Tunggu, duduk di sini," ucap Xabier melihat istrinya akan keluar setelah merapikan kembali perlengkapan makannya.Batari menuruti apa yang diperintahkan Xabier. Meja makan mereka berbentuk bulat, Batari mengambil posisi tepat di seberang Xabier.Xabier menyuapkan sesendok demi sesendok makanan. Batari merasa sungkan duduk tanpa diajak berbicara."Pak Xabier, saya duduk di sini, untuk apa?" tanya Batari setelah bermenit-menit tidak diajak bicara."Temani saya sampai selesai makan.""Tapi --"Tatapan Xabier mengurungkan niat Batari untuk menyanggah ucapan suaminya. Namun, tidak melakukan apa-apa bukannya membuat Batari tenang, malahan dirinya dilanda grogi.Tidak mu
Batari telah berada di lobi sebuah hotel, tempat dirinya akan bertemu dengan Wisang. Ponselnya bergetar di dalam tas kecilnya.[Langsung ke restoran saja ya, Tari. Aku tidak menjemput kamu ke lobi.]Batari mengikuti pesan masuk dari Wisang. Ia bertanya lokasi restoran pada petugas hotel.Berpenampilan kasual dengan midi dress dipadu dengan sneakers membuat gerak Batari lebih leluasa. Rambut hitamnya dibiarkan terurai, tanpa ada aksesori. Batari menggunakan riasan sederhana yang tidak begitu mencolok.Orang-orang yang melihat postur dan pakaiannya pasti tahu kalau Batari adalah seorang perempuan yang sedang mengandung.Batari melihat ke sekeliling restoran, dia tidak menyangka kalau Wisang akan mengajaknya ke sebuah restoran yang makanannya pasti mahal. Di sudut dekat jendela menghadap ke taman seorang pria telah menunggunya. Ia melangkah ke sana dengan suasana hati yang sebenarnya kurang enak.Kalau bukan karena rasa penasarannya akan teman masa kecilnya itu, Batari pastinya akan meno
"Tidak, Mas. Tari tidak terpaksa menikah dengan Pak Xabier," ucapnya membela diri, berusaha sejernih mungkin untuk menjawab.Wisang mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kalau tidak terpaksa, berarti Tari mengkhianati hubungan kita? Mengingat kandungan Tari, Mas lihat sepertinya telah lebih dari enam bulan."Batari tercekat, dia merasa Wisang seperti ingin menggali fakta dengan pertanyaan-pertanyaan ringan nan menjebak. Batari menghadapi dilema jawaban. Rasa dingin ruangan restoran terasa menusuk kulitnya, meskipun berkeringat, Batari juga gemetar kedinginan."Maafkan Tari, Mas." Jawaban pendek dan menundukkan kepala, hanya itu yang bisa Batari lakukan untuk menyembunyikan perasaannya.Jawaban Batari tidak memuaskan bagi Wisang. Pria itu merasa kasihan pada perempuan di hadapannya. Dia tahu kalau tinggal sebatang kara bukanlah peristiwa mudah dalam hidup. Oleh karenanya, Wisang terdorong menelusuri kehidupan Batari."Kamu tidak perlu minta maaf, Tari. Seharusnya yang perlu dilakukan adalah
Sungguh, Wisang yang duduk di hadapannya kini sangat asing bagi Batari. Pria lembut dan suka membantunya di kala kesusahan berubah menjadi pribadi yang merencanakan kejahatan.Batari berada dalam persimpangan. Ia tidak ingin salah melangkah. Bertahan menjadi istri Xabier sebenarnya juga sama-sama mengerikannya dengan mengkhianati suaminya itu.Situasi lain menunjukkan kegembiraan keluarga kecil, yakni Andalaska, Xinda, dan Xabier. Mereka makan siang dengan tenang di sebuah ruangan privat yang diminta oleh Xabier. Andalaska sebagai ibu sangat bahagia bisa duduk semeja lagi dengan anak-anaknya. Semenjak Xabier menikah, putranya itu jarang sekali untuk bisa diajak makan bersama."Mama, senang kita bertiga bisa berkumpul seperti ini. Mama harap kalian selalu punya waktu setidaknya untuk makan bersama atau liburan bersama," ucap Andalaska usai makan siang mereka selesai."Aku berharap begitu juga, Ma. Tapi, pekerjaanku menumpuk. Saat ini aku juga ada masalah hukum, ada konflik kotak kemas
Wisang berdiri dan keluar dari bangkunya menghadap ke arah Xabier yang berdiri kaku dengan tatapan menusuk. Sama seperti Xabier, Wisang pun tidak menyukai Xabier setelah menelusuri kejanggalan demi kejanggalan yang ada pada Batari."Mas Wisang?" lirih Xinda yang juga terkejut akan kehadiran pria itu bersama istri kakaknya.Keadaan restoran tidak begitu ramai. Xabier menoleh pada Xinda yang memucat melihat orang yang dipanggilnya. Ada sesuatu yang tidak beres pada Xinda.Xabier menghampiri meja Wisang dan Batari, Andalaska dan Xinda mengikutinya dari belakang."Halo, Pak Xabier," sapa Wisang sembari mengulurkan tangannya. Xabier hanya melihat tanpa bersedia menjabat tangan Wisang."Batara Wisanggeni, tidak disangka pemuda desa Adiluhur mencoba melawan saya dengan memperkarakan kotak makanan saya," cemooh Xabier berusaha langsung menjatuhkan mental Wisang. Xabier seketika teringat dengan kasus yang sedang menimpa restorannya.Wisang menurunkan tangannya, dia tertawa mendengar nada suara
Xabier gegas keluar dari kendaraannya dan masuk ke rumah Andalaska mamanya."Ma, Xinda di mana?" tanya Xabier begitu melihat mamanya."Ada di kamarnya, sepanjang jalan menangis tiada henti. Mama peringatkan tadi agar tidak berhubungan lagi dengan pemuda desa yang pekerjaannya tidak jelas itu," ucap Andalaska dengan rasa kesal yang membuncah.Xabier pergi menuju kamar adiknya. Ia mengetuk pintu berkali-kali, sayangnya Xinda seperti mengabaikan Xabier."Xinda, bolehkah kakak masuk?"Hening tanpa ada respon dari dalam kamar. Xabier menghela nafas dalam, ia paham kalau tidak bisa memaksakan Xinda untuk terbuka padanya.Sewaktu Xabier akan membalik tubuhnya meninggalkan pintu kamar, gagang bergerak sampai pintu terbuka memperlihatkan Xinda yang berurai air mata.Xinda memeluk kakaknya dengan erat, isakan keluar dari bibirnya yang bergetar. Xabier mengusap punggung adik kecilnya, kerapuhan Xinda terasa menyentuh hatinya. Hanya itu cara Xabier menenangkan adiknya."Maafkan Xinda kak, selama
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca